14. Oh, Boy!

3.6K 667 222
                                        

"Lho, Bapak kenapa di sini?" Jill terkejut melihat Kai yang sedang duduk memangku Jourell di dalam studio, berbaur dengan para kru. Saat live selama tiga puluh menit tadi, Jill tidak menyadari siapa saja yang ikut masuk ke dalam studio 3. Tapi ketika siaran selesai dan lampu yang menyorot ke arahnya sudah dimatikan, Jill jadi bisa melihat dengan jelas siapa saja yang ada di dalam ruangan ini.

Kai mengangkat bahunya pasrah. "Jou tidak mau menunggu di ruangan saya. Dia mau menunggui kamu di sini."

"Aduh, Pak! Kasian Jou, ini udah malam sekali."

"Memang, tapi dia benar-benar berkeras mau menunggu kamu, sepertinya takut kamu kabur." Kai sendiri tidak ingin menunggui Jill saat sedang live seperti ini, karena sudah pasti akan semakin banyak pergunjingan yang ditujukan pada mereka.

Jill yang selama beberapa hari ini terus datang ke ruangannya untuk menemani Jourell saja sudah memancing bisik-bisik para karyawan. Apalagi sekarang Kai yang menunggui Jill siaran dengan disaksikan banyak pasang mata para kru lain. Tapi Kai tidak bisa melakukan apa-apa jika sudah menyangkut urusan Jourell. Entah akan seperti apa desas-desus yang beredar nanti, Kai pasrah.

"Pak, ini jadi gimana sekarang?" tanya Jill hati-hati.

"Kita bicara di luar." Kai bangkit berdiri sambil membawa Jourell dalam gendongannya. Ia baru kembali bicara setelah yakin percakapan mereka tidak akan terdengar oleh orang lain. "Kamu keberatan kalau ikut ke apartemen saya?"

"Di apartemen Bapak ada siapa?" tanya Jill spontan.

"Tidak ada siapa-siapa."

"ART?"

"Tidak ada."

"Papa? Mama?"

Kai menggeleng tegas. "Tidak ada siapa-siapa, Jill."

"Kalau saya ke tempat Bapak, apa tidak akan ada yang marah?" tanya Jill lagi. Otaknya benar-benar kusut membayangkan harus bermalam di apartemen seorang pria. Entah seperti apa tanggapan ibunya kalau mengetahui kelakuannya sekarang. Bermalam di kamar seorang bujang sudah pernah dilakukannya, kini ia akan bermalam di apartemen seorang pria beranak satu yang tidak jelas statusnya.

"Siapa juga yang mau memarahi saya, Jill? Saya sudah tidak dalam kapasitas untuk dimarahi oleh orang lain."

"Hmm, mungkin ...." Jill ingin menanyakan istri, atau mantan istri, atau kekasih, atau wanita yang sedang dekat dengan Kai.

"Jill, kalau kamu keberatan tidak apa-apa," ujar Kai menenangkan. Meski ia senang mengganggu gadis ini, tapi ia tidak akan memaksa Jill menginap di tempatnya, karena hal seperti ini bukan bahan candaan bagi Kai.

"Tapi kalau Jou nangis gimana, Pak?" Hanya itu yang Jill pikirkan. Hanya soal Jourell saja. Ia tidak tega membayangkan ekspresi sedih Jourell.

"Tidak apa. Tidak usah pikirkan kami." Kai tersenyum lembut. Dalam hatinya ia merasa tersentuh oleh perhatian Jill pada anaknya.

"Saya ikut, Pak," cetus Jill tiba-tiba.

Kai sampai berhenti melangkah. "Kamu serius?"

"Iya, Pak." Jill mengangguk yakin.

Jill tidak memikirkan apa yang akan dihadapinya nanti di tempat Kai. Ia tidak memikirkan akan seperti apa ucapan negatif yang tertuju padanya jika orang lain tahu ia bermalam di tempat Kai. Jill hanya mengingat bocah mungil yang sudah mencuri hatinya saja.

***

"Jill, kamu bisa pakai kamar ini. Kamar ini hampir tidak pernah ditempati, tapi selalu rutin dibersihkan." Kai menunjukkan kamar untuk Jill setelah gadis itu selesai membersihkan diri. Kai dan Jourell juga sudah membersihkan diri dan sudah siap untuk tidur.

COOL Single DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang