Yunis mematikan ponselnya lagi sambil mengeluarkan beberapa kertas dari dalam tasnya.
"Yaelah, masih inget aja itu orang," gumam Yunis pelan.
***
"Eh tante, apa kabar?" sapa Yunis saat sampai di depan rumah Nindi.
"Baik baik," jawab Ibu Nindi. "Kamu tumben Dateng ke sini."
"Nggak juga kok Tan. Kemaren saya ke sini kok. Tante aja yang nggak ada di rumah," jawab Yunis ramah.
"Serius?" Ibu Nindi terkejut. "Kok Tante nggak tau."
"Emangnya Nindi nggak ngasih tau Tante?"
"Nggak tuh. Kamu mau diskusi ya sama Nindi soal sekolah."
"Iya, kok Tante tau?" tanya Yunis penasaran.
"Iya, tadi Nindi kasih tau Tante."
Ibu Nindi pun berjalan keluar dari pagar, melewati Yunis yang masih duduk di atas motornya.
"Mau ke mana Tan?" tanya Yunis.
"Mau ke warung sebentar," jawab Ibu Nindi singkat.
"Malam-malam begini Tan?"
"Iya, abisnya gula di dapur abis. Kamu kalau mau masuk, masuk aja. Udah ada Nindi nungguin dari tadi."
Ibu Nindi pun berjalan meninggalkan Yunis. Yunis mengunci motornya, dan berjalan memasuki rumah Nindi.
Saat sudah mendekati ambang pintu, Yunis melihat Nindi sudah bersandar menunggunya di depan pintu.
"Lu udah dari tadi nunggu di depan pintu?" tanya Yunis dengan wajah heran.
"Hah? Nggak, baru aja gue mau nyamperin Ibu gue, soalnya ibu gue kadang suka keasikan ngobrol. Ternyata ngobrol sama lu. Jadi aman deh."
"Ya namanya juga ibu ibu, nggak asik kalo nggak ngerumpi," balas Yunis singkat.
"Yaudah, ayo masuk, semuanya udah siap di ruang tamu," ajak Nindi mempersilahkan Yunis masuk.
Yunis pun melangkahkan kakinya ke dalam rumah yang sudah tidak asing lagi baginya. Dia sudah sering ke sini sejak kecil dulu, jadi rasanya sudah seperti rumah sendiri.
"Ok, dimulai dari lu dulu. Bagaimana pemecahan anagramnya?" tanya Nindi memulai pembicaraan.
"Hhmm sebenarnya." Yunis merogoh tas pinggangnya. Tidak banyak isinya, hanya ada beberapa kertas dan pensil untuk mencatat sesuatu yang penting.
"Sebenernya gue belum 100% menyelesaikan anagramnya. Tapi gue rasa gue udah tau isi pesan yang sebenernya dari surat aneh itu."
"Terus? Apa isi pesan sebenernya?"
"Ini," ucap Yunis singkat. Yunis mengeluarkan secarik kertas kecil yang tulisannya sudah tertulis rapih.
Silahkan lihat ke atap. Tani nu diburu, nama sekolah menuju parmukaan.
Silahkan tutup sekolah ini atau namamu akan perlahan menjadi buruk
"Hanya ada perubahan susunan huruf pada beberapa kata. Meskipun belum rampung semua, tapi gue yakin ini isi pesan yang sebenernya. Lihat semua huruf jumlahnya sama."
Nindi hanya memperhatikannya Yunis yang sedang menjelaskan di depannya. Namun terkadang Nindi salah fokus dan malah memperhatikan wajah Yunis lekat lekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Dream, One Destiny
Teen Fiction"Jika tidak dimulai dari langkah kecil, bagaimana cara mengambil langkah besar?". -Nindi- "Semua butuh waktu dan usaha yang tepat. Jangan terburu buru dan nikmati proses yang ada." -Yunis- Sesuatu mengancam keberadaan sekolah mereka...