"Ya, dan bisa saja dia datang lagi ke ruang musik diantara kerumunan tadi."
***
"Jadi tadi kamu ke ruang musik saat jam pelajaran?" tanya Yunis langsung.
"Iya, soalnya tadi jamkos, jadi gue ke ruang musik," jawab Amora singkat.
"Kenapa lu ke ruang musik saat jam pelajaran?" tanya Nindi lagi.
"Kan tadi lagi jamkos. Lu nggak denger tadi?" jawab Amora ketus.
"Kok jadi ngegas?" tanya Nindi lagi dengan nada lebih ketus.
"Udah udah!" bentak Yunis tiba-tiba.
Suasana ruang konseling tiba-tiba menjadi sunyi. Ruangan yang hanya berisi mereka bertiga mendadak hening bagai tak berpenghuni.
"Kita disini ingin bertanya baik baik karena ponselmu tertinggal di ruang musik yang sudah berantakan. Dan ponselmu merekam beberapa bukti yang bisa kami menangkap pelakunya," jelas Yunis.
Amora menaikkan sebelah alisnya. Dia merasa kebingungan. "Kalian siapa, kenapa kasusnya nggak polisi aja yang urus?"
"Kami diberi kepercayaan oleh kepsek, makanya kami mau memanfaatkannya sebaik mungkin, sampai sini paham?"
Amora terdiam sejenak. Dia berpikir sebentar setelah mendengar perkataan Nindi barusan yang sedikit memberi nada tidak suka padanya.
"Ok, gue paham. Gue mau kerja sama asal ponsel gue balik dengan keadaan utuh 100% dan belum di utak atik sama sekali," kata Amora memberi persyaratan.
"Kalo itu gampang, karena kami hanya melihat hasil rekamannya tadi." Yunis mengeluarkan ponsel Amora dari dalam kantong celananya. "Jadi kenapa lu ada di ruang musik saat jam pelajaran? Tolong dijelaskan lebih rinci dan kali ini dengan lebih tenang."
Amora menyambut ponselnya dari Yunis. Dia segera membuka sandi ponselnya dan mengecek. Benar kata Yunis, dia hanya melihat isi video saat dirinya merekam tadi.
"Amora?" panggil Yunis melihat Amora yang sudah langsung sibuk melihat ponselnya.
"Ah iya, maaf. Darimana tadi, kenapa gue di ruang musik ya?"
Yunis dan Nindi hanya mengangguk menanggapi perkataan Amora. Amora menarik nafas panjang untuk mulai bercerita.
"Jadi tadi kelas gue itu jamkos. Di kelas gue kalo jamkos itu berisik banget, jadi gue pergi kesini karena gue juga butuh ketenangan. Gue salah satu anak eskul musik, jadi mudah bagi gue mendapatkan akses keluar masuk secara bebas di ruang musik."
"Oh jadi lu salah satu anggota eskul musik," kata Yunis sambil mencatat beberapa hal penting.
"Iya. Saat di ruang musik tadi, gue merasa bosen dan gue memutuskan untuk membuat video. Iseng aja, nanti juga pasti ujung ujungnya gue hapus kalo udah nggak butuh lagi."
"Nah ini pertanyaan gue selanjutnya. Dimana lu saat kejadian perusakan terjadi dan kenapa ponsel lu bisa tertinggal di ruang musik?" tanya Yunis lagi.
"Jadi saat gue sedang merekam, gue kebelet dan gue langsung keluar terburu-buru dari ruang musik. Gue memang suka ninggalin ponsel gue disana dan itu sudah jadi kebiasaan gue. Gue keluar, nggak lupa ponselnya di tutup pake buku yang sudah gue bawa dari kelas supaya tidak ada orang yang tau kalau ada ponsel gue dan nggak ada yang ngebuka isi ponsel gue."
Yunis dan Nindi hanya mengangguk mendengar penjelasan panjang Amora. Yunis dan Nindi akhirnya mengerti kenapa pelaku tidak mengambil ponsel Amora dan kenapa rekamannya menghadap keatas.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Dream, One Destiny
Teen Fiction"Jika tidak dimulai dari langkah kecil, bagaimana cara mengambil langkah besar?". -Nindi- "Semua butuh waktu dan usaha yang tepat. Jangan terburu buru dan nikmati proses yang ada." -Yunis- Sesuatu mengancam keberadaan sekolah mereka...