Jangan Nakal!

13 4 0
                                    


Wajah Kak Rayan terlihat merah padam, sepertinya ia sedang marah besar. Sungguh, aku lebih suka melihatnya saat tersenyum dari pada seperti itu.

"Kakak marah ya?" tanyaku sangat pelan karena takut.

"Kakak gak marah, cuma kakak gak suka lihat kamu dan Rizky seperti tadi, kalian sudah dewasa bukan anak kecil lagi, harusnya kamu belajar menjaga jarak, biar bagaimanapun kalian bukan makhram," ucap Kak Rayan tegas.

"Maafin Kei, Kak," lirihku seraya menunduk.

Pria kalem itu menarik nafas perlahan dan menghembuskannya, lalu terlihat tangannya mengelus dada seraya beristigfar.

"Gak apa-apa, tapi ... mulai sekarang jangan terlalu sering berduaan di kamar dengan laki-laki yang bukan makhrammu, Dek. Meskipun kalian tidak melakukan apa-apa, tapi pandangan orang 'kan berbeda."

"Tapi Rizky sahabatku, Kak."

"Iya kakak tau, kakak gak akan melarang adek berteman atau bersahabat dengan siapapun. Namun, kaka minta ... adek harus bisa menjaga adzab dalam pertemanan. Kurangi kontak fisik dengan lawan jenis, kalau bisa hilangkan! Biar lebih jelas lagi,  adek baca buku ini! Biar adek tau batasan-batasan dalam berteman dengan lawan jenis," jelas Kak Rayan dengan lembut, lalu ia menyerahkan sebuah buku yang entah dari mana ia bawa. Aku mengambil buku itu seraya tersenyum dan mengangguk.

"Maafkan kaka ya, kalau perkataan kaka tadi buat kamu tersinggung," ucap Kak Rayan.

"Gak apa-apa Kak, Kei seneng Kakak bicara seperti itu, dengan begitu Kei bisa memperbaiki sikap Kei yang kurang baik, secara perlahan. Maafin Kei juga ya, pasti banyak tingkah Kei yang selalu bikin Kaka kesel." Kak Rayan mengangguk sambil tersenyum.

"Kita sama-sama memperbaiki diri ya, Dek!" gumamnya. Aku mengangguk menanggapi ucapannya.

Tak lama Rizky datang dengan membawa setumpuk buku yang ukurannya besar dan tebal, entah apa yang ada dalam pikirannya, membaca buku sebanyak itu? Ya Tuhan, profesor terkenal pun pasti mikir dua kali.

"Serius lo beli itu semua, Ky?" tanyaku.

Rizky mengangguk, sambil cengengesan.

"Beli yang pentingnya saja, Dek! Gak usah banyak-banyak. Kadang cover buku dan penulisnya saja yang berbeda, isinya bisa saja sama." ucap Kak Rayan sambil menatap adiknya.

"Bingung Kak milihnya, pilihin deh!" ucap Rizky, Kak Rayan menggeleng dan tersenyum, ia mengambil satu persatu buku di tangan Rizky lalu membaca daftar isinya. Tak lama ia menyodorkan dua buah buku yang menurutnya pas buat kami.

Setelah selesai membeli buku, kami mampir ke sebuah lestoran, sekedar mengganjal perut yang terasa lapar.

Kak Rayan melambaikan tangannya memanggil pelayan, tak lama pelayan laki-laki datang menghampiri lalu menyodorkan daftar menu pada kami.

"Kalian mau makan apa, Dek?" tanya Kak Rayan yang masih fokus menatap buku menu.

"Lo mau makan apa, Shya?" Rizky malah balik tanya.

"Terserah calon imam saja," jawabku sambil melihat wajah Kak Rayan yang sedang melihat ke arah kami. Kak Rayan diam sejenak lalu melihat menu kembali.

"Nasi goreng sama lemon tea-nya tiga ya, Mas!" ucap Kak Rayan pada pelayan itu, dan dijawab anggukan oleh si pelayan.

Sambil menunggu hidangan tersaji, aku mengeluarkan Hp yang sejak tadi tersimpan di tas,  empat pesan dari Gio.

[Alishya, gue janji gak bakal manggil lo dengan panggilan Ali lagi, asal lo mau maafin Syifa.]
[Alishya balas! Gue gak mau lihat Syifa sedih.]
[Dia sudah nyaman berteman dengan lo, memang niat awalnya emang gak baik, tapi percayalah dia akan berubah.]
[Gue yakin lo orang baik, gue mohon maafin Syifa! Dia sedih banget!]

Belahan Jiwa AlishyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang