Tujuh belas

8.3K 479 10
                                    

Cek mulmed🎶
Christina Perri - Human
*
17+
__________

"Aksa, cepat turun! Kita tidak punya banyak waktu."

Prabu mendorong pintu kamar Aksa, menampilkan Aksa yang tengah duduk di ujung kasur dengan koper yang terbuka didekatnya.

"Apa yang kamu lakukan? Cepat masukkan pakaianmu."

Aksa berdiri gusar. "Kalian bisa pergi lebih dulu. Aku bisa menyusul kalian nanti." jelas Aksa untuk yang kesekian kalinya.

Pagi-pagi sekali orang tuanya membangunkannya menyuruhnya mengemas pakaian untuk dibawa ke Australia. Mengabarkan neneknya yang tiba-tiba terkena serangan jantung dan mengalami kritis.

"Apa yang kamu tunggu di sini? Menunggu nenekmu meninggal baru datang menemuinya? Dia butuh dukungan kita untuk tetap semangat. Dia butuh kamu yang sebagai cucu pertamanya."

Aksa tahu semua itu, dia ingin pergi tapi entah kenapa seperti ada yang menahannya. Dia ingin tetap di sini untuk sementara waktu.

Prabu memasukkan asal pakaian Aksa, menutup koper kemudian menariknya. "Cepat! Jet sudah menunggu kita di bandara." tutup Prabu, menolak bantahan yang mungkin akan dikeluarkan Aksa lagi.

Aksa dengan berat hati mengikuti jejak Prabu yang lebih dulu keluar dari kamarnya. Menyusun koper di bagasi mobil, masuk dan duduk dikursi kemudi yang disusul Farah yang sedari tadi hanya diam dengan wajah khawatir. Kemudian Aksa yang kini memposisikan dirinya dijok belakang.

Tangannya meraih ponsel yang ada di saku celana, menimang-nimang apakah ia akan menggubungi Mella atau tidak. Mengingat terakhir kali mereka bertemu Aksa tidak terlalu suka melihat kedekatan Dimas dan Mella. Dimas hanyalah orang asing yang menurutnya berbahaya. Dia bisa saja menyakiti Mella atau memaksanya seperti dulu saat di gudang sekolah.

Aksa lah yang seharusnya lebih pantas menemani Mella, namun karena kebodohannya posisi itu tak lagi untuknya.

Mella, grandma sakit. Gue harus ke aussie sekarang.

Dan itulah pesan yang akhirnya Aksa kirim. Panggil saja ia cupu karena saat ini dia masih belum berani untuk berbicara dengan Mella.

Balasan tidak kunjung ia dapatkan hingga kini ia sudah duduk kaku dikursi jet pribadi milik keluarganya. Dengan menarik napas pelan dia memejamkan matanya lelah. Mungkin Mella sedang bersiap-siap untuk berangkat sekolah. Namun getaran kecil pada ponsel membuat Aksa mengeceknya kembali.

Take care. Semoga grandma cepat sembuh.

Balasan singkat itu sedikit membuat Aksa lega, setidaknya Mella tidak menjauhinya dan itu adalah kabar baik untuknya. Aksa menghela napas pelan, menenangkan perasaannya yang gundah dan tidak nyaman. Mungkin memang dia terlalu khawatir kepada neneknya atau ... entahlah, dia tidak tahu. Dia akan meninggalkan masalahnya sejenak di sini dan akan fokus untuk kesembuhan neneknya yang ada di Australia.

Aksa menoleh sejenak pada Prabu dan Farah yang duduk di depan. Memutuskan untuk menghampiri mereka dan duduk di dekatnya. "Ma, Pa. Maaf Aksa tadi egois. Aksa hanya lagi banyak pikiran." lirih Aksa pelan.

Dia tidak sanggup melihat wajah mamanya yang sembab karena terus menangis dari tadi. Farah memang anak dari neneknya yang asli orang Australia, sedangkan Prabu adalah pribumi asli yang menjadi pengusaha media dan menjadi rekan bisnis Ayah Nadine di Indonesia.

"Tidak apa. Papa cuma ingin kamu mengerti. Apapun masalahmu, keluarga harus lebih penting." Prabu menepuk bahu Aksa pelan. Setelah itu Aksa beranjak memeluk tubuh Farah dan berguman.

"Maaf, Ma ...."

Farah hanya mengangguk dan membalas pelukan anaknya, Aksa mengusap punggung Farah untuk menenangkan, menyampaikan dengan gerakan tubuh bahwa semua akan baik-baik saja. Semoga.
__________

LOST [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang