Panas. Bising. Pengap.
Kira-kira begitulah gambaran suasana kantin sekarang. Sudah bukan rahasia umum lagi jika kantin menjadi tempat favorit sejuta umat. Entah itu untuk menghilangkan lapar dan dahaga -normalnya sih ini- atau dijadikan tempat nongkrong. Ada juga yang sibuk bergosip, genitin cewek-cewek bahkan ada yang bermain gitar. Pokoknya, serba guna. Dan sudah bisa dibayangkan bagaimana keriuhannya.
"Apa kurangnya aku di dalam hidupmu ...."
"Kurang banyak duit!" Reza menyahuti lirik lagu yang dinyanyikan Jaya. Yang lainnya -Ucup, Kipli dan Nana- praktis tergelak.
"Hingga kau curangi aku ...."
"Asek dah! Lanjut, Bang." Kipli mengeluarkan uang lima ribu dan dikibaskannya ke wajah Jaya agar bocah itu makin bersemangat.
"Katakanlah sekarang bahwa kau tak bahagia ...."
"Elu aja kali. Gua mah dibawa nyantuy aja," sahut Reza, lagi.
"Kurela kau dengannya, asalkan kau bahagia ...."
"Aw, macacih?"
Nana tertawa terpingkal-pingkal sambil meraih semangkuk bakso yang baru saja tiba di meja. Dia menggeplak kepala Reza yang bergaya seperti bencong-bencong ganjen. Nana geli setengah mati.
Di saat yang sama, sudut mata Nana terarah pada seorang anak laki-laki berkacamata bulat yang terlihat sedang dirundung segerombol anak-anak sangar. Itu Aldi CS, dan sosok yang sedang mereka rundung adalah Rakha.
Nana sebenarnya malas melakukan ini. Tapi melihat bagaimana Aldi merebut makanan Rakha hingga menumpahkannya di kepala anak culun itu, entah sejak kapan tangan Nana sudah mengepal. Lalu tanpa diperintah, kakinya melangkah begitu saja menghampiri mereka seraya menggebrak meja.
"Heh, kalian itu kurang kerjaan apa gimana, sih? Bisa-bisanya gangguin orang. Beresin gak?!" Nana langsung berteriak marah. Yang praktis membuat orang-orang di dekatnya tersentak dan memusatkan perhatian padanya.
"Widih, pawangnya dateng gaes!" Aldi dan teman-temannya tertawa mengejek. Namun itu tak berlangsung lama karena tanpa diduga Nana menyiramkan jus di meja ke wajah Aldi. "Woy, apaan nih?!" Dan kali ini giliran Aldi yang marah.
"Rasain!"
"Ngajak berantem-" Belum sempat Aldi melanjutkan kalimatnya, dia sudah harus terpental ke belakang bahkan sampai menabrak beberapa meja karena Nana yang langsung main baku hantam. Suasana yang tadinya mencekam menjadi semakin mencekam saat Aldi bangkit dan hendak balas meninju Nana namun Nana dengan gesit mampu menangkisnya.
Pukulan kedua kembali Aldi terima. Kali ini lumayan keras hingga Aldi merasa rahangnya seperti diremukkan dalam satu waktu. Tubuh Nana boleh mungil, namun siapa sangka dia memiliki tenaga yang cukup gede untuk ukuran perempuan sepertinya.
Jaya and the geng langsung datang dan segera melerai Nana sebelum anak perempuan itu beneran hilang kendali. Begitupun dengan tiga teman Aldi yang langsung membantu Aldi berdiri. Sementara Rakha, dia masih setia tercengo seperti orang bodoh.
Tak lama kemudian seorang guru datang -karena tadi ada siswa yang mengadu ke ruang guru. Beliau langsung terkejut dan panik dengan apa yang dilihatnya. "Ya ampun, ini kenapa?"
"Lah, Ibu lihatnya apa?"
"Jihan Nafisa Azzahra, kamu-lagi kamu-lagi." Bu guru Nina, guru cantik namun galak itu menatap Nana jengkel. Kemudian beralih pada Aldi yang babak belur. Sesaat Bu guru Nina meringis, turut ngilu melihatnya. "Cepat bawa Aldi ke UKS. Setelah itu temui saya di ruang kepala sekolah."
Sambil memegangi pipinya yang penuh lebam, Aldi digiring oleh teman-temannya untuk menuju ruangan yang diperintah Bu guru Nina.
"Dan kamu, saya akan memanggil orangtua kamu ke sekolah."
![](https://img.wattpad.com/cover/182596805-288-k664875.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahkota Impian
Teen FictionTentang cinta murni, cita-cita abadi, dan pahitnya sebuah kehilangan.