Sembilan belas

8.3K 471 6
                                    

Cek mulmed🎶
Ebony Day - Somebody Else
__________

Nadine dengan pandangan menerawang, menatap pohon rindang yang ada di taman belakang rumah sakit dari ruang perawatannya. Di sana ramai. Ada dua anak kecil yang berlarian bermain bola, ditemani dua orang dewasa yang sedang memangku batita dengan tawa berderai karena melihat salah satu anak laki-laki itu terkena bola tepat diwajahnya.

Nadine tidak tahu sebenarnya siapa yang sakit diantara mereka, mereka terlihat bahagia menikmati waktunya. Tidak sepertinya yang hanya di dalam kamar, menikmati udara dari balik jendela.

"Lo udah makan?"

Nadine menoleh ke asal suara. Tersenyum kecil dengan anggukan pelan. "Udah kok. Tadi ada suster yang nganterin makanan. Lo bawa apa?" Nadine melirik tas yang dijinjing oleh Rara, sahabatnya.

"Tebak dong." Rara dengan cengiran mendekat, menarik Nadine untuk duduk di sofa.

"Lo jadi pegawai salon sekarang?" Terkekeh pelan, Nadine mengeluarkan perlengkapan make up dan skincare milik Rara.

"Iya dong. Besok kan lo udah bisa pulang, jadi gue harus pastikan lo tetep cetar mempesona di depan publik."

"Okay." Nadine hanya pasrah saja ketika Rara mulai membersihkan wajahnya dengan air hangat, mengelapnya pelan kemudian menempelkan sheet mask.

"Lo tau ga, Nad? Si sialan gula-gula itu harusnya dikeluarin aja dari sekolah. Dia itu bisa jadi aib sekolah kalau tetep dipertahanin." Rara menggosok lengan Nadine dengan lulur mawar kesukaannya sembari berceloteh dengan ekspresi kesal. "Ibunya pelacur, anaknya juga ikut-ikutan. Jijik banget sumpah."

Nadine mengabaikan ujaran kebencian dari Rara untuk Mella. Otaknya kini tengah berpikir keras. Yang tahu tentang kehidupan kelam ibu Mella hanya dia dan Aksa, lalu siapa yang menyebarkan itu semua. Tidak mungkin Aksa, kan? Aksa sangat melindungi Mella, mencintainya juga. Mungkin menyakiti Mella adalah hal yang haram bagi Aksa. Lalu siapa?

"Lo tau siapa yang nyebarin itu?"

Gerakan tangan Rara berhenti, pandangannya beralih pada wajah Nadine. "Mana gue tau, hatersnya kali." jawab Rara cuek.

"Lo ya?" tebak Nadine random.

Rara melotot kaget. "L- loh, kok gue?" Saking terkejutnya dengan todongan Nadine, Rara bertanya gugup.

Nadine tertawa kecil melihat respon Rara. "Lo kan salah satu hatersnya, bisa jadi, kan?"

"Sialan lo, mana mungkin gue. Walaupun gue turut andil bully dia waktu itu, bukan berarti gue yang nyebarin. Lo kira gue FBI bisa nyelidikin kejadian lama banget." Rara bersungut, beralih menggosok kaki Nadine dengan sedikit keras.

"Becanda ih, pelan-pelan dong." Nadine tertawa, menepuk tangan Rara sekali untuk menghentikan gosokannya.

Rara lanjut membersihkan tangan dan kaki Nadine dengan lap bersih kemudian melepas sheet masknya.

Tok tok tok.

Keduanya menoleh ke arah ketukan, di sana Dimas berdiri diambang pintu membawa satu tangkai bunga mawar putih ditangannya. Rara tersenyum kecil, Dimas pasti ingin kembali bersama Nadine setelah tahu gadis pujaannya adalah anak pelacur, atau mungkin dia juga sekarang menjadi pelacur. Dasar menjijikkan.

Rara memakaikan lipbalm dibibir Nadine, memberikan kepalan tangan sebagai bentuk memberikan semangat kemudian mengedipkan sebelah mata. "Gue balik dulu. Besok gue ke sini lagi buat nganterin lo pulang. Salam buat bonyok lo ya. Byee ...." Rara memberikan kiss jauh sebelum berlalu keluar ruangan.

LOST [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang