11. Sadar

490 46 2
                                    

Yunis segera pergi dari sana sebelum nantinya Nindi menyadari kehadirannya.

***

Yunis pulang sekolah dengan terburu-buru. Tidak biasanya dia pulang menggunakan motor, entah kenapa rasanya dia ingin sekali pergi meninggalkan sekolah tempatnya menempa ilmu.

Yunis menghentikan laju motornya saat lampu menyala merah. Tak lama pengamen jalanan yang biasanya memang menghibur pengendara disana turun ke jalanan.

"Eh si masnya bengong aja. Lagi ada masalah mas?" tanya pengamen itu baik-baik.

"Eh, iya nih," jawab Yunis cepat.

"Mas kalo boleh saya saran, masalah sebaiknya dibagi mas. Dibagi sama temen, biar enteng nanti diangkatnya," ucap pengamen itu.

Yunis terdiam sebentar. Lalu dia menoleh ke arah pengamen tersebut berdiri. "Iya mas, makasih sarannya."

Namun saat Yunis selesai bicara, pengamen itu sudah kembali ke pinggir jalan bersama teman temannya. Rupanya lampu sebentar lagi menyala hijau.

Yunis tersenyum kecil menyadari pengamen tersebut sudah pergi meninggalkannya. Yunis segera tangkap gas begitu lampu menyala hijau.

Sepanjang perjalanan dia memikirkan perkataan dari pengamen itu. Perkataan itu ada benarnya. Tapi masalahnya, masalah yang dihadapi Yunis adalah temannya sendiri.

***

"Aku pulang," ucap Nindi ketika memasuki rumah.

Suasana rumahnya masih sama seperti biasa, sepi memenuhi seluruh rumah.

Biasanya jam segini ibunya sudah berada di dalam kamarnya atau mungkin sedang sibuk memasak di dapur untuk makan malam.

Tapi sepertinya rumahnya benar-benar sepi kali ini. Tidak ada orang satu pun di dalam kecuali dirinya yang baru saja pulang sekolah.

Ayahnya memang jarang pulang ke rumah. Ayahnya seorang tentara yang sedang tugas ke luar negeri. Sementara ibunya hanya pemilik online shop yang menjual kreasi tangan yang unik.

Makanya tidak heran jika terkadang kamar ibunya berantakan karena banyaknya pesanan.

Nindi langsung memasuki kamarnya yang di lantai 2, menaruh tasnya di atas meja dan merebahkan tubuhnya diatas kasur.

Perlahan, mata Nindi mulai terpejam menikmati hembusan angin dan empuknya kasur. Nindi menarik nafas panjang tanda kelelahannya sudah sangat berat untuk dilalui.

Nindi pun tertidur lelap. Ibunya yang baru saja pulang dari toko bahan kerajinan hanya bisa memandangi putrinya yang tertidur lelap.

Ibu Nindi masih terus berdiri di ambang pintu kamar Nindi. Suhu ruangan perlahan mulai terasa panas karena Nindi lupa menyalakan penyejuk ruangan.

Beliau pun menyalakan penyejuk ruangan dan memasangkan selimut pada anaknya. Kemudian merapihkan meja belajar anaknya.

Ibu Nindi berhenti sebentar saat memegang sebuah bingkai foto. Didalamnya ada foto sebuah keluarga kecil dengan bertuliskan 'Nindi, Sinta, dan robert' dengan tulisan sambung khas orang zaman dulu.

Sinta adalah namanya, sementara Robert adalah nama suaminya yang sekarang sedang tugas diluar negeri. Nindi adalah anak semata wayangnya, karena itu dia akan menjaga dan merawat anak perempuan satu-satunya yang dia miliki di dunia ini.

One Dream, One DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang