Six

754 87 18
                                    

Selesai makan siang, Irene kembali ke ruangannya. Dia baru mau meraih gagang pintu, saat pintu disebelahnya juga terbuka di waktu yang sama--dan disana sudah berdiri Wendy menentang jas hitamnya.

"Ikut saya!" Perintahnya singkat.

Irene mengekor dengan patuh, sudah seperti anak ayam. Dan karena dia jalan sambil menunduk, Irene tidak sadar lelaki didepannya menghentikan langkah, membuat kening Irene sukses mencium punggung keras bosnya.

"Aww.." Gadis itu mengusap-usap keningnya yang berdenyut. Sial, tepat banget kena sama tulangnya..

Wendy berbalik, memandang Irene datar.

"Ngapain sih?"

"Ya bapak jalan berenti tiba-tiba." Omel Irene spontan. Wow sekarang aku bahkan udah berani ngejawab balik. 

Kayaknya kenyang berhasil naikin kadar nyali cewek itu.

Wendy membuang nafas keras, "Kamu mau keluar gak bawa apa-apa? Lupa sekarang ada pertemuan sama siapa?"

Irene melongo sebentar, otaknya sedang memproses jadwal yang sekiranya bosnya miliki siang ini. Namun Wendy bukanlah orang yang memiliki stok kesabaran yang banyak. Dia tidak suka menunggu.

"Udah sana bawa berkas yang dibutuhin, saya tunggu di lobby!" Kata lelaki itu gemas sendiri. Punya sekretaris kok lemot banget..

"Eeh i-iya pak!" Irene segera berlari ke ruangannya untuk mengambil surat perjanjian kerjasama--dan tetek bengeknya--dengan perusahaan yang hari ini membuat janji bersama mereka.

Bukan salah Irene karena otaknya tidak mau bekerja sekarang. Salahkan makanan yang masuk ke perutnya karena terlalu banyak--dan sejujurnya Irene agak sedikit mengantuk.

AKU BUTUH KOPI ITEM!

.

.

"Jadi Wen, kamu masih sering pergi ke tempat itu?"

"Enggak juga, gak terlalu sering tapi masih."

"Kapan-kapan, kita pergi bareng yah?"

Irene memutar mata jengkel, ini pertemuan bisnis atau ajang cari jodoh?

Irene tidak buta untuk melihat bahwa wanita yang ternyata CEO dari Kwon Ent. (yang merupakan partner kerjasama mereka) itu sedang menggoda bosnya--flirting kalo kata orang bule mah. Dan Wendy juga terlihat tidak terganggu sama sekali, malah menikmatinya.

Bener kata Joy, orang ini playboy kelas kakap..

Sebenarnya pertemuan mereka untuk membahas urusan bisnis ini sudah berakhir sejak setengah jam yang lalu. Hanya saja dua orang itu terlalu asik mengobrol--sampai lupa bahwa Irene masih duduk disana bagai kambing congek.

Irene tidak bisa pulang sendiri, karena dia kesini memakai mobil Wendy--lagipula Irene tidak terlalu familiar dengan area ini. Jadi mau tidak mau, dia harus menunggu sambil menahan bosan dan kesal.

"Kalau gitu, kita pergi dulu Eunbi." Kata Wendy mengakhiri pembicaraan. Dia berdiri diikuti Irene yang langsung bersorak girang di dalam hati.

Eunbi tersenyum, dia meraih sesuatu didalam tas mahalnya.
"Ini nomor teleponku yang baru. Hubungi aku ya nanti." Katanya sambil mengedipkan mata.

Irene menahan diri dari muntah. Howeeek!

"Oke, kalo gitu sampai jumpa lagi." Wendy tersenyum lalu berjalan meninggalkan wanita cantik itu.

Irene bisa melihat senyum lebar Eunbi sebelum dia mengalihkan pandangan pada Irene--dan seketika senyumnya menghilang dengan cepat.

Gadis itu mengernyit, namun tidak memikirkan lebih jauh sikap tidak bersahabat yang ditujukan kepadanya. Dia membungkuk sebelum kemudian berlari mengejar Wendy yang sedang menelepon seseorang.

"Iya sayang, aku jemput kesana sekarang. Iya, kamu sabar dong. Aku baru aja beres meeting ini."

Irene hanya mendengarkan obrolan bosnya dengan seseorang berlabel pacar.. mungkin? Well, dia tidak terlalu peduli sih.

