Setelah sesi saling berteriak itu, mereka akhirnya sampai di tempat tujuan. Wendy terburu-buru keluar dari mobil, disusun Irene yang masih menekuk alisnya kesal.
Ketika memasuki restoran yang besarnya bukan main, Wendy bisa melihat seseorang sedang duduk di meja pojok sendirian.
"Maaf bro, macet tadi." Kata Wendy setibanya dia di meja orang itu. Irene dengan canggung ikut duduk di samping bosnya.
Lelaki itu hanya tersenyum,
"Udah biasa kamu telat, saya enggak kaget. Hampir saya mutusin buat pulang." Katanya lalu tertawa.Wendy terkekeh kecil.
"Bagusl--""Tunggu Pak, bapak kenal sama Pak Mark?" Irene menyela dengan kebingungan.
Wendy sedikit melotot ke arahnya karena sudah berani memotong omongan atasannya sendiri--Membuat Irene sedikit malu.
Mark tertawa,
"Dia teman saya waktu kuliah dulu. Nama kamu siapa?"Irene menundukkan kepalanya sebentar, "Bae Irene Pak."
"Dia sekretaris saya, dan Mark tentang masalah yang saya bicarakan di telepon kemarin..."
"Saya mengerti Wen, tenang saja. Saya akan bantu kamu sebisa saya."
"Terima kasih my friend."
"Gak usah kaku haha, mending kita makan dulu, pasti kalian lapar kan?"
Mark mengangkat tangannya untuk memanggil pelayan, sementara Irene menarik ujung lengan jas Wendy--berniat bertanya.
"Pak, katanya ada meeting sama Pak Mark tapi kok?" Bisik Irene pelan.
Wendy menunduk,
"Saya gak ada niatan ngomongin kerjaan sekarang. Besok Mark bakal ke kantor, jadi malam ini kita cuman temu kangen aja. Makanya saya nyuruh kamu pulang."Rasanya Irene ingin membenturkan dahinya ke atas meja Sekeras-kerasnya. Bodoh banget, ngapain juga tadi aku sok-sokan pengen nolong..
Irene meringis malu, pipinya bahkan sudah memerah tidak karuan. Dia diam-diam berdo'a semoga datang lobang hitam yang menelannya secara tiba-tiba. Atau apapun gangguan yang bisa membuat Irene lari dari sini.
Wendy menyeringai, seolah mengetahui apa yang sedang sekretarisnya pikirkan.
"Kenapa coba sok-sok pengen ikut tadi? Sekarang kamu nyesel kan?"Irene melotot sebal, tapi tidak bisa menampik perkataan Wendy.
"Ayo ayo makan, biar saya yang traktir." Suara Mark yg antusias tiba-tiba terdengar--menarik perhatian keduanya.
Irene berbinar, seenggaknya dia bisa makan gratis untuk malam ini, iya kan?
"Makasih Mark, tapi Irene baru aja gajian. Dia gak usah di traktir katanya." Celetuk Wendy iseng.
Irene yang baru mau minum tersedak karena kaget.
"Bapak hobi banget sih bikin saya keselek? Bapak ada dendam sama saya? Coba ngomong sini!" Irene menarik dasi yang diapakai Wendy, membuat lelaki itu tersedak--juga."Ka-kamu ma-u bu-bunuh saya.." Suara Wendy keluar terbata-bata. Dia mencoba melepaskan tangan gadis itu tapi damn, kekuatan Irene kalau sedang marah memang luar biasa.
Mark hanya tertawa renyah, menikmati pemandangan indah didepannya.
"Kalian cocok sekali ya kalo pacaran." Kata lelaki bule itu tersenyum lebar. Dia bahkan menopang dagunya dengan senyum idiot, seolah sedang menonton drama live.
"AMIT-AMIT SAYA PUNYA COWOK TEGA KEJAM MACAM DIA!"
"SIAPA YANG MAU SAMA DADA RATA KAYAK KAMU!"
"APAA RATAAA?!" Irene menunduk memandang dadanya yang hilang dibalik kemeja kebesaran miliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Arrogant
RomansaGanteng sih, tapi kelakuannya suka bikin orang naik darah.. Cerita Irene yang punya CEO arogan, labil, pemarah, nyebelin, suka ngatur tapi gantengnya bikin orang lupa diri.