Aviany menatap kedatangan seorang laki laki yang menatapnya tajam tanpa senyum. Dia menoleh menatap sekelilingnya yang mengangguk dengan senyum sopan walaupun semua itu tidak disambuti sama oleh laki laki itu. Sombong, batinnya. Dia berdecih. Lalu menantang tatapan mata elang itu. Laki laki itu memalingkan mukanya. Gadis itu tersenyum kecut.
" Kenapa kau tidak tersenyum, anak baru." Bisik gadis berambut hitam legam disebelahnya.
" Memangnya harus.?" Tanyanya ketus.
Dia terus menatap kedepan dengan fokus yang tidak terganggu sedikit pun. Gadis yang tadi berbisik pun terdiam. Mereka melanjutkan mengikuti intruksi dari Senpai di depan.
Latihan malam ini membuat Aviany sedikit kelelahan. Bagaimana tidak. Setelah pulang sekolah, dia langsung membantu Tantenya menjadi pelayan di mini marketnya. Walaupun Tantenya tidak meminta, dia cukup tahu diri karena hidup menumpang dengan Tantenya itu.
Lalu sore hari dia mengerjakan tugas sekolahnya yang cukup banyak hari ini dan setelah makan malam dia menuju Dojo untuk latihan.
Lelah. Yah inilah yang dijalaninya beberapa hari belakangan ini. Kematian kedua orang tuanya membawanya tinggal di kota kecil ini bersama Tantenya, adik dari ibunya. Sementara kakak lelakinya tinggal bersama sahabat ayahnya di Amerika.
Kesedihan akan kehilangan orangtuanya dan berpisah dengan kakaknya tidak membuat Aviany terpuruk. Dia gadis kuat. Dia menyibukkan diri dengan berbagai macam kegiatan. Dia selalu menggumamkan semangat untuk dirinya. Aku harus kuat agar ibu dan ayah tidak sedih disana.
Lalu dia menapaki harinya dengan tekad itu. Hanya saja dia jadi jarang tersenyum, apalagi tertawa. Ķecemasan terkadang terlihat jelas diwajah cantiknya. Cemas akan sesuatu yang buruk mungkin saja akan terjadi karena orang tuanya meninggal dengan cara tidak wajar. Saingan bisnis ayahnya membunuh mereka dengan sadis. Maka dari itu dia dan kakaknya harus pergi menjauh dari rumahnya, dari kota tercintanya. Meninggalkan semua sahabat dan kenangan. Dia juga terus menempa diri dengan latihan jurus jurus untuk pertahanan diri. Untuk itulah dia selalu menjaga kesehatan dirinya. Agar selalu siap ketika kelelahan seperti saat ini menyerangnya. Gadis itu menghirup napas dalam dalam lalu menghembuskannya dengan perlahan, berharap bebannya sedikit berkurang.
" Avi..Avi..hey..jangan melamun."
Suara itu lembut tapi cukup membuatnya terkesiap. Dia mendongak menatap Donny, Senpai yang melatihnya.
" Berani menunjukkan aksimu dengan Shuseki Shihan." Lanjutnya.
" Hah..aku.."
Aviany menatap ragu. Donny mengangguk. Aviany menatap laki laki yang disebut Shuseki Shihan tadi yang ternyata laki laki yang tadi menatapnya tanpa senyum.
" Untuk apa seorang Shukesi Shihan mau melihat aksiku. Bukankah tidak sebanding seorang top position beradu aksi denganku yang menjadi Senpai saja belum."
Suaranya ketus. Wajahnya datar tanpa senyum. Donny terkejut dibuatnya, begitu pun yang lain. Sementara Haqeem hanya menatapnya dingin.
Gadis ini menyebalkan tapi bikin penasaran, gumam Haqeem.
" Aku mendapatkan laporan bahwa ketika di Dojo Ryu, kau sebenarnya sudah menjadi kenshusei, jadi tidak ada salahnya kan bermain main denganku sebentar sebelum pulang."
Suara Haqeem datar tapi beraura perintah. Aviany tidak lagi bisa mengelak. Dia melangkah pelan menuju kehadapan Haqeem yang menunggunya.
Donny siap menjadi wasit. Kumite itu berjalan seru. Skor Sambon, Wazari dan Ippon terus bergulir karena tendangan Jodan dan Chudan mereka lancarkan dengan luwes. Lalu semua selesai dengan skor Sambon dikantongi Haqeem lebih banyak. Tentu saja itu akan terjadi mungkin akan malu jika itu tidak terjadi.
" Kau hebat."
Hanya itu yang dikatakan Haqeem ketika laga itu berakhir. Aviany hanya menarik ujung bibirnya sekilas. Dia kemudian berlalu ke ruang ganti. Meninggalkan Haqeem yang menatapnya dengan kilatan mata kagum yang berusaha disembunyikannya.
" She's amazing...right Shihan." Ucap Donny.
Haqeem terdiam menatap Donny yang menangkapnya menatapi kepergian Aviany ke ruang ganti.
" Attractive." Desisnya.
Haqeem berlalu ke ruangannya. Donny mengulum senyum.
Malam ini seperti malam kemarin, Aviany menapaki jalan pedestrian dengan langkah lamban. Lelah menderanya. Satu satu tetes air mulai turun membasahinya. Gerimis mengundang, gumamnya dengan senyum hambar. Sedikit bergegas dia mencapai shalter. Sudah hampir lima belas menit dia menunggu tapi angkutan umum belum juga terlihat. Sebuah mobil menepi dan kacanya terbuka. Seseorang menatapnya dengan tatapan datarnya.
" Ayo aku antar, hujan hampir turun." Ajaknya dengan suara sedikit keras. Aviany menatapnya tanpa ekspresi. Dia melangkah perlahan lalu membuka pintu mobil dan segera masuk dan duduk dengan nyaman.
" Terima kasih." Ucapnya. Tak ada sahutan, hanya suara lagu mengalun sesaat setelah tangan si pengemudi memijit tombol on di audio mobil. Lalu mobil melaju membelah malam gerimis yang mulai sepi.
KAMU SEDANG MEMBACA
True Love ( Completed )
Ficțiune generalăHaqeem El Barrack tidak pernah menyangka, dikehidupannya yang selalu berteman dengan kekerasan dan kegelapan ternyata menemukan cahaya dari cinta tulus seorang gadis lugu. Gadis yang tanpa malu dan takut mengakuinya sebagai kekasihnya. Selama ini Ha...