Tapi, sebenarnya Irene agak penasaran juga.. sebenarnya Wendy punya berapa wanita sih? Jennie pernah bercerita bahwa lelaki itu bisa membawa tiga gadis berbeda dalam satu hari--sekaligus ke rumahnya.

Darimana Jennie tahu? Irene tidak berani menebak. Agak menyeramkan sebenarnya bagaimana wanita itu tahu segalanya tentang bos ganteng mereka.

Duk!

"ADOW!" Ini kedua kalinya dahi Irene membentur punggung lebar Wendy. Dan yang sekarang sakitnya lebih intens--dia tidak sadar seberapa cepat kakinya berjalan untuk menyusul Wendy.

"Kamu hobi banget sih nabrak punggung saya, kalau mau peluk bilang aja." Kata Wendy datar, tapi sebelah bibirnya terangkat kecil--menyeringai.

"Idih amit-amit.. Mending saya meluk patung liberty sekalian." Irene mengernyit jijik membayangkan lengan kekar bosnya melingkari pinggangnya, membuat tubuh Irene yang memang kecil tersembunyi dengan sempurna dibalik badan Wendy yang harum. Ditambah--

Oke stop! Pikirannya terlalu jauh.

Irene menggeleng dengan tanpa sadar pipinya memerah malu.

Wendy hanya mengangkat sebelah alisnya melihat kelakuan gaje sekretarisnya tersebut.
"Oke terserah lah, saya mau jemput Jisoo. Jadi kamu kembali ke kantor sendiri dan bereskan pekerjaan kamu. Saya nanti pulang lagi kesana setengah 4." Ujar lelaki itu enteng.

Rahang Irene jatuh ke tanah.

KALO GITU KENAPA TADI SAYA GAK DISURUH BALIK DULUAN PAIJOOO! KAN JADINYA SAYA GAK HARUS NONTON DRAMA PICISAN BIN MURAHAN ANTARA SITU SAMA MBAK KEMBARAN KW SAYA!

Irene cemberut kesal. Kalo bukan bos, udah aku tendang masa depannya.. Nyebelin banget sih.

"Saya pulang naik apa pak?! Saya gak tau daerah sini.." Protesnya tidak terima.

"Jalan kaki."

"YAKALI! SAYA NYAMPE KAKI SAYA JADI MAKIN PENDEK NTAR!" Irene benar-benar sudah berteriak sekarang. Bodo amat sopan santun!

"Kamu tau bis atau taksi kan? Ya naik itu aja." Balas lelaki itu jengkel. Dia melirik jam tangannya dengan tidak sabar.

"Saya gak punya duit.." Irene hampir menangis. Malang benar memang nasibnya. Sudah disuruh nunggu lama, pulang di telantarkan. Mana dia lupa lagi bawa dompet karena Irene kira mereka akan langsung pulang ke kantor setelah pertemuan ini berakhir.

"Nih, nih pake duit saya. Demi tuhan kamu nyusahin banget sih.." Wendy meraih tangan Irene dengan kesal dan meletakan selembar uang 50,000 won diatas telapaknya--dengan tidak lembut sama sekali.

Mata Irene berbinar, langsung tersenyum lebar.
"Makasih bapak, kalo gitu selamat kencan. Saya tunggu setengah empat di kantor. Gak boleh telat loh ya?" Irene mengangkat tangannya membentuk finger heart sambil tersenyum from ear to ear kemudian berlari menjauh dari sana. Bisa naik taksi ini mah, ehehe..

Wendy hanya memutar mata kesal dan tanpa membuang waktu dia segera berlari kecil ke parkiran. Jangan sampai dia diomeli pacarnya karena terlambat menjemput--lagi.

Kira-kira lima belas menit kemudian, dia sampai di depan sebuah gedung tinggi yang didepan lobbynya sudah berdiri seorang bidadari yang tengah menyamar sebagai manusia.

Wendy tersenyum lebar, berlari keluar untuk memeluk wanita cantik itu.
"Hey maaf ya lama.. agak macet tadi." Katanya sambil mencium bibir Jisoo sekilas.

Sementara Jisoo hanya memanyunkan bibirnya lucu, "Kamu harus nraktir aku nanti malem karena udah bikin aku telat pemotretan."

Wendy tertawa, dia membukakan pintu mobil penumpang untuk pacarnya tersebut dengan gentle.

"As you wish princess.."

TBC

Awokowkowkwkwkwk lucu yah Irene, jadi pengen bawa pulang..

Mr. ArrogantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang