BAB 17

2.2K 382 47
                                    

°°°

°°°

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


BRUGG

"Akh-" Sakura meringis sembari mengusap bokongnya yang beberapa detik lalu mencium lantai dengan kerasnya. Rasa ngilu mulai menjalar hebat keseluruh tubuh ketika wanita itu berusaha beranjak dari tempatnya terjatuh. Bibirnya terus mengeluarkan ringisan tertahan seraya tangan, dan kemudian maniknya menemukan sebuah benda kecil yang membuat keseimbangannya lumpuh totalㅡ kelereng. Padahal ini adalag hari minggu yang cerah. Tapi kenapa dirinya malah disambut oleh sesuatu kejadian yang tak mengenakkan? Huh, kesialan pertama di hari minggu yang sukses membuat suasana hatinya hancur.

"Sudah Paman katakan, jangan menghambur-hamburkan mainan! Ibumu berkata jika kau adalah anak yang baik, tapi kenapa membereskan mainan saja tidak bisa?"

Sayup-sayup Sakura dapat mendengar letupan amarah Seokjin yang berasal dari ruang keluarga. Dari kalimatnya, Sakura paham betul jika Seokjin tengah memarahi Kenzo. Mendengarnya, membuat Sakura teringat dengan masa lalu dan merasa kasihan. Terkadang, ada beberapa anak kecil yang nakal karena mencari perhatian. Bagi mereka, dimarahi adalah salah satu tanda jika mereka telah diperhatikan. Namun, bukan begini 'cara memberi perhatian' yang Sakura ingin lihat.

Ketika tungkainya telah sampai di antara perbatasan ruang keluarga dengan ruang makan, matanya mulai menangkap banyak sekali mainan-mainan kecil yang berhamburan, mengotori lantai rumah Seokjin yang selalu bersih. Dengan segera, iapun segera memungut mainan tersebut satu persatu, lalu meletakkannya dalam pelukan kedua tangannya yang terapit.

"Pak Dosen, tidak baik pagi-pagi marah. Nanti cepat keriput," bisik Sakura, tepat setelah ia mengetuk-ngetuk pundak Seokjin dengan menggunakan telunjuknya. Merasa jika kalimat yang diucapkan Sakura tadi adalah sebuah sindiran untuknya, Seokjin pun segera menoleh. Wajahnya yang menegang tiba-tiba melunak ketika melihat Sakura yang kini tengah berdiri di depannya, dengan radius yang lumayan mengikis jarak.

"Daripada Pak Dosen marah-marah, lebih baik Bapak membantu saya membereskan ruang keluarga. Bisa dimulai dengan bantuan Pak Dosen dalam mengambil kardus besar di dekat meja televisi," Sakura mengisyaratkan Seokjin untuk memgambil kardus besar tempat biasanya mainan tersimpan yang tergeletak di samping meja televisi dengan gerakan mata serta wajahnya yang berimbang.

"Usianya sudah enam tahun! Dia sudah besar, tentu bisa untuk memasukkan mainan yang berserakan di lantai," sahutnya ketus, membuat Sakura berdecak dan segera pergi dari hadapan Seokjin. Diletakkan mainan yang berada dalam pelukannya tersebut di dalam kardus, lalu ia segera berbalik, menatap si Pak Dosen yang sama sekali tak ada niatan untuk membantunya membereskan kekacauan ini.

"Kenapa? Kenapa melihat saya seperti itu?" Seokjin bertanya ketika ia sadar Sakura memandangnya dengan tatapan yang tidak biasa, sangat tajam dan menusuk. Seolah-olah marah besar karena Seokjin tidak mau membantunya untuk memberes mainan Kenzo. Langsung saja, Seokjin menolehkan wajahnya kearah Kenzo, merunduk untuk melihat wajah anak bungsu tantenya. "Kau pernah bilang pada Paman jika dirimu adalah anak yang baik. Jadi sekarangㅡ hei, Jang Kenzo!" Seokjin berteriak ketika anak laki-laki itu melecos pergi begitu saja tanpa mendengar perkataannya sampai selesai. Karena itu, sontak kepalanya terasa berdenyut, dan iapun mulai memijit pelan dahinya sembari mengeluh. Baiklah, ini adalah kali terakhir ia menerima permohonan bibinya untuk menjaga Kenzo.

LO(ST)VETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang