Dua puluh

8.7K 509 13
                                    

Cek mulmed🎶
When Your Gone - Avril Lavigne
__________

Berita kematian dari putri tunggal pengusaha media sukses tanah air, begitu cepat tersebar. Bahkan belum genap dua puluh empat jam, berita online, surat kabar, juga pertelevisian berlomba-lomba untuk memberitakan kabar tersebut. Berbagai perspekulasi penyebab kematiannya santer tersebar di masyarakat, mulai dari bunuh diri, overdosis, hingga penyakit mematikan.

Pihak keluarga masih enggan untuk membuka suara kepada media, dan kabarnya, besok sore adalah hari dimana jenazahnya akan dimakamkan.

"Heh, lo! Sini!" Dimas menunjuk salah satu siswa yang tengah berkumpul di dekat area parkir. Melepas helm, Dimas kemudian turun dari motornya dan menoleh pada siswa yang dipanggilnya tadi. "Ada apa? Kok dari tadi keliatannya rame banget?"

"Lo ga tau?" tanya siswa itu ragu. Pasalnya berita itu, kini tengah menjadi sorotan dan trending dimana-mana. Apa lagi dengan status Dimas yang pernah menjalin hubungan dengannya, membuatnya ragu jika Dimas tidak tahu sedikitpun tentang berita itu.

"Tau apaan?" Dimas bertanya, dia berkaca di spion motor, tangannya memperbaiki jambulnya yang jatuh ke dahi.

"Nadine meninggal."

Dimas menghentikan kegiatannya, tubuhnya berdiri kaku dengan rahang mengetat. "Tau dari mana lo!?" Dimas mendorong bahu siswa tersebut hingga terjungkal ke belakang, tangannya menarik kerah seragamnya. "Kalau ngomong tuh pake otak! Lo mau gue tonjok, hah!?"

"Ampun, Dim! Gue gak bohong, pihak rumah sakitnya sendiri yang ngabarin kematiannya tadi malem." Siswa itu melindungi wajahnya dengan kedua tangannya, jaga-jaga jika Dimas melayangkan tinjuan di wajahnya. Tapi ternyata tidak, Dimas berdiri, meludah ke samping, kemudian naik ke motornya dan berlalu pergi.

Nadine meninggal? Itu tidak mungkin, dia baik-baik saja kemarin. Dia masih bisa menyatakan cintanya. Kenapa secepat itu.

Dimas melajukan motornya cepat ke rumah sakit. Memastikan sendiri berita itu, berharap itu hanyalah sebuah kebohongan. Nadine tidak mungkin pergi secepat itu.

Dimas menghentikan motornya sembarangan, tidak peduli pada papan peringatan, tanda dilarang parkir yang ada di dekatnya. Tubuhnya menerobos kerumunan wartawan yang menghalangi jalannya, mengabaikan seruan-seruan protes dari beberapa orang yang tak sengaja terdorong olehnya.

Setelah berhasil masuk, Dimas langsung melarikan langkahnya pada tangga darurat, merasa lift akan membuang waktunya terlalu lama. Dimas sampai dilorong tempat kamar perawatan Nadine sebelumnya berada. Menahan napas saat mendorong pintu pelan, sepi. Ada sedikit kelegaan di sana, mungkin Nadine sudah pulang, dan nyatanya berita itu benar adalah kebohongan belaka.

Dimas dengan napas memburu, bersandar pada dinding rumah sakit. Mengatur napasnya sebelum telinganya mendengar tangisan meraung dari ujung lorong. Jantungnya kembali memompa kuat, kakinya berjalan tanpa komando.

Semua orang di sana. Hatinya mencelos, terkejut saat tiba-tiba sebuah telunjuk mengarah kepadanya.

"Diaa!! Dia yang buat Nadine kayak gitu! Dia penyebab Nadine ninggalin kita semua!!" Rara dengan wajah kacau, berteriak menunjuk Dimas.

Nadine seharusnya sedang tertawa sekarang, jalan-jalan ke dufan bersamanya dan mencoba semua permainan. Berbelanja ke mall dan memborong semua barang kesukaannya.

Nadine gadis manis, sahabat terbaik yang pernah Rara miliki. Nadine berhak bahagia, hidupnya masih panjang jika saja dia tidak bertemu dengan lelaki sialan itu. Rara bahkan masih bisa melihat senyuman lembut itu kemarin. Rara bisa melihat rona pada wajah cantik itu ketika melihat Dimas mengunjunginya. Jika saja Rara tahu Dimas adalah maut bagi Nadine, demi Tuhan, Rara yang akan lebih dulu menyerang Dimas.

LOST [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang