"Ibuuu ... Almetku di mana?" teriak Nindi dari kamarnya.
"Kan semalem kamu sendiri yang simpan di lemari," jawab ibu dari arah dapur. "Lagian baju sendiri bukannya diinget taruhnya dimana."
"Nggk ada bu, beneran deh. Kalo ada Indi pasti nggak nanya ke ibu."
Ibu Nindi berdecak kesal. Anak perempuan satu satunya itu tidak pernah mencari barangnya sendiri dengan benar. Selalu saja mulut yang diutamakan dibanding mata.
Dalam sekejap, ibunya sudah melihat pemandangan yang menyedihkan. Pintu lemari terbuka dan Nindi yang sudah terduduk pasrah tidak menemukan seragamnya.
"Coba ibu cari." Ibunya pun menggantikan posisi Nindi didepan pintu lemari. Dengan sekali raih, sekali tarikan, almet berwarna merah pun keluar dari lemari.
"Ini apa?" Nindi hanya tersenyum dan mengambil almet dari tangan ibunya.
"Makanya kalo nyari itu pake mata, bukan pake mulut."
"Hehehe," Nindi tersenyum malu, "untung ada ibu yang selalu melihat sesuatu dengan jelas."
"Untung ada kamu yang tak pernah melihat sesuatu dengan jelas," balas ibu dengan senyum jailnya.
Raut wajah Nindi berubah 180°. Mukanya jadi cemberut mendengar kalimat ibunya.
Ibunya mengusap kepala Nindi sambil tertawa kecil, "udah udah. Cepetan siap siap, ntar terlambat lagi."
Tiinnn ... Tiinnn ...
Terdengar suara klakson motor dari luar rumah Nindi. Nindi segera memakai almetnya dan pamitan sama ibunya.
"Nindi," panggil ibu.
"Ada apa Bu?"
"Kamu sekarang punya pacar ya?" Raut wajah Nindi langsung berubah keheranan, "apa sih bu, kok nanya begituan."
"Itu, tumben kamu ada yang jemput. Biasanya juga berangkat sendiri," jelas ibu.
"Itu Yunis bu, bukan pacar. Ibu kan udah tau kalo aku berangkat bareng sama Yunis terus." Nindi menjawab sambil bergegas menuju ambang pintu kamarnya.
"Tumben Yunis bawa motor."
"Nggk tau bu. Pengen pamer kali Bu, kan motor dia baru beli."
"Oohh, yaudah hati hati dijalan," kata ibunya sambil menutup pintu lemari.
"Iya Bu."
"Jangan lupa, kalo nyari sesuatu itu pake mata, bukan mulut." Ibu Nindi berlalu melewati anaknya menuju dapur, melanjutkan acara masak masaknya yang sempat tertunda.
"Kalo pake mulut kemakan atu Bu," balas Nindi cepat.
"Udah lah sana. Yunis udah nungguin dari tadi, kamunya masih disini. Jangan bikin orang terlambat gara gara kamu."
"Iya Bu iya," Nindi pun segera berlalu keluar rumah dan menghampiri Yunis.
"Sorry ya, lu udah lama nunggu ya?" tanya Nindi sesudah membuka pagar.
"Nggk juga, gue baru aja nyampe," jawab Yunis cepat.
"Motor lu mana? Bukannya lu bawa motor?" Nindi melihat ke sekeliling dan tidak melihat kendaraan roda dua milik Yunis.
"Motor? ngapain gue bawa motor ke sekolah? Males gue bawa motor ke sekolah. Males isi bensinnya."
"Lah? terus siapa dong yang tadi klaksonin gue?" tanya Nindi kebingungan.
"Oh itu, tadi pas gue udah Deket rumah lu, temen gue lewat, terus dia nyalain klakson."
"Oooohhh. Yaudah, ayo jalan ntar terlambat lagi."
"Tenang aja, nggk bakal terlambat kok. Santai aja," ujar Yunis.
"Iya dah, terserah lu."
***
Hai semuanya. Perkenalkan kau NiceFuse.
Kali ini hanya bisa perkenalan, silahkan dinikmati ceritanya ok😜
Jgn lupa vote dan comment, see you next part.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Dream, One Destiny
Roman pour Adolescents"Jika tidak dimulai dari langkah kecil, bagaimana cara mengambil langkah besar?". -Nindi- "Semua butuh waktu dan usaha yang tepat. Jangan terburu buru dan nikmati proses yang ada." -Yunis- Sesuatu mengancam keberadaan sekolah mereka...