BAB 21

2.4K 370 41
                                    

•••

Seokjin mengehentikan langkah lunglainya ketika melihat alat-alat makan yang masih terjejer rapi di atas meja makan, belum dibersihkan maupun diletakkan pada wastafel meja makan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seokjin mengehentikan langkah lunglainya ketika melihat alat-alat makan yang masih terjejer rapi di atas meja makan, belum dibersihkan maupun diletakkan pada wastafel meja makan. Awalnya, pria itu sedikit tidak peduli, sebab rasa penat akibat bekerja masih terasa sekalipun ia sudah menginjakkan kaki ke dalam istananya. Dengan lesu, ia melangkahkan tungkainya lambat. Namun, dalam beberapa detik, dirinya sadar. Tak butuh banyak waktu untuk berpikir siapa yang membuat meja makannya berantakan, pria itu segera berlari mendaki satu persatu anak tangga dengan cepat. Berhenti dengan nafas terengah tepat di depan pintu kamar wanita yang sudah dua puluh empat jam menghilang dari pandangannya.

Tangan kanan yang terkepal sudah terangkat diudara. Diposisikan di depan pintu berkusen coklat yang masih mulus, tanpa setitik luka lecetpun. Dengan ragu, ia mengetuk pintu kamar dengan pelan. Dadanya berdebar disaat ia menunggu sahutan manis dari dalam. Lima detik setelahnya, ia kembali mengetuk dengan dahi berkerut. Heran karena tidak ada balasan dari dalam.

Sudah tidur? Seokjin bertanya pada dirinya sendiri. Dilihatnya lagi arloji yang tersemat pada pergelangan tangan kirinya. Masih pukul delapan malam, agak mustahil jika wanita pecicilan seperti Sakura tidur dengan cepat.

Ia berdehem, berusaha berpikir positif. Siapa tahu ketukannya tidak terdengar. Karenanya, iapun kembali mengetuk pintu seraya berseru, "sudah tidur?". Satu detik, dua detik, lima detik... tidak ada sahutan yang terdengar dari balik pintu kamar. Ia mendesah frustasi, paling sebal jika diabaikan apapun bentuk pengabaiannya. Karena tak kunjung mendapat sambutan ataupun jawaban dari dalam, entah kenapa, hari ini, Seokjin berniat untuk mengintip masuk ke dalam. Tidak bermaksud macam-macam, hanya ingin memastikan apakah wanitanya berada di dalam kamar malam ini atau hanya sekedar pulang makan lalu berlalu pergi meninggalkan rumah.

Hal pertama yang matanya tangkap saat pintu kamar terbuka adalah sosok Sakura yang sudah terbaring pulas di atas ranjang yang berantakan. Wanitanya memang bar-bar, tidak terlalu peduli dengan kebersihan, sangat bertolak belakang dengan dirinya yang super rapi. Sungguh, jika dipikir-pikir, Sakura bukanlah tipe wanita ideal yang selama ini Seokjin dambakan. Namun sepertinya, takdir mempermainkan perasaannya.

Si pria berjalan perlahan menuju sudut kanan tempat tidur, berhenti dan berdiri guna memperhatikan betapa damainya wajah pulas Sakura. Hingga akhirnya, pandangannya terjatuh pada tiga kancing piyama Sakura yang belum tersegel dengan benar. Seokjin menggelengkan kepalanya, mengulurkan kedua tangannya, lalu mulai mengaitkan kancing piyama si wanita dengan kedua telinga yang memerah. Setelah selesai membereskan piyama Sakura, Seokjin segera menarik selimut yang terlihat menganggur di ujung tempat tidur. Diselimutinya tubuh Sakura, dan setelahnya ia mulai mengusap puncak kepala si wanita dengan lembut.

"Selamat malam," ia membungkuk guna membisiki Sakura kalimat pengantar tidur tersebut. Setelahnya, dengan ragu, ia segera mendekatkan bibir penuhnya kearah kening si wanita. Menghela nafas sejenak, dan kemudian segera memberi kecupan singkat pada puncak kepala beserta kening. Rasanya, jantung yang menghidupinya berhenti berdetak ketika melihat wajah Sakura dari jarak yang sangat dekat. Jika boleh jujur, Seokjin ingin sekali menciumi bibir manis wanitanya. Tapi pria itu takut. Takut jika tiba-tiba Sakura terbangun dan memergokinya.

LO(ST)VETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang