10. Jaket Bertuah

2.5K 147 3
                                    

Happy Reading Guys💕

Aku duduk di kursi ruang tunggu. Sendirian. Badan gemetaran dan pikiranku kacau. Aku bingung harus melakukan apa. Dan aku harus menghubungi siapa.

"Hai! Irsa kan?" Aku terlonjak kaget saat seseorang menyentuh pundakku.

Aku mendongak. "Kak Arsya." Aku memunculkan seulas senyum tipis.

"Ngapain sendirian di sini?"

Aku harus jawab apa? Aku bingung. Sungguh.

"Mm .... Anu ... Aku ..." Kak Arsya mengernyitkan alisnya, bingung.

"Kak Raka!" Seruku ketika Kak Raka baru saja keluar dari ruang UGD.

Aku bangkit menghampiri Kak Raka. Menghiraukan kehadiran Kak Arsya.

"Gimana Kak?" tanyaku tak sabaran.

"Untung kamu gerak cepat. Ibunya tidak mengalami luka serius. Tapi dia punya heart attack. Jadi, ya dia shock."

Akhirnya, aku bisa bernapas lega.

Aku harus bagaimana? Bagaimana pun caranya, Ibu ini harus selamat. Aku melihat ke sekeliling. Sepi. Aku harus berbuat sesuatu. Aku kembali meletakkan Ibu itu di atas aspal, yang sebelumnya berada dalam pangkuanku. Aku berjalan ke tengah jalan. Berhenti di sana. Hingga aku melihat seberkas cahaya. Aku merentangkan tangan seraya berteriak.

"TOLONG BERHENTI! TOLONG SAYA! TOLONG BAWA SAYA KE RUMAH SAKIT!"

Aku tahu, ini bisa membahayakan nyawaku bahkan nyawa orang lain. Tapi kali ini aku terpaksa melakukannya. Keberuntungan berpihak kepadaku. Sang pengemudi turun.

"Kamu, ngapain sih berdiri di situ? Mau bunuh diri?!" ujarnya setelah berada tepat di hadapanku.

"Saya mohon, Pak. Bantu saya. Tolong bawa saya dan Ibu itu ke rumah sakit." Aku menunjuk seorang Ibu yang tergeletak tak berdaya di pinggir jalan.

Terdengar suara istigfar yang keluar dari mulut Bapak itu. Lantas kami berdua menghampiri Ibu itu. Aku membantu Bapak itu menggendong si Ibu lalu membaringkannya di kursi belakang kemudi. Lantas mobil melaju menuju rumah sakit.

Setelah tiba di rumah sakit, Bapak itu kembali menggendong si Ibu. "Tolong! Ada korban kecelakaan." Ujarnya.

Dengan sigap dua orang perawat menghampiri kami dan membawa Ibu itu menggunakan brankar ke ruang UGD. Aku dan Bapak tadi mengikutinya.

Kami tidak diperbolehkan masuk ke ruangan. Lantas kami duduk di kursi ruang tunggu.

"Terima kasih, Pak. Atas bantuannya." Ujarku kepada Bapak yang sedang duduk di sampingku.

Ia mengangguk. "Itu, Ibu kamu?"

Aku menggeleng. "Bukan, Pak. Ibu itu korban tabrak lari. Kebetulan saya melihat kejadian itu."

Ia mengangguk, mengerti. Kemudian terdengar dering ponsel. Bukan milikku. Kurasa itu bunyi ponsel Bapak itu. Dan benar saja, lantas Bapak itu meminta izin untuk menerima panggilan.

Say, "Hi!"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang