R O T T E N

222 48 12
                                    

Saat ini, aku sendiri tidak mengerti bagaimana aku bekerja. Aku bahkan sudah lupa kapan terakhir kali aku menginjakkan kaki di sini. Tentunya tidak beberapa bulan yang lalu. Aku berbohong pada Junhoe, Jinhwan, dan semuanya. London sudah menjadi rumahku selama beberapa tahun. Namun tak ada seharipun yang aku ingat menyenangkan. Awalnya aku dijual di perdagangan manusia pada pasar gelap. Seorang wanita membeliku dan aku pikir kebebasanku sudah dekat. Yang aku ingat hanya itu. Paginya aku terbangun di sebuah gereja. Tanpa rumah atau identitas, aku berusaha untuk menenangkan diriku. Aku rasa banyak hal telah terjadi dan berlalu. Tapi rasanya seperti terguncang, seolah-olah ada dimensi waktu yang kau lompati kemudian kau berada di dimensi lain yang memilikimu dalam wadah terpisah namun serupa.

Kim Ji Won atau Bobby Kim tak masalah. Akulah keduanya.

Aku.. aku merasa pernah menceritakan ini kepada seseorang. Oh, fiksi yang aku sukai. Kenapa aku tak bisa ingat kepada siapa aku bercerita?

Perang berlangsung begitu lama. Aku terpisah dari keluarga begitu lama. Bahkan sudah lupa hangatnya ibu atau dekapan kakak. Dingin. Namun apakah dunia bebasku harus terhenti sekarang? Tak ada garis merah antaraku dan orang-orang lain. Bahkan jika aku punya, aku pun tak ingat.

Fiksi itu bilang, seseorang akan kehilangan ingatannya setelah dibaptis untuk yang kedua kali. Fiksi lain bercerita tentang seseorang yang kehilangan ingatannya setelah dibaptis. Orang itu menyelamatkan seseorang, yang diculik dan dikurung. Selama pelariannya dia jatuh cinta pada gadis yang ia selamatkan. Sumpah serapah untuk melindunginya sudah terlanjur terucap. Cerita berjalan, gadis itu ialah anaknya sendiri yang ia jual pada dirinya sendiri dalam ruang dimensi lain. Mengalah, orang itu bunuh diri dalam kolam baptisnya. Yang lebih menarik? Gadis itu menginspirasi ayahnya sendiri untuk mati.

Setelah dibaptis kembali, ingatanku kembali hilang begitu saja. Hal yang pertama kulihat adalah Donghyuk. Dia yang membantu penyucianku saat itu. Bahkan dia selalu berkunjung saat punya waktu. Mengajariku Tuhan, kebenaran, hidup, dan bahkan mati. Malunya diriku karena tak pernah membalas kebaikannya.

Ji Won, apakah kau takut dengan Tuhan?

Tidak, aku hanya takut pada diriku sendiri.

Menjadi angkuh. Lupa dengan pijakan. Dan buta karena kuasa.

Semoga Tuhan mengampuni dosa-dosa kita.

.
.

Amin

-------

"Aku berkunjung ke DnW dan sudah berhari-hari Bobby tidak pula membaik," ujar Donghyuk dengan bahasa Inggris.

"Semua yang ada di ruangan ini berbahasa Korea. Kau tidak perlu susah payah mengatakannya, Donghyuk," Jinhwan pun menepuk dahi. Hanya masalah waktu sampai dia benar-benar meniruku sepenuhnya.

Hufff... manusia-manusia ini. Haruskah aku diamkan saja? Kabar ini bahkan tidak membuatku senang sama sekali. Apa yang harus aku katakan pasa Donghyuk?

"Hanbin!" Donghyuk menagih perhatian

Hah?

"Kau banyak melamun hari ini. Apa yang mengganggumu? Jinhwan yang menyebalkan? Sudah kukatakan padamu agar kau mengambil kembali milikmu dari-"

Donghyuk, kau..

"Berisik!"

Hening. Seperti biasa.

"Sudahlah, jam berapa Jaewon datang?" Aku bertanya.

"Vatikan dan Westminster sepakat kalau kau pecundang, jadi mereka tak mau mengirim pastor lagi untuk mengawasimu," Aku tak ingin bercanda saat ini Donghyuk.

REDLINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang