1. Kita dari kota yang sama

12.8K 338 4
                                    

Happy Reading Guys💕

Merantau ke kota orang adalah salah satu impianku, terlebih tujuanku kali ini untuk menimba ilmu. Universitas Pendidikan Indonesia. Impian terbesarku terwujud. Aku diterima menjadi mahasiswa di salah satu universitas favorit di Indonesia. Perlu kalian tahu, banyak perjuangan dan pengorbanan yang aku lalui agar dapat masuk ke universitas ini, terlebih aku mendaftar di jalur SBMPTN. Aku harus berjuang lebih gigih agar dapat mengalahkan puluhan ribu pendaftar.

Alhamdulillah, terima kasih Ibu dan Bapak. Atas do'a dan restu kalian, akhirnya aku lolos.

Hari ini adalah hari kamis, di mana dijadwalkannya sebagai hari diadakannya Pra-MOKAKU. Aku sempat kesulitan ketika mencari gedung Achmad Sanusi, di mana Pra-MOKAKU itu dilaksanakan.

Aku menolehkan kepala ke kanan dan ke kiri, mencari orang yang berpakaian sama denganku -seragam putih abu.

"Sedang cari apa dek?" aku terlonjak kaget ketika ada seseorang yang menyentuh pundakku. Buru-buru aku membalikan badanku. Aku dapat melihat seseorang yang memakai jas almamater UPI sedang tersenyum ramah padaku. Tanpa sadar aku ikut tersenyum.

'Ah, mungkin dia kakak tingkatku,' pikirku.

"Maaf Kak, aku sedang mencari gedung Achmad Sanusi," aku berujar sesopan mungkin. Senyumnya tak pernah luntur.

"Oh, Adek peserta Pra-MOKAKU, ya?" Aku menjawab dengan anggukan.

"Mari saya antar, Dek" Aku pun mengikuti ia yang berjalan di depanku.

5 menit berlalu, akhirnya aku sampai di depan gedung yang kucari. Aku tersenyum senang, "Terima kasih banyak Kak" Ia hanya mengangguk dengan senyum yang terus terpatri di wajahnya yang ayu.

"Sebaiknya kamu segera masuk. Sebentar lagi acaranya dimulai" Aku mengangguk dan tersenyum sopan padanya.

Aku duduk di barisan yang bertuliskan 'Sektor 10'. Aku sedang memperhatikan moderator yang sedang membuka acara, hingga seseorang duduk di sampingku. Aku menghiraukannya, toh aku juga tidak mengenalnya.

"Hi! Aku boleh duduk disini, kan?" tanyanya.

'Apa-apaan dia. Bukannya dia sudah duduk, kan?' batinku.

Aku menoleh dan mengangguk, seraya tersenyum sebagai bentuk kesopanan.

"Boleh kenalan? Namaku Muhammad Hasby," ia menjulurkan tangannya di depanku.

Aku menoleh dan menjabat tangannya, "Irsa Humaira Baryn," singkatku agar dia tidak bertanya lebih banyak lagi. Namun, dugaanku salah. Setelah selesai berjabat tangan, ia kembali membuka suara.

"Kamu berasal dari mana?" aku sedikit terganggu olehnya.

"Tasikmalaya."

Dia terlihat kaget, "Benarkah? Aku juga dari Tasikmalaya," ujarnya.

Aku hanya menoleh dan tersenyum sopan padanya, berharap ia tidak membuka suara lagi.

 
Sungguh melelahkan, selama 5 jam aku hanya duduk dan mendengarkan sang ketua KOMDIS yang menyampaikan persyaratan yang harus dibawa peserta MOKAKU di hari pertama nanti.

Pukul 19.00 aku belum makan malam. Menjadi anak kos yang harus serba mandiri cukup membuatku kerepotan. Tapi tidak apa, aku harus belajar demi cita-citaku.

Aku memutuskan untuk mencari makan di luar. Hari ini cukup menguras tenagaku, maka dari itu aku tidak memasak. Aku berjalan ke warung nasi goreng yang jaraknya cukup dekat dengan kosanku. Tiba disana aku langsung memesan nasi goreng seafood kesukaanku dengan sedikit pedas. Aku memang suka pedas, tapi aku tidak berani memakan makanan yang sangat pedas. Perutku terlalu sensitif.

Aku mencari tempat duduk sembari menunggu pesananku. Aku melihat tempat duduk yang kosong di pojokan, di sana rupanya terdapat seorang perempuan yang sedang menikmati pesanannya.

"Permisi, boleh saya duduk di sini?" tanyaku dengan sopan. Ia mendongak dan mengangguk seraya tersenyum, bertanda aku diizinkan duduk di sebelahnya.

Selang 10 menit, pesananku pun tiba. Aku melahap nasi goreng itu setelah membaca do'a. Ketika aku sedang menikmati makananku, suara seseorang menghentikan aktivitasku. Aku mendongak untuk mencari sumber suara tersebut.

"Hey, Irsa. Ternyata benar itu kamu. Aku kira tadi salah orang" Aku hanya tersenyum menanggapinya.

'Kenapa aku harus bertemu dengan dia lagi sih?' aku membatin.

Kemudian ia menarik sebuah kursi dan duduk di depanku.

"Bagaimana dengan persyaratan MOKAKU untuk selasa nanti, sudah siap?" tanyanya dengan senyum yang mengembang.

"Udah kok, udah siap semuanya." Tak ada salahnya untuk bersikap ramah padanya, bukan? Terlebih kami berasal dari kota yang sama.

"Kita dari sektor yang sama, kan? Sektor 10?" ia memastikan.

Aku mengangguk,"Iya."

Tiba-tiba perempuan di sebelahku menoleh dan berseru, "Kalian peserta MOKAKU dari sektor 10?" Aku dan Hasby mengangguk mengiyakan. Perempuan itu tampak antusias.

"Berarti kita satu sektor dong!"

"Kamu dari sektor 10 juga?" Hasby membuka suara.

Perampuan itu mengangguk lalu menjulurkan tangannya ke hadapan Hasby. "Namaku Ririn Fauziah. Dari Jakarta," ucapnya memperkenalkan diri.

"Aku Muhammad Hasby. Dari Tasikmalaya."

Setelah selesai, Ririn menoleh ke arahku dan melakukan hal yang sama. "Aku Irsa Humaira Baryn. Aku berasal dari kota yang sama dengan Hasby," aku tersenyum seraya menjabat tangannya.

Hari selasa merupakan hari pertama MOKAKU. Kami harus tiba di gedung Achmad Sanusi tepat pukul 5.45, 15 menit sebelum acara dimulai. Sejak kejadian malam itu, aku, Ririn, dan Hasby menjadi dekat. Seperti tiga sekawan.

"Ir, kamu bawa penggaris gak?" tanya Ririn. Raut mukanya menunjukan kalau dia sedang khawatir.

"Gak bawa. Kenapa memang?"

"Aduh gimana dong? Kata KOMDIS hak sepatu pentofelnya harus 3 cm. Aku gak mau dihukum, Ir."

Aku tersenyum menenangkan seraya berkata, "Udah, gak usah khawatir. Mana mungkin diperiksa satu-persatu. Masa iya KOMDIS-nya mau ngukur 10.000 sepatu. Kelamaan nanti."

Wajah Ririn tak sekhawatir tadi. Kemudian kami melanjutkan berbagai kegiatan di hari pertama MOKAKU.

Harap bilang jika menemukan typo😊
Jangan lupa tinggalkan jejak😊

See you next part💕
Dadaahhh👋

Say, "Hi!"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang