46. Ospek.

18 4 4
                                    

Seminggu sudah berlalu, hari ini adalah hari pertama masuk sekolah, begitu pun Bintang. Ayah memasukannya ke sekolah dasar terdekat.

Setelah terlibat obrolan serius dengan Ayah dan Bunda. Papa bilang akan melaporkan Bang Satria dan teman-temannya pada Polisi, karena telah menyiksa dan memeras anak-anak itu, dan mereka akan di pindahkan ke panti asuhan milik Om Herman, Polisi yang hingga saat ini masih menangani kasus kecelakaan Rizky, karena pelakunya belum diketahui, sebab minimnya informasi.

***

Kami--aku dan Rizky-- berjalan menuju kelas, kebetulan kami satu kelas kembali bahkan bersama Syifa,  Sedangkan Aneta di kelas lain.

Saat masuk kelas terlihat Syifa sudah ada di dalam, kami pun menghampirinya. Katanya dia sudah memilihkan bangku untuk kami,  tepat di depanya.

Karena Rizky sedang ke toilet, aku duduk di sebelah Syifa dulu sambil menemani Syifa sebelum ada temannya. Namun, tiba-tiba saja kursi Rizky diduduki seorang siswa yang baru datang, Kami--aku dan Syifa--saling berpandangan, bersamaan Rizky pun masuk.

"Hei itu kursi gue!" teriak Rizky dari depan pintu.

Cowok itu hanya cuek, seolah tidak tau kalau Rizky tengah bicara dengannya,  dengan penuh amarah Rizky pun menarik buku yang tengah di bacanya, lalu menyimpannya di meja.

"Elo?" Ucap Rizky tak percaya saat melihat wajah siswa itu, karena penasaran aku dan Syifa pun menghampiri mencari tau siapa yang berhadapan dengannya.

"Woy, Gio! Lo sekolah di sini?" Syifa menyapa si batu itu hangat, sepertinya mereke saling kenal. Ketika mengetahui siswa itu adalah si batu repleks mata membulat, tak menyangka akan bertemu lagi dengannya.

"Huh, males deh ketemu cowok batu lagi," gumamku pelan. Namun pria itu langsung menatapku tajam. Sudah kubilang matanya kecil, mungkin hanya sebesar kelereng, tapi saat ia menatap seperti itu, aku jadi merinding, tapi, tetap bersikap sok berani.

"Emang, gue mau ketemu cewe labil kaya lo?" cetusnya santai.

"Maksud lo apa ngatain dia labil?" Rizky tersinggung, dia hampir saja menonjok Gio kalau aku  tak langsung menghalanginya sedang Syifa menarik Gio yang ikut tersulut emosi.

"Udahlah, kenapa sih kalian kesel banget sama Gio? Kalian udah kenal dia?" tanya Syifa bingung.

"Nyokapnya temen nyokap gue!" jawabku ketus sambil terus merangkul Rizky.

"Kalo nyokap kalian temenan, harusnya kalian juga temenan dong!" ucap Syifa bijak.

Benar kata Syifa, tapi, apa bisa aku dan Gio berteman? Soalnya aku dan dia seperti air dan minyak, kalau bertemu dengannya aku suka kesal sendiri. Rizky dan si batu masih terus saling tatap, seolah ingin saling memakan satu sama lain. Ih, serem.

Tak lama bel pun berbunyi, seorang guru parempuan berkemeja cokelat dan ber-rok hitam masuk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tak lama bel pun berbunyi, seorang guru parempuan berkemeja cokelat dan ber-rok hitam masuk. Dia menghampiri kami yang masih berdiri dan saling tatap, karena si batu tak mau enyah dari kursi Rizky.

Belahan Jiwa AlishyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang