8. Pecah

563 62 3
                                    

Yunis mengecek ponselnya, ternyata ada pesan dari Nindi. Sebuah video. Mungkin Nindi sudah melakukan apa yang dia sarankan.

***

Yunis kebetulan bertemu dengan Nindi saat keluar dari perpustakaan sekolah. Yunis pun mengajak Nindi untuk pulang bersamanya.

"Jadi apa yang lu dapet dari video yang gue kirim?" tanya Nindi membuka topik pembicaraan.

"Video apaan?" tanya Yunis pura-pura tidak tahu.

"Itu, yang tadi gue kirim ke lu. Kan lu sendiri yang nyuruh buat ngerekam pembicaraan gue sama si Adit. Gimana sih."

"Oiya." Yunis mengambil ponsel dari saku celananya. "Lupa gue tonton tadi videonya."

Yunis hanya tersenyum nakal sambil membuka ponselnya. "Habisnya tadi sibuk ngeliat buku di perpustakaan."

"Iya iya. Lu mah ada aja alasannya," kata Nindi sambil menyilang kan tangannya di depan dada.

Yunis sibuk dengan ponsel dan headsetnya sehingga tidak memperhatikan sekitar. Nidji yang melihat hal itu mulai waspada, karena sekarang mereka sudah dekat dengan persimpangan dan mereka harus menyebrang.

"Yun ... ,"panggil Nindi pelan. Tapi sepertinya memang tidak didengar Yunis karena suara Nindi yang pelan.

Yunis terus berjalan, menyebrang tanpa melihat ke kanan dan kiri. Tanpa disadari Yunis, sebuah mobil sedan sedang melaju kencang ke arah dirinya.

Nindi kebingungan harus berbuat apa. Dalam waktu yang singkat dia harus bisa menentukan hanya menonton saja menyaksikan temannya dilindas mobil Yang sedang melaju atau menyelamatkan temannya. Tapi bagaimana?

Tanpa pikir panjang, Nindi segera menarik tas Yunis kebelakang dengan kuat. Yunis terkejut saat ada yang menariknya kebelakang.

Yunis terpental kebelakang, dan di waktu yang bersamaan mobil sedan tersebut melaju melewati Yunis yang sudah terjatuh dengan posisi menindih tas yang dibawa di punggungnya.

"Lu nggak papa?" tanya Yunis ke Nindi yang meringis karena kakinya sakit terinjak kaki Yunis tadi. "Tadi kaki lu keinjek ya?"

"Harusnya gue yang nanya, lu nggak papa?" Nindi balik bertanya tanpa menghiraukan pertanyaan Yunis.

"Gue sih nggak papa . Kaki lu masih kuat jalan nggak?"

"Masih lah. Emangnya kalo udah nggak kuat lu mau ngapain?" tanya Nindi.

"Gue gendong misalnya," jawab Yunis cepat.

"Tapi ya karena lu sendiri yang bilang masih kuat, dan sepertinya lu juga nggak mau di gendong, jadi nggak usah deh," sambung Yunis melanjutkan kalimatnya.

Nindi berdiri dengan kaki pincang, bahkan hampir terjatuh. Yunis segera menahan tubuh Nindi agar tidak terjatuh lagi ke tanah.

"Beneran lu masih kuat." Yunis bertanya sekali lagi dengan nada dan raut wajah yang serius.

Kuat kok kuat." Nindi mencoba berjalan namun dia hampir terjatuh lagi.

"Jangan berlagak sok kuat disaat lu lemah," ucap Yunis singkat.

"Iya iya. Tadi sebenernya selain keinjek, kaki lu nendang tulang kering gue. Sakit banget rasanya."

Yunis segera mengambil tas Nindi dan menggendongnya di depan.

"Lu mau ngapain?" tanya Nindi saat Yunis melepas tas dari punggungnya.

"Udah nggak papa. Lu naik ke punggung gue sekarang. Gue gendong lu Ampe rumah."

One Dream, One DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang