"Lu pernah cerita ke Adit nggak soal karena sekolah rusak?" tanya Yunis langsung.
"Adit?"
***
Nindi masih memperhatikan Adit, teman sekelasnya, dan juga teman masa SMP Yunis. Nindi masih ingat betul percakapannya dengan Yunis tentang Adit.
"Nggak pernah kok. Jangan bilang kalau lu curiga sama Adit?" tanya Nindi curiga.
"Iya, gue curiga. Bagaimana caranya bisa tau kalau cctv sekolah mengalami kerusakan?"
"Bisa aja dia nguping pembicaraan gue sama Pakel kan. Lagian buat apa Adit ngelakuin itu, apa motifnya mengancam kepala sekolah?"
"Soal motif gue belom tau. Tapi lu bisa buktiin kecurigaan gue benar atau tidak. Saat di sekolah nanti, lu tanya Adit darimana dia bisa tau kalau cctv sekolah rusak. Jangan lupa direkam dan kasih unjuk gue. Nanti gue yang bakal nentuin dia bersih atau tidak."
Nindi pun mendekati Adit, berniat untuk melakukan apa yang disarankan oleh Yunis. Tak lupa dia menyalakan ponselnya dalam mode merekam dan ditaruh di saku baju, agar dia bisa merekam secara diam-diam.
"Dit," panggil sambil menjaga pondrlnys dalam posisi sempurna agar hasil rekamannya bagus.
"Ada apa?"
"Lu ada waktu luang nggak?" tanya Nindi basa-basi.
"Ada kok ada. Kenapa emang?"
"Kok sekarang OSIS nggak ada yang ke kelas kita ya. Kan biasanya ada tu yang ke kelas buat ngeciduk anak-anak yang ngelanggar."
Lucu lu Min, nanya begituan kok ke gue, gue kan bukan OSIS," jawab Adit spontan.
Nindi menepuk jidatnya. Di mata Adit, Nindi menepuk jidatnya karena jawaban yang didapat darinya kurang memuaskan. Tapi dalam lubuk Nindi yang terdalam, dia mengutuk dirinya. Pertanyaan macam apa itu.
"Bukan loh, maksud gue kira-kira lu tau nggak gitu penyebabnya. Kan aneh aja gitu biasanya kan hari Selasa kelas pasti selalu ada yang ngelanggar dan ketauan sama OSIS."
"Oh itu toh," gumam Adit. "Kalo menurut gue paling gara-gara cctv sekolah rusak."
"Loh, lu tau dari mana cctv sekolah rusak?" tanya Nindi spontan.
"Lu lupa, hari Senin kemarin, pas lu ngobrol sama Pakel kan gue duduk di depan lu. Mau sekecil apapun suara Pakel, pasti kedengeran sama gue."
Nindi terdiam. Kenapa dia bisa sepikun ini. Adit yang duduk di depannya beberapa hari yang lalu dia bisa lupa.
"Emangnya kenapa Nin?" Kali ini Adit balik bertanya.
"Ah, nggak kok. Cuma nanya pendapat aja."
"Oh. Lu mau ikut gue nggak?" tanya Adit.
"Kemana?"
"Kantin lah. Lu tadi nggak denger bunyi bel istirahat?"
"Ah iya, gue lupa kalo udah bel. Yaudah ayu, keburu bel masuk."
***
Yunis terburu-buru melangkahkan langkah kakinya ke perpustakaan. Dia harap dirinya belum terlambat.
Sesampainya di perpustakaan, sungguh diluar dari bayangan Yunis. Perpustakaan sama sekali tidak ada orang.
Yunis melihat ada surat yang terselip di keyboard di meja registrasi. Yunis mengambil kertas itu. Tampaknya itu surat yang ditulis Bu Laila, kepala perpustakaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Dream, One Destiny
Teen Fiction"Jika tidak dimulai dari langkah kecil, bagaimana cara mengambil langkah besar?". -Nindi- "Semua butuh waktu dan usaha yang tepat. Jangan terburu buru dan nikmati proses yang ada." -Yunis- Sesuatu mengancam keberadaan sekolah mereka...