Nana terduduk di hamparan rerumputan hijau yang luas sekali, nyaris seperti padang rumput. Pelangi membentang indah menghiasi paras biru langit. Beragam tumbuhan, pohon, serta bunga berjuta warna tumbuh di area sekitar. Kupu-kupu dengan eloknya bertengger di antara kelopak-kelopak bunga sehingga menambah kesan keindahan itu sendiri. Saat ini Nana memakai gamis serta kerudung panjang serba putih.
Di depan taman itu terdapat sebuah danau. Airnya jernih sekali, sampai makhluk hidup di dalamnya terlihat sangat jelas. Ikan-ikan berenang dengan leluasa di sana. Burung-burung camar melenguh di sekitar mengiringi. Tapi anehnya, mengapa ada tangga di tengah-tengah danau? Tangga itu menjulang, terhubung ke langit. Tangga itu seperti terbuat dari emas dan permata. Berkemilauan seperti diselimuti cahaya.
Indah. Tempat ini indah sekali.
Nana sungguh takjub akan keindahan yang tersuguh di depan matanya. Tapi di mana ini?
Nana kemudian berdiri. Pandangannya menjelajah ke sekeliling. Nana juga mulai melangkahkan kakinya karena penasaran tempat apa sebenarnya ini. Dan ketika itulah, sayup-sayup Nana mendengar suara lantunan ayat suci Al-Qur'an. Suara itu sangat indah. Namun, Nana merasa tidak asing dengan suara itu.
Nana berjalan ke arah timur untuk mencari sumber suara. Sampai akhirnya, Nana mendapati sesosok pria berbaju putih yang terduduk tenang di atas bebatuan menghadap danau. Tubuh pria itu bersinar terang. Tapi sekali lagi, suara lantunan Al-Qur'an pria itu sama sekali tidak asing. Seperti suara yang sering Nana dengarkan selama bertahun-tahun ini.
Tanpa sadar Nana melangkahkan kakinya begitu saja. Menghampiri pria misterius itu. Lalu ketika pria itu berhenti, Nana juga berhenti. Terlebih ketika pria itu tiba-tiba berdiri, Nana refleks melangkah mundur karena takut.
“Abi?”
Nana hampir dibuat tidak percaya ketika sosok pria itu menolehkan tubuhnya menghadap Nana. Ya, dia rupanya adalah Abi Yusuf. Tapi kenapa Abi juga bisa ada di sini? Dan apa yang sedang dilakukannya?
Abi tersenyum dengan sangat menawan. Di sini beliau terlihat berbeda, seperti bertahun-tahun lebih muda. Wajahnya begitu teduh, memancarkan aura damai lagi tenang. Lalu, Abi menghampiri Nana. Sementara Nana, masih dengan raut antara syok dan bingungnya, ia bertanya. “A-abi, Nana ada di mana?”
Abi tidak langsung menjawab. Beliau hanya terus mengembangkan senyum. Membuat Nana semakin merinding dan berpikir, jika sosok di sampingnya kini bukanlah Abinya.
“Jangan takut, Nafisa ada di tempat yang indah.” Suara Abi bahkan terdengar sangat lembut. Meski biasanya memang lembut, tapi kali ini lain.
“Di mana?” Nana masih sibuk mengedarkan pandangan, mencoba mencerna semuanya. Namun, kembali Abi hanya menanggapinya dengan senyuman, tanpa menjawab pertanyaan Nana.
Abi menggiring Nana untuk duduk di tempatnya semula, menghadap ke danau. “Nafisa tahu itu apa?”
Nana mengikuti arah pandang Abi, tertuju pada tangga yang menjulang indah di tengah-tengah danau sana. “Tangga.”
“Tapi itu bukan tangga biasa.”
Semilir angin yang bertiup lemah sedikit menerbangkan kerudung Nana. Memang, jika dilihat-lihat, tangga itu seperti bukan sekadar tangga.
“Di puncak tangga itu ada sebuah mahkota. Mahkotanya sangat indah. Sinarnya seterang matahari. Mereka menyebutnya dengan taajul karomah atau mahkota kemuliaan. Tidak ada bandingannya dengan mahkota raja-raja di dunia. Karena mahkota itu Allah khususkan bagi mereka yang mampu menggapainya.”
Nana terdiam mendengarkan.
“Tangga itu sendiri memiliki tiga puluh bagian. Semakin tinggi ia naik, maka semakin tinggilah derajatnya.”

KAMU SEDANG MEMBACA
Mahkota Impian
Novela JuvenilTentang cinta murni, cita-cita abadi, dan pahitnya sebuah kehilangan.