Chapter 13

1.9K 187 22
                                    

Dikisahkan, dahulu kala ada seorang pemuda gagah dan berani. Dia adalah seorang mujahid yang hafal 30 juz Al-Qur’an, terkenal keilmuannya, kezuhudannya, puasa daudnya, serta keimanan dan ketakwaannya pada Allah yang tidak diragukan. Namun siapa sangka, ketika di akhir hayatnya dia justru wafat dalam keadaan murtad.

Jadi diriwayatkan, semua berawal dari sebuah peperangan besar yang terjadi antara pasukan Muslim dan tentara Romawi. Si pemuda ini berperan dengan baik dan heroik. Tetapi pada saat kaum Muslimin sedang mengepung benteng Romawi, secara tak sengaja mata si pemuda tertuju pada seorang wanita yang ada di dalam benteng. Kecantikan dan pesona wanita pirang itu begitu dahsyat mengobrak-abrik hatinya.

Karena tak tahan melawan kecamuk dalam dada, dia pun mengirimkan surat cinta kepada wanita itu. Dan wanita itu membalas, katanya jika pemuda ini ingin memilikinya, maka dia harus masuk agamanya, yaitu Nasrani. Karena syahwat telah memenuhi relung hati pemuda ini, sampai-sampai dia menjadi lupa akan imannya, tuli peringatan dan buta Al-Qur’an. Demi tubuh cantik dan fana itu, akhirnya dia rela meninggalkan Islam. Maka menikahlah dia dengan wanita itu. Hidup bahagia bergelimang harta hingga mati dalam keadaan kufur.

Suatu ketika, ia dibujuk oleh saudara muslimnya dulu untuk bertaubat, tapi ia mengatakan tidak bisa karena imannya benar-benar telah terkubur di dasar samudera. Dan ketika ditanya di mana Al-Qur'an-nya yang dulu, dia menjawab bahwa dia telah lupa semuanya kecuali dua ayat, yaitu surat Al-Hijr ayat 2, yang berbunyi; “Orang-orang yang kafir itu sering kali (nanti di akhirat) menginginkan, kiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang-orang Muslim.” Dan juga ayat 3, berbunyi;  “Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang senang dan angan (kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka).”  Dari makna kedua ayat ini bisa kita lihat, seolah itu adalah hujjah untuk dirinya, kutukan sekaligus peringatan Allah Ta'ala yang terakhir, namun tidak digubrisnya.

Dengan demikian, betapa kita tidak memiliki garansi apa-apa terhadap keimanan kita, kecuali atas rahmat Allah yang telah menjadikan kita Istiqamah. Seorang Hafidz nan mujahid saja bisa diangkat nikmat imannya dan berbalik murtad jika sudah ditetapkan untuk murtad, apalagi kita yang tidak mempunyai amalan-amalan yang kuat. Untuk itu, perbanyaklah meminta kepada Allah agar senantiasa diteguhkan dalam keimanan dan dilindungi dari hal-hal yang dapat meninggalkan-Nya.

Allahumma tsabbit qolbi ‘ala dinika wa’ala tho’atika.

Kajian sore itu diakhiri dengan doa akhir majelis setelah Kyai Umar menutup cerita tentang murtadnya seorang hafidz Qur'an yang baru saja beliau sampaikan. Para santri berseragam putih-putih yang semula memenuhi aula kabir itu pun berbondong-bondong meninggalkan ruangan. Termasuk Nana beserta kedua sahabatnya, Syifa dan Rara. Rara sampai tak bisa berhenti menertawakan Nana yang beberapa kali tampak kepayahan membenarkan sarungnya yang terus melorot. Dan Nana yang kesabarannya setipis tisu dibagi dua, sandal jepit merahnya terangkat tinggi-tinggi dan nyaris menerjang Rara andaikan anak itu tidak bergegas melarikan diri.

“Na, aku ke ruang rohis dulu, ya?” pamit Syifa. Rohis itu semacam organisasi yang diadakan pondok, dan berhubung Syifa itu termasuk salah satu santri yang cerdas, Syifa bergabung di dalamnya.

Anggukan Nana mengantarkan kaki Syifa melangkah pergi. Akhir-akhir ini Syifa memang sedikit sibuk dengan kegiatan organisasinya. Mungkin karena sebentar lagi akan memasuki bulan Muharram, di mana setiap tahun pondok pesantren Nurul Qur'an selalu mengadakan perlombaan, seperti seni membaca Al-Qur'an, tahfidz, debat bahasa arab, Qosidah, dakwah, tari, fashion week, dan lain-lain.

Mahkota ImpianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang