Suara dentingan jarum jam terdengar menyelusup di antara kesunyian yang tercipta di sebuah kamar bernuansa benda-benda luar angkasa dengan beberapa poster captain Tsubasa di dinding. Dan kini si empunya tampak menggolekkan kepalanya dengan lesu di meja belajar sambil memberi makan seekor ikan dalam akuarium berukuran kecil. Beberapa kali juga helaan napas berat meluncur dari hidung bulatnya.
Seharusnya siang ini Nana sudah pulang sekolah, namun karena dia di skors -akibat insiden di kantin kemarin, jadinya selama tiga hari ke depan Nana tidak bisa pergi ke sekolah. Dan parahnya, Ummi juga melarang Nana keluar rumah selama masa skors itu. Nana yang paling tidak bisa diam, tentu saja tertekan.
Dia sendirian di rumah. Ummi pergi ke rumah nenek pagi tadi dan sampai sekarang belum pulang. Kalau Abi, setelah mengantarkan Ummi ke rumah nenek beliau langsung ke tempat kerjanya. Sebenarnya Nana pun diajak, tapi dia tidak mau.
Seharian ini Nana hanya mengurung diri di kamar. Paling hanya akan keluar jika ingin makan. Menonton tv pun rasanya malas. Nana bukan pencinta film.
Huh! Belum juga satu hari, tapi rasanya sudah suntuk setengah mati.
"Psst! Psst!"
Nana celingukan ketika terdengar seperti suara bisik-bisik.
"Na. Nana!"
Nana mendadak meremang saat bisikan itu semakin jelas. Dan refleks memegang tengkuknya. "Perasaan ini rumah udah ditahlilin, dah."
"Oy! Lu kira gua setan apa?!"
Nana tersentak dan hampir saja terjengkang dari kursi. Dia bangkit dan tiba-tiba menantang. "Kalem napa! Setan kok teriak setan! Sini lu kalau berani!"
Bug!
"Anjrit!" Nana meringis karena tanpa diduga dia mendapat serangan. Sebuah kerikil yang sialnya mengenai kepala. "Berani-beraninya lu! Dasar setan cupu! Mainnya di belakang! Lu pikir gua takut ama lu? Kagak ye! Gua hafal surat yasin walau cuma yasinnya aja. Hayolo, mau apa lu?"
"Lah si ngana, ini gue Jaya. Noleh jendela coba."
Nana lantas mengarahkan pandangan ke jendela. Detik itu juga dia mendapati Jaya dan Kipli yang entah sejak kapan sudah mejeng di sana. Nana kemudian menghampiri kedua anak yang masih berseragam sekolah itu dan membuka jendela. "Heh, ngapain kalian di sini?"
"Numpang berak."
Nana yang kesal, tidak berpikir dua kali untuk menggeplak kepala Jaya yang asal ceplos itu. Sontak, ringisan kecil keluar dari mulut Jaya.
"Mau ngajak lo main." Kipli yang menjawab.
"Gak bisa lewat depan apa? Diteriakin maling tahu rasa lu berdua."
Kipli hanya menyengir. "Ikut, nyok?"
"Enggak bisa. Aku lagi gak dibolehin ke mana-mana."
"Lo lupa kalau hari ini jadwal kita tanding?"
Perkataan Jaya itu, membuat Nana menepuk jidatnya pelan. "Iya juga, ya? Duh, terus gimana, dong?"
"Makanya ngikut."
"Tapi aku beneran lagi gak dibolehin keluar."
"Yaelah sekali ini aja. Gak ada lo gak seru tahu." Jaya mengatakan itu sambil ngupil. Lalu dengan sekonyong-konyong, dia mengangsurkan tangannya yang bekas mengupil itu ke baju Kipli. Hanya untuk mendapat geplakan -lagi- dari si korban.
Nana yang melihat itu tertawa kecil. Ah, ia lupa menambahkan. Sanjaya, si kapten futsal yang agak keblinger. Sebenarnya saat melakukan voting dulu, Nana sempat tidak setuju jika yang terpilih menjadi kapten adalah Jaya -berhubung saat itu Nana masih baru bergabung di klub dan belum terlalu mengenal Jaya. Tapi siapa sangka, kemampuan bermain bola anak itu berhasil membuat Nana melongo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahkota Impian
Teen FictionTentang cinta murni, cita-cita abadi, dan pahitnya sebuah kehilangan.