Tiga puluh

9.1K 326 4
                                    

Cek mulmed🎶
CARYS - Princesses Don't Cry
__________

"Dia gila!"

Viola berdiri di ambang pintu ruangan Ravindra yang ada di restoran Violet, dengan napas memburu. Ravindra mengangkat sebelah alisnya tak mengerti, namun kembali berkutat dengan data-data yang ada di atas mejanya. Viola selain ceroboh, juga tidak bisa berbicara dengan benar membuatnya kadang-kadang jengah.

"Mas! Mela sakit jiwa kan?" Viola menghampiri Ravindra ke mejanya sambil mengangkat berkas rumah sakit tentang kejiwaan Mella. Lupakan sakit hatinya karena hampir diperkosa oleh pria di depannya ini. Menyingkirkan Mella lebih dari segalanya sekarang.

"Kamu ...." Ravindra berdesis antara terkejut dan geram.

"Saya setuju untuk menikahimu, bukan berarti kamu bebas menggeledah kamar saya!"

Dengan cepat Viola mundur menyimpan berkas itu ke belakang tubuhnya saat Ravindra maju ingin merebutnya. "Mas tau bukan itu yang kita bicarakan sekarang! Caramella, dia gila dan kamu membiarkannya keluar dari rumah sakit."

"Dia sudah sembuh!"

"Jadi mana buktinya?! Buktikan kalau dia memang sembuh atau aku akan menelpon rumah sakit jiwa dan membongkar semuanya!"

Dak! Ravindra mendorong bahu Viola dan menekannya di lemari kayu. Tatapannya menajam.

"Dia. Tidak. Gila!" jelas Ravindra. "Jadi pergilah dan jangan pernah ikut campur masalah ini lagi, atau pernikahan itu tidak akan pernah ada." lanjutnya datar. Matanya tidak melepas tatapan tajamnya pada mata penuh amarah milik Viola.

"Kalau kamu tidak memiliki bukti kalau dia sudah sembuh, aku yang akan mencari bukti kalau dia benar-benar gila." ucap Viola keras kepala. Kedua tangannya mendorong tubuh besar Ravindra dan dengan cepat berjalan menuju pintu. "Dan satu lagi. Menikah dengan kamu sudah bukan inginku. Batalkan jika memang itu maumu, aku tidak peduli. Aku tidak akan menghabiskan waktuku untuk memperjuangkan seseorang yang tidak benar-benar menginginkanku." kata Viola datar, tidak ada raut gentar di sana.

Viola tahu betul ucapannya tadi bisa saja Ravindra respon dengan senang hati dan hubungan mereka akan benar-benar berakhir. Tapi membiarkan Mella hidup tenang setelah menghancurkan hubungannya membuatnya tidak akan diam saja.

"Viola! Lupakan Caramella dan kita akan tetap menikah bulan depan."

Viola menghentikan gerakan tangannya yang akan memutar ganggang pintu, tetap berdiri tegak membelakangi Ravindra yang kini semakin mendekat ke arahnya.

Kedua tangannya mendarat pada kedua lengan Viola, sedangkan kepalanya kini bertumpu pada bahu kecil gadis itu. "Aku ... berantakan, Viola. Aku tidak tau apa yang benar-benar aku inginkan. Mella, dia kesepian saat aku menemukannya di rumah bordil ibunya. Dia masih kecil saat itu dan hidupnya mengerikan, aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja di sana." Ravindra bercerita dengan mata berair, bahu Viola basah dengan air mata pria dewasa itu.

Kedua lengan kekarnya turun kemudian memeluk pinggang Viola, memang tidak berisi seperti milik Mella, namun Ravindra dapat merasakan kehangatan berbeda dari tubuh kurus Viola. Bukan kehangatan seperti saat ia dan Mella bercinta, namun kali ini lebih hangat hingga sampai di dadanya, hatinya.

"Dia seharusnya bisa hidup normal seperti gadis lainnya, bersekolah, belanja, atau sekedar bermain bersama temannya. Tapi Mella tidak bisa, dia terkurung di sana, Viola, Mella kehilangan dirinya di sana dan aku tidak bisa membiarkannya terus seperti itu." Ravindra tercekat, pelukannya mengerat pada tubuh Viola yang kini berusaha melepas pelukannya.

"Aku menginginkanmu, Viola. Tapi Mella, dia ketakutan. Dunia ini mengerikan baginya, dia butuh pendamping."

Viola menatap mata Ravindra lamat-lamat. Sedikit tahu cara menarik garis besar dalam cerita pria itu.

LOST [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang