Empat belas

9.3K 579 12
                                    

Cek mulmed🎶
Pacify Her - Melanie Martinez
__________

Mella dengan langkah terburu-buru keluar dari bilik toilet menuju wastafel untuk mencuci tangan. Dia harus segera ke rumah Dimas untuk memeriksa keadaannya. Tepat saat bel pulang terdengar sepuluh menit lalu, Dimas menelponnya dengan suara serak, memberi tahunya kalau ia sedang demam.

Mengerti dengan keadaan rumah Dimas yang hampir sepi setiap hari pun, Mella memutuskan untuk merawatnya saja hari ini.

Mella sedikit menunduk untuk membasuh wajahnya agar sedikit terlihat segar, namun seseorang lebih dulu mendorong kepalanya keras hingga tulang pipinya menghantam keran air. Rasa kebas seketika menjalar di area kanan wajahnya, membuatnya langsung terduduk saat tubuhnya tidak bisa lagi menyeimbangkan diri.

"Perusak! Lo udah ada Aksa, tapi masih aja mau rebut milik orang?!" Rara berdiri menjulang dihadapan Mella yang kini mendongak menatapnya.

Mella berdiri, mengambil jarak aman dengan Rara yang terlihat murka. Tidak ada tangis di sana, meskipun kini wajahnya mati rasa dan terluka. Percuma, menangis tidak akan membantunya sama sekali, itu justru hanya akan membuatnya terlihat lemah. Jadi yang ia lakukan sekarang hanyalah berdiri dengan ekspresi bingung, mencoba mendengar semua keluh kesah dan makian yang akan dikeluarkan Rara untuknya.

"Apa maksudmu? Aku gak ngerti." Mella bertanya pelan. Benar-benar tidak mengerti dengan tujuan Rara hingga berani melukainya.

Mendengus kasar, Rara maju menarik rambut panjang Mella yang tergerai, menjambaknya keras membuat Mella meringis kesakitan, kedua tangannya menahan tangan Rara untuk mencoba melepasnya, namun tetap gagal.

"Lo tanya maksud gue apa? Setelah semua yang lo lakuin selama ini, lo masih nanya maksud gue apa?" Rara berdecih, air mulai mengalir dari matanya yang memerah.

"Di sana!" Rara menunjuk jauh ke belakang tubuh Mella. "Sahabat gue hampir mati karna overdosis, dan lo masih nanya maksud gue? Hati lo kemana hah! Apa salah Nadine sama lo? Dia cewek yang baik, dia lebih pantes dapetin Dimas dari pada jalang kayak lo."

Rara mundur perlahan, menutup wajahnya yang memerah karena menangis dengan tangannya.

"Hatiku? Hatiku sudah lama mati. Aku gak peduli sama apa yang Nadine alami. Dia kaya, dia bisa dapat apa saja dengan uang miliknya. Dia punya orang tua, dia punya harta benda, dia punya sahabat seperti kamu. Seharusnya itu sudah cukup kan?" Mella menatap datar pada Rara yang kini memandangnya.

"Sedangkan aku, aku mungkin sudah mati kesepian kalau tidak ada seseorang yang peduli seperti Dimas, yang rela meluangkan sedikit waktu untuk menemani gadis menyedihkan sepertiku." Mella menahan napas, tidak ingin menangis dan terlihat semakin menyedihkan.

"Di saat orang lain memandangku seperti sampah, Dimas tanpa jijik mendekat dan menawarkan diri untuk menjadi temanku. Jadi tolong biarkan tetap seperti itu. Aku lebih membutuhkan Dimas." Mella menghela napas panjang setelah menyelesaikan ucapannya, berlalu keluar dari toilet tanpa menatap Rara yang kini semakin memandangnya benci.

"Dasar egois!" teriak Rara menggema, masih terdengar meskipun kini Mella sudah berjalan menjauh.

"Memang." jawab Mella pelan.
__________

"Dimas, kamu ngapain duduk di luar?" Mella berlari mendekati Dimas yang duduk menyender di depan pintu dengan selimut yang menutupi seluruh tubuhnya. Menempelkan tangannya pada dahi dan leher Dimas yang terasa panas.

"Lama! Gue nungguin lo dari tadi." Dimas mengelap ingusnya yang meleber dengan selimutnya.

"Maaf, tadi ada masalah sebentar." ucap Mella, melepas tasnya kemudian mencari sesuatu di dalam.

LOST [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang