Tiga

1.9K 126 4
                                    

Aviany menatap sekilas laki laki yang dengan konsentrasi penuh mengemudikan mobilnya. Tampak jelas dia seolah enggan menatapnya atau sedikit meliriknya. Wajahnya terlihat menegang ketika gadis itu tadi meliriknya. Wajahnya begitu tidak bersahabat. Ada sedikit rasa yang tak nyaman dengan sikapnya itu. Entahlah. Aviany sendiri tidak tahu pasti dengan perasaannya. Kembali dia meliriknya, kali ini bahkan dia sedikit menarik ujung bibirnya.

" Shihan bisa menurunkanku diujung jalan sana, aku akan berteduh di mini market saja sampai hujan reda." Ucapnya memecah keheningan. Laki laki itu bergeming. Tetap menatap fokus ke jalanan di depannya.

" Lalu jika hujan tak reda, akan semalaman kau berteduh. Mini market itu sudah tutup kan." Suaranya begitu datar. Aviany mengangguk- angguk.

" Aku akan telpon Tante untuk menjemput." Kilah gadis itu.

" Yakin Tante mu belum tidur?"

Aviany menatap ragu. Mobil berhenti tepat di depan mini market. Hujan bertambah deras. Samar samar kilat terlihat mewarnai malam. Aviany menutup matanya rapat rapat.

" Jangan ada petir ya Tuhan.." Bisiknya parau.

Haqeem menatap gadis itu. Ada debar aneh yang kembali terasa.

Aaahhh..sial, ada apa denganku..batinnya. Dia meringis seolah menahan rasa yang menjalari hatinya.

" Baiklah, jika tidak keberatan Shihan bisa antar aku ke rumah. Nirvana pearl House V."

Aviany menyerah. Matanya masih menutup dengan tubuh yang bersandar nyaman. Haqeem menyadari itu semua.

" Kenapa..?" Tanyanya sedikit lunak sambil kembali menjalankan mobilnya.

" Kenapa.?" Aviany balik bertanya.

" Kamu..takut.." Ragu Haqeem bertanya. Gadis itu menggeleng lemah.

" Sedikit." Jawabnya cepat. Haqeem tidak bertanya lagi. Aviany merasa lega.

Perjalanan yang memakan waktu hanya lima belas menit itu, mereka lalui dengan keheningan. Ketika mobil berhenti di depan rumah bercat hijau cerah, sesuai yang disebutkan Aviany. Gadis itu masih duduk nyaman dengan mata tertutup rapat. Haqeem menatapnya. Gelenyar aneh dirasakannya. Haqeem menyadarinya kali ini. Tangannya terangkat seakan hendak mengusap pipi mulus di depannya tapi dia mengurungkannya. Dia memicingkan matanya lalu menggeleng cepat. Menghembuskan napasnya kasar, seolah berusaha mengenyahkan hasrat yang mengganggunya.

" Kamu pasti kelelahan." Gumamnya. Haqeem menarik napas panjang lalu menghembuskannya berlahan.

" Hey..bangun..sudah sampai."

Suara itu dingin dan datar. Inginnya dia memanggil nama gadis itu dan mengucapkan kata kata tadi dengan lembut, tapi ada sesuatu yang seolah melarangnya melakukan semua itu. Haqeem menatap gadis itu dengan tatapan seolah cemas dan sedih berpadu di wajahnya. Aviany terkesiap. Matanya nyalang menatap sekitar.

" Maaf.." Ucapnya lirih.

Tergesa dia membuka pintu mobil lalu keluar dan menerobos hujan menuju rumah.

" Terima kasih.." Teriaknya berusaha mengalahkan derasnya hujan.

Haqeem segera menjalankan mobilnya. Hatinya berdesir. Terasa linu tapi nyaman. Dia menggelengkan kepala. Raut kesal begitu kentara. Matanya terpejam sekilas. Bayangan wajah Aviany yang berkelebat.

" Shit..!!!" Makinya kasar. Haqeem tidak dapat membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya.

Pertemuannya dengan gadis kecil itu membuatnya merasa tidak karuan, itu dirasakan ketika tadi pertama kali betatapan dengan gadis itu. Haqeem merasakannya dan menyadarinya. Dia seorang laki laki dewasa dengan usia mendekati 25 tahun. Dia bisa menyimpulkan dengan cepat perasaannya. Perasaan yang selama ini belum pernah dirasakannya. Perasaan yang akan selalu dia hindari. Tapi rasa yang kini terasa begitu kuat. Haqeem kembali menghembuskan napas kasar.

" Aku harus menghindarinya." Tekadnya mantap.

Langkahnya gontai memasuki rumahnya yang megah. Suasana sepi menyambutnya. Hujan masih terdengar menggemuruh. Nanar dia menatap kilat yang berkelebat.

" Semoga tidak ada petir." Lirihnya.

Pikirannya menerawang mengingat wajah dengan mata terpejam yang tadi berucap sama.

Aaahh...erangnya marah.

Dia seolah merasa kalah. Tekadnya kali ini seakan tidak akan pernah terwujud. Dia mengacak rambutnya kasar.

" What the hell are you..!!" Umpatnya geram.

Sementara itu, Aviany memasuki rumah yang sudah sepi. Sepertinya Tante dan Bi Nora sudah tidur. Dia tergesa menuju kamarnya. Rasa lelah begitu terasa menyergap tubuh mungilnya.

Memasuki kamarnya yang nyaman. Aviany segera menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Memakai baju tidurnya dan segera bergelung dibalik selimut. Hujan masih setia menemani. Beruntung hanya kilatan samar yang mewarnai hujan, tidak ada petir yang memekakkan telinganya. Petir yang selalu membuatnya gemetar ketakutan.

Sebelum matanya terlelap dia masih sempat menghadirkan bayang Shihan yang tadi mengantarnya. Sosok yang menatapnya dengan mata tajam. Sosok yang berkata kata dengan dingin dan datar. Sosok yang seolah menyimpan misteri yang ingin dipecahkan. Sosok yang membuatnya penasaran.

" Sombong..tapi manis." Gumamnya dengan senyum.

True Love ( Completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang