T R A I T O R

207 35 10
                                    

Aku dan Ji Won berjalan berdampingan. Trotoar becek bekas orang menyiram jalan agar debu tak naik. Kami memiliki janji dengan Nona Guinnevere di Blackthorne Manor. Perasaanku gundah dan gelisah. Sesuatu bisa saja terjadi saat ini di Manchester. Aku tau Jinhwan pasti bersamanya, tapi sekali lagi, semua hal itu tidak pasti sekalipun ramalan bisa saja meleset.

Bangsat!

Aku terlalu cemas sampai aku tak bisa berpikir!

"Setelah dari rumah para Werewolf, aku rasa ini artinya kita tidak jadi minum bir"

Oh, Ji Won!

"Dunia mau hancur dan kau masih ingin mabuk?"

"Paling tidak mati tak akan terasa sakit saat mabuk"

Terkadang aku muak. Hanbin bahkan tidak pernah memberiku cuti. Aku harus liburan setelah hal ini berakhir. Tenanglah Donghyuk! Ini dia, hanya sebuah interogasi bersama dengan Ji Won dan seseorang yang sebenarnya sudah sangat tua untuk dipanggil dengan 'Nona'.

Blackthorne Manor. Di sinilah kami. Berdiri di ambang gerbang depan yang dirambati sulur mawar berduri, kering, dan mati. Aku mendorong gerbang, jeritannya cukup kencang untuk menarik perhatian orang sekitar. Kebun dari manor ini ditumbuhi mawar, yang entah bagaimana bisa, berwarna hitam pula. Konblok setapaknya berwarna putih tulang. Banyak cerita yang beredar mengenai tempat ini. Sebagian benar, seperti halnya tempat ini digunakan untuk menyiksa, dan memanggil makhluk tertentu. Namun tempat ini juga memiliki pekerja Mortal seperti tukang kebun dan beberapa pembantu. Aku dan Ji Won sampai di ambang pintu depan.

Tok! Tok!

"Kata sandi?" Sesosok Cyclops bermata satu menyambut kami dengan sebuah pertanyaan. Beruntung bukan Cerberos yang menjaganya.

"Asmodeus"

Clang!

Bunyi besi itu cukup memekakkan  telinga. Aula depan bernuansa cahaya kuning. Lampu gantung kaca menggantung megah di tengahnya. Seperti sebuah kastil, lukisan potret pemiliknya terpampang, dalam hal ini lukisan para Warlock yang pernah menyandang gelar Tuan Besar Pandemonium. Lukisan Hanbin terpampang di tengah aula, dengan kumpulan rangkaian bunga. Lucu, Tuan Armand sendiri yang melukis ini. Namun Hanbin mengambil kuas besar dan mencoret wajahnya dengan warna merah yang bercampur hitam. Lukisan yang lain tampak wajar.

"Apakah kau melihat seorang anggota memakai celana hitam dan blus ungu datang?" aku bertanya.

"Hmm.. ya, aku rasa dia menuju ruang para Elit, dia bahkan datang dengan seekor kuda Warlock. Anda tepat waktu, Tuan Ezra. Mereka sedang membicarakan sesuatu di dalam,"

Baiklah, masih ada waktu. Aku meraih tangan Ji Won yang sibuk melihat-lihat. Aula terasa berat dilewati. Aku mungkin hanya seekor peliharaan yang mengekor di belakang Hanbin, tapi lihat saja apa yang terjadi jika kalian berani bermain-main dengan tuanku. Pandemonium adalah milik tuanku dan tak ada yang boleh mengacaukannya. Meski Manchester sekarang adalah komplotan pecundang, aku yakin ada sesuatu yang dapat dilakukan di markas pusat. 

Ruangan itu terletak di dalam tanah. Segala hal yang didiskusikan oleh Elit adalah rahasia yang tak boleh terdengar. Sehingga mereka membuat ruangan itu tersembunyi dari anggota biasa. Aku dan Ji Won menyebrangi kebun. Sampai suatu ketika langkahku.

Bunga dahlia merah itu sudah menghitam.

Seorang cenayang pernah berkata padaku di tempat ini. Bersama dengan Hanbin.

Jika kematian Hanbin sudahh dekat. Tanaman dahlia di kebun ini akan berwarna hitam, biru, atau putih. Semua warna  memiliki makna sendiri. Namun apa arti dari tiga warna itu merupakan misteri untuk esok hari. Hanbin hanya menghiraukannya karena dia tau tak ada yang perlu ditakutkan dari ketidakpastian.

REDLINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang