Perut Narni yang sudah menginjak sembilan bulan, hanya tinggal menunggu waktu. Perkiraan melahirkan dari bidan sudah mendekati harinya. Perasaan Narni yang bercampur aduk, makin membuat seolah menciut nyalinya.
Akhirnya hari yang di nantipun tiba, ia melahirkan seorang putra. Keluarga besar dirinya dan keluarga besar suaminya menyambut dengan penuh suka cita. Hati Narni pun sangat bahagia ketika putra yang dilahirkannya, begitu sehat.
"Alhamdulillah... akhirnya si jabang bayi keluar dengan selamat dan sehat ya," ucap bapaknya Narni yang memang sangat menunggu kehadiran cucu pertamanya itu.
"Ya betul Pak, syukur juga Narni sehat." Ibunya yang sedari tadi merapikan kain yang dikenakan oleh Narni, turut merasakan kebahagiaan.
"Ya Bapak, aku bersyukur Putraku sehat," ucap Narni tersenyum lebar.
Namun di tengah kebahagiaan itu, Sasongko justru tak berada di samping Narni dari sejak detik jelang melahirkan. Karena Sasongko tengah bekerja pada shift malam. Dan ia tak bisa mendampingi istrinya itu.
Dan Narni memang sudah memahami keadaan itu semua, ia banyak belajar simpan keegoan diri. Meski harapan besar seorang istri yang inginkan seorang suami berada dekat di saat-saat seperti ini.
"Narni?! tetiba Sasongko sudah berada di pintu. Dengan napas yang terengah-engah ia berusaha mengontrol napasnya itu.
"Duh Gusti... maafkan aku, baru sempat menjenguk, dari tadi aku sudah berusaha minta ijin ke bosku tapi dia bilang aku harus nunggu temanku yang bisa gantiin pekerjaanku sementara."
Jelas Sasongko pada istrinya dan pada mertuanya yang juga berada di ruangan itu.
"Gak apa Mas, yang penting anak kita sehat," jawab Narni seraya menyodorkan bayinya pada suaminya yang sudah berada di dekatnya. Lalu dengan sedikit gemetar tangannya menggendong putranya itu, ia mengkumandangkan azan tepat di telinga kanan lalu berlanjut ke telinga kirinya.
Waktu yang dilalui tak terasa, putra pertama mereka berdua sudah enam bulan. Narni dengan sepenuh hati mengurus putranya itu. Tangisan nakal dari putranya itu adalah satu rangsangan kekuatan dirinya sebagai seorang ibunda.
Ia ingin merasakan terus bahagia meski kepenatan selalu menghinggapinya. Pagi hingga malam, ia hanya berkutat dengan mengurus bayi dan rumah. Namun ia mungkin hampir tak sadar, tanaman bunga miliknya yang sudah ia rawat sebelum kelahiran putranya, kini mulai layu karena tak terurus.
Hanya Jalu lah, adiknya yang terkadang masih mau menyirami tanaman bunganya itu. Ia tahu kalau mbaknya itu sangat sibuk mengurus si bayi. Apalagi kalau mengandalkan kakak iparnya Sasongko, sepertinya tak bisa berharap banyak. Karena Sasongko adalah sebenarnya tipe orang yang tergantung akan suasana hati.
Itulah mengapa, Narni selalu berusaha belajar untuk bisa menerima sifat dari suaminya itu. Padahal ia sendiri sebenarnya sebagai perempuan juga istri, teringin mendapat perhatian, kasih sayang yang bukan hanya sekadar. Imbang rasa dari Narni pada suaminya yang terpaut sepuluh tahun itu, seharusnya membuat ia sebagai suami bisa memahami. Tapi entah mengapa, Sasongko justru sedikit acuh pada istrinya itu.
Hubungan yang berawal dari perjodohan bukan hal mustahil untuk bisa terus mencinta satu sama lain. Juga tak jarang yang akhirnya di tengah hubungan atau akhir mereka sama tak mampu mencintai pasangan hidupnya meski bertahun-tahun lamanya.
Mungkin Sasongko mulai merasakan gestur istrinya yang ketika ada sedikit perdebatan mereka berdua, apabila berbicara mulutnya menyungut. Karena itulah terkadang Sasongko memilih diam kalau Narni sudah mulai mengomel karena hal-hal sepele.
Faktor kelelahan yang kadang membuat Narni bersikap demikian. Ia merasa ingin diberi perhatian, ingin dimanja, ingin diperlakukan istimewa. Tapi sekali lagi Sasongko belum bisa benar memahami akan keinginannya itu. Yang ia tahu, hanya memberikan nafkah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maid In Merlion
ChickLitNarni adalah gadis desa yang mencoba mengadu nasib seperti teman-temannya yang sudah dulu berada di luar negeri. Konflik rumah tangganya yang tak kunjung mendapat solusi justru semakin membuatnya bingung. Dengan terpaksa ia tinggalkan anak dan suami...