А N G E L

264 29 59
                                    

A/n:
Di rumah sakit suntuk. Jadi ya.. why not? Enjjjjjoyy!!

.
.
.
.
.
.
.
.

London.

Setelah beberapa hari akhirnya kami kembali memijakkan kaki di ibukota Kerajaan Inggris. Donghyuk membeli tiket untuk satu kompartmen berisi empat orang agar aku bisa berbaring. Chanwoo tidak bisa ikut pagi ini karena dia harus menggantikan kawannya yang mendapat jatah mengatur lalu lintas di Manchester. Bocah itu akan menyusul naik kereta pada siang hari. Kini Hanbin sudah bisa berada di bawah matahari lagi. Mungkin karena hubungan kami yang membaik. Tentu saja vampir itu sampai lebih dulu dalam sekejap mata dan memutuskan untuk menjemput kami dengan mobil mewahnya yang tidak pernah dia pakai.

Mobilnya?

Keluaran terbaru. Audi tipe E. Tapi entah kenapa aku tak mengetahui akan hal ini. Aku bahkan tak tau di mana dia menyimpan mobilnya.

"Pestanya malam ini. Aku harap kita punya cukup uang untuk beli gaun," Donghyuk menghitung lembaran hijau yang ada di dalam dompetnya.

"Masukkan saja ke dalam tagihanku," si Sultan mulai berbicara. Kalau dipikir-pikir Hanbin hidup sendirian, tentu saja dia tidak menghabiskan semua uang miliknya dalam satu masa. Tapi... bukankah itu berarti dia sangat tajir?

"Sudah berapa lama kau hidup seperti seorang raja, Hanbin?" Ji Won bertanya. Pria itu membuka sebuah percakapan dalam perjalanan mobil terbuka di tengah kota London.

"Apa yang kau maksud? Aku selalu bekerja sebagai orang keamanan"

"Aku rasa Ji Won membicarakan semua uangmu," terangku.

"Ah.. entahlah.. mungkin baru sekitar... dua ratus tahun yang lalu. Saat itu aku tinggal di Italia dan bekerja sebagai.. semacam.. pengatur strategi perang. Banyak pesta dansa dan aku mulai menawari para sejarawan barang-barang antik dari Cina dan Korea yang sempat aku bawa," terang Hanbin.

"Lalu?" Donghyuk penasaran.

"Tentu saja dalam sebuah lelang terbuka.. mereka sulit untuk melepaskan barang itu dan menawar lebih tinggi.."

"Kau pasti mematok harga awal yang cukup tinggi!" Ji Won pun menepuk bahu Hanbin yang sedang menyetir.

"Tidak. Mereka sendiri yang menaikkannya"

Kenapa mereka mau-maunya membayar mahal untuk sebuah barang lama yang lebih tua dari manusia biasa?

"Segelintir manusia menghargai sejarah. Namun aku rasa itu bukan diriku," lanjut Hanbin, menjawab pertanyaan yang ada di dalam pikiranku.

Aku duduk di samping Hanbin dan menikmati udara London di pagi hari. Perlahan aku sedikit mengantuk. Namun adrenalinku melonjak saat tangan milik Hanbin mendarat di kepalaku.

"Tidurlah, akan kubangunkan jika kita sudah sampai"

"Hanbin, kenapa kita melewati Belgravia?" Ji Won bertanya, sedikit khawatir.

"Pamer sedikit tak ada salahnya bukan?"

Pamer? Apa yang setan ini pamerkan? Mobil, atau dirinya yang lolos dari kejaran maut kiriman Institut?

"Aku mau tidur sebentar, bangunkan jika sudah sampai," aku pun berkata pada yang lainnya.

"Baiklah, Tuan Putri," Ji Won menggoda, membuaktu merasa tidak nyaman.

Meski aku juga ingin ikut ke pesta, namun aku tak ingin pergi sebagai wanita. Tapi aku pun juga tidak rela Everest duduk bersama Hanbin!

-------

"Berapa orang yang mengenalmu sebagai polisi, Hanbin?" Aku bertanya, penasaran apakah khalayak atas begitu mengenal Hanbin.

"Ehm.. ya.. tidak begitu banyak. Aku jarang pidato, kecuali jika terpaksa. Mungkin George mengenaliku karena aku pernah main ke istana. Tapi aku rasa Yang Mulia tidak akan hadir," terang Hanbin, aku rasa suasana hatinya sedang baik. Dia menjawab pertanyaan dengan nada yang biasa.

REDLINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang