Chapter 11

2.5K 206 12
                                    

Siang itu cuaca terasa begitu panas. Matahari sedang terik-teriknya. Dan panas-panas begini, enaknya disegerin dengan sebotol teh pucuk dingin sambil ditemani angin sepoi-sepoi. Bahagia Nana sederhana saja sebenarnya.

Dan betapa Nana sangat berterima kasih pada sosok yang kini menyodorkan sebotol minuman dingin padanya —meski bukan teh pucuk. Tersenyum cerah, Nana meraih minuman itu dari Syifa. Oh, begitu pengertiannya anak perempuan manis itu karena kebetulan Nana sedang sangat haus.

“Makaci Cifa.”

Syifa mengangguk. Lantas duduk di samping Nana. Mereka sedang berada di pinggir lapangan. Jam pelajaran olahraga baru saja berakhir dan sekarang Nana sedang berisitirahat.

“Rara mana?”

“Di kelas. Biasa, makan.”

Nana geleng-geleng kepala. “Mencret lagi tahu rasa dah tuh.”

Syifa tertawa kecil. Benar. Semalam Rara sampai harus tiga kali bolak-balik ke kamar mandi karena siangnya anak itu kebanyakan makan mie. Dan paling ngeselinnya, dengan keadaan mengantuk Nana dan Syifa disuruh mengantar karena Rara itu penakutnya minta ampun.

Nana meneguk minumannya. Bersamaan itu, dari kejauhan Nana mendapati seorang anak laki-laki yang sepertinya sedang dihukum oleh guru. Dia yang tidak bukan adalah Raffa alias si Jamal alias si tengik. Anak itu tampak berlari mengelilingi lapangan. Dan ketika dia melewati Nana, Nana iseng menertawakannya.

“Hahaha! Kasian deh! Bangor mulu si!”

“Berisik!”

“Wleee wleee wleee wleeeeekkk!!”

“Bisa diem nggak lu–”

“Raffa! Siapa yang menyuruh berhenti?!”

Raffa mendengus kasar saat ditegur ustadz Salman. Terlebih lagi anak perempuan menyebalkan yang semakin puas menertawakannya. Tapi berhubung ustadz Salman sedikit menyeramkan saat itu, Raffa mau tidak mau kembali melanjutkan larinya sambil menahan kekesalan di ubun-ubun.

Namun jailnya Nana tidak sampai disitu. Saat Raffa kembali melewatinya, Nana dengan sengaja meneguk minumannya dengan ekspresi lebay seperti di iklan-iklan. “Aaaahhh.. segarnya duniaaa..”

“Prik lu!”

“Mau?”

“Najis!”

“Ya udah si.”

Tapi ngomong-ngomong, dalam diam Raffa meneguk ludah. Tenggorokannya yang terasa kering ditambah cuaca saat ini, sepertinya memang senikmat itu minuman milik Nana.

“Yakin nih nggak mau?” Menyadari Raffa yang terus memandanginya, Nana terkekeh.

“Ogah ya gue minum bekas lo!” Raffa sepertinya masih gengsi. “Eh tapi dikit deh!”

“Yeeee Jamal!” Meski nyinyir, Nana tetap memberikannya pada Raffa. Nana kan anak baik.

Tapi begitu Raffa hendak meneguk minuman Nana itu, tidak ada setetes air pun yang keluar dari sana, bersamaan dengan tawa Nana yang kembali meledak. Detik itu juga Raffa baru menyadari kalau Nana lagi-lagi sengaja menjailinya.

Mahkota ImpianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang