Kamar Nana malam itu terlihat begitu berantakan. Hampir sebagian ruangan bernuansa biru langit itu dipenuhi dengan pakaian dan barang-barang. Dan si pemilik tampak sedang mengaduk-aduk lemarinya. Entah sebenarnya apa yang sedang anak itu lakukan, yang pasti semuanya porak-poranda.
"Subhanallah.. kamu lagi apa?" Ummi muncul bersama raut terkejutnya kala mendapati keadaan kamar anak gadisnya yang sudah seperti kapal pecah.
"Nana lagi nyari gamis putih, buat besok," jawab Nana tanpa mengalihkan fokus dari aktivitasnya.
"Kamu ini nyari gamis apa toko gamis? Itu apa?" Ummi Fatimah menunjuk ke arah salah satu sudut dinding, yang di mana terdapat sebuah gamis putih tertanggal rapi lengkap bersama kerudungnya di sana. "Tadi sore kan Ummi udah bilang, bajunya udah Ummi setrika, terus Ummi gantung biar nggak kusut lagi."
Nana menggaruk tengkuknya, menyengir polos. "Gak denger."
"Makanya kalau Ummi lagi bicara itu dengerin sampai selesai, jangan main kabur aja."
"Iya, deh. Nana minta maaf," pasrah Nana.
"Terus yang beresin ini semua siapa?"
"Ummi!" cetus Nana sekenanya yang kemudian buru-buru pergi ke luar kamar. Benar-benar membiarkan sang ummi yang kini repot membenahi kamarnya.
Tidak puas menjahili umminya, sekarang muncul ide usil di benak Nana yang dilayangkan pada Abi. Nana melangkah mengendap-endap menghampiri Abi di sofa sana, dan-
"Darrr!"
Abi yang saat itu sedang membaca buku, hanya menoleh dengan tatapan biasa.
"Kok Abi nggak kaget, sih?"
"Enggak."
"Ah, Abi mah nggak asyik. Seenggaknya pura-pura kaget, kek." Nana cemberut. Lantas mendudukkan diri di sebelah Abi.
"Abi nggak mau pura-pura, karena itu sama aja bohong, dan Abi nggak mau berbohong. Percuma Abi bikin putri kecil Abi ini senang kalau didasari dengan kebohongan," ujar Abi yang disambut helaan ringan oleh Nana.
"Abi," panggil Nana setelah sempat hening beberapa saat tadi. Abi juga kembali pada bacaannya.
"Hm?"
"Nana boleh peluk Abi?"
Abi menyimpan buku di meja. Lalu tanpa penolakan Abi langsung membawa Nana ke dalam rengkuhannya. "Enggak ada alasan untuk Abi bilang enggak boleh. Tapi ngomong-ngomong, ada apa ini tiba-tiba pengen dipeluk?"
"Pengen aja." Nana menyadarkan kepalanya dengan nyaman di dada bidang Abi. Entah kenapa, Nana merasa tidak ingin lepas dari dekapan hangat Abi. Seolah, suatu saat nanti ia akan sangat merindukan pelukan ini. "Oh iya, Abi, ternyata di pondok itu hafalannya banyak banget. Nana sampe pusing.." keluh Nana.
"Loh, Nana kan anak pintar."
"Tapi kalau banyak begitu, Nana capek juga."
Abi tersenyum mengelus rambut hitam lurus sang putri. "Nana tahu gak kenapa Abi sama Ummi masukin Nana ke pesantren itu?"
Nana menggeleng.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mahkota Impian
Teen FictionTentang cinta murni, cita-cita abadi, dan pahitnya sebuah kehilangan.