15. Malam Panjang

4.5K 143 8
                                    

Holla!

Maaf neh, update-nya larut🙏
Tau kok, pasti kalian udah pada tidur😂

Sengaja aku update-nya sekarang. Takut gak keburu.

#dirumahaja, tugas numpuk sistah😩📚

Okay, jangan lupa vote dulu yes!

Here we go

Happy Reading Guys💕

{Arsya Syakir Afghani}

Seminggu ini gue disibukkan dengan pasien yang butuh uluran tangan gue. Banyak operasi yang harus gue tangani.

Cape? Iya. Pengen istirahat? Pasti. Bosan? Nggak. Karena menjadi dokter adalah cita-cita gue sejak kecil.

Pintu ruangan terbuka. Dan masuklah seorang cewek bernama Zira. Dia duduk di seberang gue.

"Sya?" panggilnya.

Gue yang tadinya bersandar ke kursi sontak menegakkan badan ketika Zira manggil gue. Gue merespon dengan satu alis terangkat.

"Kamu gak istirahat?"

"Ini aku lagi istirahat," jawab gue kalem.

Dia mendengus. "Maksud aku, kamu gak makan siang?"

"Atau kamu makan di luar? Soalnya tadi aku gak lihat kamu di kantin," lanjutnya.

Gue menghembuskan napas panjang. Kayak orang yang lagi banyak pikiran. Entah, belakangan banyak yang ganggu pikiran gue. Untung kalo di ruang operasi gue masih bisa fokus.

"Aku dari tadi duduk di sini," jawab gue sembari kembali bersandar pada kursi.

"Kamu gak makan siang?" Gue menatapnya sebentar, kemudian menggeleng.

Zira berdecak. "Aku bawain makanan ya?! Atau mau aku pesenin?!"

Gue kembali menatapnya. Sorot matanya menyiratkan sebuah kecemasan. "Gak usah, Zira," jawab gue seraya tersenyum simpul.

Dia menghembuskan napas panjang. "Lagian, bentar lagi aku pulang," lanjut gue.

Dia kembali menatap gue. "Tumben pulang cepet?!"

"Seminggu ini kan aku kerja full, jadi dua hari kedepan aku minta cuti. Mama udah rewel minta aku pulang ke rumah."

Dia terkekeh setelah mendengar ucapan gue. "Aku juga kangen sama Tante Tamara," ujar Zira.

"Weekend nanti main aja ke rumah, Zir." Dia mengangguk menerima tawaran gue.

Minimal dua minggu sekali Zira main ke rumah gue. Bahkan, pernah lebih dari itu kalo dia lagi senggang. Jadi wajar Mama sama Zira akrab.

Gue melihat sekilas jam di pergelangan tangan. "Kamu gak masuk? Katanya ada yang mau lahiran?" tanya gue.

Zira menghembuskan napas panjang. "Aku masih pengen ngobrol sama kamu," ujarnya sembari memasang muka cemberut.

Udah gue duga!

"Ngobrolnya kan bisa nanti," hibur gue.

Akhirnya Zira mengangguk pasrah. "Yaudah. Aku balik ke ruanganku dulu, Sya," pamitnya.

Gue mengangguk. Zira bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkan gue sendirian. Sekarang gue bingung, gue harus ngapain?

Jadwal operasi hari ini cuma ada di pagi hari. Itu pun cuma satu orang pasien. Atau gue pulang aja, ya? Tapi ...

"Iya, Ma?" sapa gue setelah menggeser ikon hijau di layar ponsel.

Mama tercinta nelepon ... lagi.

Say, "Hi!"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang