Hingga detik ini, hari ke enam pencarian, angka korban rupanya melonjak semakin pesat. Hampir seperempat dari total keseluruhan penumpang sudah berhasil dievakuasi. Namun sayangnya, belum ada satupun yang ditemukan dalam keadaan bernyawa.
Tim operasi SAR terus berusaha menembus LKP di sekitar tiga ribuan meter. Prioritas sekarang difokuskan mengevakuasi korban, FDR dan kotak hitam. Dan hari ini, tim Vertikal Rescue dari Bandung ikut mengambil peran. Mereka didatangkan karena titik operasi jatuhnya pesawat berada di tebing dengan kemiringan hampir 90 derajat.
Mereka memang pekerja yang bertanggung jawab. Bergegas memanggul kantong-kantong mayat, tanpa kenal lelah dan letih. Namun ada yang ganjil dari korban yang baru saja mereka temukan kali ini. Mayat sepasang suami istri, saling menggenggam tangan. Jasadnya masih utuh dan segar. Tak ada satupun goresan luka yang ditemukan di tubuh keduanya. Hanya sedikit luka lebam, itupun ringan. Perlahan, bau harum menyeruak dari tubuh mereka.
Masyaallah.. Mereka yang tak lain adalah mayat Abi Yusuf dan Ummi Fatimah. Allah, mereka pergi menghadap-Mu dengan wajah yang begitu tenang. Begitu damai. Juga tampak lengkungan sabit di bibir keduanya.
Tiada daya upaya selain engkau yang maha daya. Allah, kiranya kami tahu engkau tengah menunjukkan kuasa-Mu lewat Abi Yusuf dan Ummi Fatimah. Ya, itulah mereka, jasadnya para Ahlul Qur'an, yakni mereka yang senantiasa menjaga dan mengamalkan Al-Qur'an. Sebagaimana mereka memuliakan Al-Qur'an semasa hidupnya, Allah juga memuliakan mereka ketika di akhir hayatnya.
Para penduduk langit langsung sibuk bertasbih, beriuh memuji asma-Nya. Beramai-ramai menyambut suka cita hamba-hamba pilihan Tuhan-Nya. Menggentarkan langit seketika. Menembus dinding-dinding arasy Allah.
Sepertinya perhatian seluruh para petugas tercurah pada jasad Abi Yusuf dan Ummi Fatimah. Mereka menatap penuh takzim. Ahli surga. Benar-benar pasangan dunia akhirat. Allahu a'lam.
"Siapkan kantong mayat!"
Para penduduk langit itu mengucap salam pada Abi Yusuf dan Ummi Fatimah.
-oOo-
Nenek membukakan pintu ketika terdengar ucapan salam seseorang di luar sana. Nenek mendapati Nafis yang berdiri dengan sorot mata harap-harap cemas. Cahaya muka pria yang tepat di hari ini genap berusia 22 tahun itu bahkan meredup. Ya, Nafis memutuskan untuk pulang, setelah mendapat kabar menyakitkan yang mengatakan bahwa keluarganya menjadi bagian dari korban jatuhnya pesawat Emirates A380.
Nafis mencium punggung tangan sang nenek, lalu kembali menatap neneknya berjuta tanya. Mengerti, Nenek mengajak Nafis masuk. Melanjutkan pembicaraan di dalam.
"Nenek buatkan minum dulu, ya."
"Sudah ada kabar, Nek?" Pertanyaan Nafis membuat Nenek urung pergi ke dapur. Nenek mengerjap, terlihat bimbang untuk mengatakan sesuatu. Menghela napas.
"Ummi sama Abi kamu baru saja ditemukan kemarin. Tapi-" Nenek merasa tak akan sanggup lagi melanjutkan. Beliau hanya tak bisa membayangkan bagaimana reaksi Nafis setelah mendengar kabar ini. Kabar yang mungkin akan menjadi pukulan paling menyakitkan bagi cucunya itu.
"Tapi kenapa, Nek?"
Nenek masih tergeming. Seakan sulit untuk kembali mengeluarkan kata.
"Nek," Nafis meraih tangan sang nenek, menuntut penjelasan.
Nenek kembali mengangkat pandangan. Lantas dengan bibir bergetar menahan tangis, dilirihkannya kalimat itu. "Ummi sama Abi kamu ... sudah meninggal.."
Nafis tergugu seketika. Tubuhnya bergetar kemudian. Terpatah-patah mengucap innalilah. Lututnya melemas dan sontak jatuh terduduk. Dentuman hebat langsung terasa di dada begitu mendengar fakta bahwa dua sosok yang paling berarti dalam hidupnya, kini telah pergi menghadap Allah untuk selama-lamanya.
Hati Nafis begitu hancur akan fakta itu.
Nenek begitu tak sampai hati melihatnya. Tetapi ia juga tidak tahu harus melakukan apa, selain merengkuh Nafis untuk menenangkannya.
"L-lalu Nafisa, bagaimana?" Disela tangisannya, Nafis kembali bertanya.
"Nafisa belum ditemukan." Nenek mengelus bahu Nafis, mencoba menguatkan. "Yang sabar, Nak. Ikhlas. Masih ada adik kamu. Kita perbanyak doa semoga adik kamu selamat dan Allah selalu menjaganya di manapun dia berada sekarang. Ya?"
Jadi, inikah jawaban atas mimpinya selama tiga malam berturut-turut itu? Mimpi di mana Abi dan Ummi pergi meninggalkannya.
"Astaghfirullah.." Nafis meraup wajahnya yang basah karena air mata. Tercenung dalam. Mencoba menangkap semua situasi ini.
Inikah hadiah sekaligus kejutan di hari ulang tahunnya?
-oOo-
Jemari tangan itu bergerak-gerak kecil. Tampak seorang gadis terjerambap tak berdaya di dasar jurang. Nyaris sekujur tubuh itu dipenuhi baret hingga luka-luka besar. Pakaian putihnya kotor. Robek di mana-mana. Tubuh itu teramat menghawatirkan.
Nana.
Ya, anak itu masih hidup.
Sinar matahari pagi itu redup menyenangkan. Pelan-pelan, Nana membuka kelopak matanya yang terasa berat. Perih. Semuanya terasa perih sekali. Di sini juga hening dan senyap. Mungkin hanya terdengar desiran angin yang bertiup lembut, juga suara bising baling-baling helikopter di atas sana.
Nana merasakan sakit yang luar biasa di kaki kirinya. Tersebab, kaki itu tertimpa dahan yang cukup besar. Nana lalu mencoba bergerak. Dan lagi-lagi sakit. Rasa ngilu dan nyeri itu bercampur di setiap inci persendiannya. Nana mulai terisak pelan, rasa sakit ini sungguh tak tertahankan.
Ya Allah, Nana tiba-tiba teringat mimpi itu. Saat tubuhnya juga mendadak tak bisa digerakkan ketika akan mengejar Ummi dan Abinya.
Ummi? Abi?
Di tengah remang-remang kesadarannya, kepala Nana langsung berputar, seperti mencari sesuatu. Hingga pandangannya berakhir pada sebuah Al-Qur'an hijau yang tergeletak di dekatnya. Al-Qur'an itu, persis sekali seperti Al-Qur'an yang diberikan Abi di mimpi itu.
Nana semakin memaksakan mengedarkan pandangan. Bibirnya yang lemah bergerak-gerak. Gemetar berlirih parau. "To-long ...."
Akan tetapi tidak ada siapapun di sini. Apa yang sebenarnya telah terjadi? Bukankah seharusnya ia berada di dalam pesawat sekarang? Ramai, bersama banyak orang yang bertujuan sama dengannya. Tetapi kenapa malah ada di tempat menyeramkan ini?
"U-um..mi... A-bi..."
Allah, di mana Umminya? Di mana Abinya? Apa mereka benar-benar pergi meninggalkannya?
Melihat ke sekeliling, Nana teringat satu hal lagi. Pesawat yang mereka tumpangi kan jat- ah! Kejadian itu terlalu mengerikan untuk diingat. Ya Allah, Nana takut sekali. Teramat takut.
Hingga kemudian Nana kembali tak sadarkan diri.
___ToBeContinued___
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahkota Impian
Dla nastolatkówTentang cinta murni, cita-cita abadi, dan pahitnya sebuah kehilangan.