BAB 19

2.5K 362 22
                                    

°°°

Seokjin keluar dari dalam kamarnya dengan tangan yang terus-terusan menyentuh kepalanya dan bibir yang tak berhenti mengeluarkan sebuah lenguhan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seokjin keluar dari dalam kamarnya dengan tangan yang terus-terusan menyentuh kepalanya dan bibir yang tak berhenti mengeluarkan sebuah lenguhan. Padahal, matahari sudah menampakkan diri, namun, efek dari minuman keras yang ia teguk semalam bersama dengan teman-temannya masih kerasa. Ia tak menyukai minuman pahit nan menyejukkan kerongkongan tersebut. Akan tetapi, ia adalah tipikal seseorang yang tak pernah bisa menolak ajakan kenalan. Pria itu berhenti menepuk pelan kepalanya tatkala manik legamnya tertuju pada pintu kamar Sakura yang masih tertutup rapat. Biasanya, setiap pagi, wanita itu selalu membiarkan pintu kamarnya memiliki celah. Membuat Seokjin harus repot-repot menutupnya kembali dengan rapat hingga tak sengaja melihat keadaan kamar si wanita. Terkadang, pipi Seokjin sampai memerah ketika melihat pakaian dalam yang berserakan di atas kasur. Dan hari ini, tidak ada celah yang dapat membuat maniknya mengintip kedalam. Pintu coklat tersebut tertutup dengan sangat rapat.

Dilirik arloji biru tua yang sudah menemani perjalanan kariernya sejak tiga tahun lalu. Sudah pukul tujuh tiga puluh, sangat telat bagi Seokjin karena jam operasi Kampus adalah pukul delapan pagi. Ya, sekali-kali terlambat tidak apalah. Kadangpun, ia rasa, menjadi seorang dosen dengan catatan bagus sangatlah membosankan. Kenapa ia harus datang tepat waktu jika mahasiswanya saja sering terlambat masuk kelas? Persetan dengan memberi contoh yang tidak baik, Dosen dan Mahasiswa sama-sama penghuni kampus yang sudah menandatangani satu kontrak terikat. Jika Mahasiswa melakukan sebuah kesalahan, maka Seokjin selaku Dosen juga ingin melakukan kesalahan.

Diurungkan niatnya untuk mengetuk pintu kamar si wanita. Ia berpikir, mungkin saja Sakura tengah menunggunya di meja makan. Tetapi, saat ia sudah hampir sampai ke bagian dapur, langkahnya terhenti. Sebab presensi Sakura tidak ada disana. Digaruknya puncak kepala dengan menggunakan telunjuk dan ditatapnya meja makan dengan penuh keheranan. "Apa belum bangun?" Seokjin bertanya pada dirinya sendiri seraya berjalan mendekat ke arah meja makan. Ia menarik kursi, lalu segera duduk di bantalannya. Roti tawar diolesinya dengan selai kacang rekomendasi dari Sakura, dan tak berapa lama, ujung rotipun tergigit.

Sudah lewat lima belas menit, dua helai roti sudah ia habisi, hanya menyisakan remahan yang mengotori celana kain hitamnya. Ia berdiri, ditepuknya pelan kedua paha guna menyingkirkan remahan kecil roti, lalu segera berbalik untuk melangkahkan tungkai menuju kulkas dua pintunya. Lagi-lagi, langkahnya terhenti, yang kali ini dikarenakan manik legamnya menangkap satu sticky notes berbentuk babi menempel di pintu kulkasnya. Tak harus menunggu lama bagi Seokjin untuk meraih kertas perekat tersebut. Matanya memicing, membaca satu demi satu huruf Korea dengan teliti.

Pak Dosen, selamat pagi!
Saya berangkat ke kampus duluan hari ini.
Jadi, Bapak tidak perlu repot-repot mengomeli saya untuk makan dengan benar pagi ini.
Ah, Bapak juga bisa makan dengan tenang.

"Kenapa tulisannya sangat buruk?" Gumam Seokjin seraya memasukkan sticky notes tersebut ke dalam saku celananya. Pria itu sudah berencana untuk menempelkannya pada salah satu sisi komputer. Walau tulisannya membuat mata sakit, tapi setidaknya, itu dari orang tercinta.

LO(ST)VETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang