4. Tawaran

743 80 3
                                    

Hah, lucu lu." Nindi berbalik dan masuk kembali ke kamarnya.

"Toolooonnngggg ... " Suara teriakan terdengar dari luar rumah.

"Ada apa?"

***

Nindi terlihat sangat lesu dan lelah. Dia berjalan menuju kelasnya.

"Nindi, tunggu," panggil seseorang dari belakang Nindi.

Ternyata itu Latania yang baru saja keluar dari kelasnya. Kelas Nindi dan Latania memang bersebelahan, tidak heran jika Latania dan Nindi sudah sering bertemu.

"Ada apa?" tanya Nindi dengan mata malasnya menatap Latania.

"Nggak ada kok," kata Latania basa-basi. "Kalo nggak ada ya sudah. Gue masuk dulu."

"Eits tunggu. Bukan itu maksud gue."

"Nindi berhenti lagi. Dia menaikkan bahu menyuruh Latania untuk bicara.

"Nanti jam istirahat lu sibuk nggak?" tanya Latania langsung.

Nindi melihat jam tangannya. Kemarin dia sudah membuat janji dengan Yunis untuk bertemu dengan saat jam istirahat. Nindi ragu untuk menjawab pertanyaan Latania.

"Ada yang pengen gue omongin soalnya. Penting." Penekanan pada kata terakhir membuat Nindi ingin menunda pertemuannya dengan Yunis.

"Gimana? Bisa nggak?"

Nindi berpikir. Keras sekali. Dahi mengkerut, keriput, sudah seperti jeruk yang selesai diperas. Bel tanda masuk sekolah memecahkan konsentrasi Nindi. Nindi menarik nafas dan menghembuskan ya perlahan.

"Bisa," kata Nindi singkat.

"Ok. Lu mau kita ngobrol di mana?"

"Perpus, jam istirahat pertama, jangan telat."

"Ok siap, gue tunggu di perpus Nindi." Mereka pun bersalaman menyepakati kesepakatan mereka.

Latania segera bergegas kembali ke kelasnya. Sementara Nindi dengan lesunya masuk ke kelas dan duduk di kursinya.

***

Bel istirahat pertanda istirahat sudah berbunyi. Suasana ruang perpustakaan masih tetap hening seperti biasa. Hanya ada suara beberapa orang saja yang sedang berdiskusi di pojok ruangan.

"Jadi lu semalem kepeleset di rumah Nindi?" kata Adit menanyakan tubuh Yunis yang setengah bonyok.

Yunis hanya mengangguk. Adit yang melihat anggukan Yunis lantas tertawa melihat keadaan temannya.

"Ada ada aja sih lu, di rumah orang malah kepeleset. Malu malu-in."

"Gue kan nggak tau kalau lantai di sekitar kamar mandi basah. Lagian kan gue kebelet, makanya gue buru buru," bela Yunis.

Adit tetap saja terkekeh kecil mendengar cerita temannya.

"Terus kayaknya Nindi marah deh sama gue," sambung Yunis.

"Kenapa emangnya? Kok marah?"

"Tanaman kaktus ya rusak."

"Kok bisa?"

"Pas tangan gue mau raih meja biar bisa bangun, ternyata yang gue pegang itu tanaman kaktus ya. Karena kaget, kaktus ya gue lempar deh ngasal. Nggak taunya melempar sampe depan anak tangga, terus nggak sengaja Nindi nginjak tanaman kaktus ya sendiri."

Adit langsung tertawa terbahak bahak, kali ini sangat kencang suaranya. Adit langsung berhenti tertawa saat mendengar suara batuk dari meja registrasi. Adit takut jika harus dimarahi oleh kepala perpustakaan galak.

One Dream, One DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang