Hari yang sudah terlewati di dunia Narni seorang, adalah hari yang telah penuh kejenuhan. Ia mulai mengenal handphone dan tahu kalau benda yang satu ini mempermudah dirinya berkomunikasi.
Mampu menghubungkan antara dirinya dengan semua temannya. Sasongko membelikannya agar bertujuan mempermudah mereka berdua dalam komunikasi. Tapi Sasongko sudah memberi isyarat pada Narni agar tak terlalu berlebih pulsa selama pemakaian.
"Ini handphone untukmu. Jangan boros pulsa ya, aku gak mau kamu gak bisa atur pakainya setiap bulan."
Ujaran suaminya terngiang di telinga Narni. Ia membatin andai saja mampu bekerja yang setiap bulan mendapat gaji, pasti ia gak akan begitu pusing dengan ini semua.
"Hufffiuhh! Apaan sih ini! Lagi-lagi harus nurut, ngatur, putar otak biar cukup nih duit untuk sebulan! Coba... aku bisa kerja tanpa harus selalu minta ke suami."
Semakin berkecamuk saja seolah dongkol dengan keadaan yang ada. Meski dia menjual beberapa tanaman bunganya tapi tetap saja ia memutar otaknya agar tercukupi dalam sebulan. Sebenarnya ia sudah mengatur keuangannya itu. Tapi karena kadang ia butuh membawa anaknya berobat ke dokter spesialis yang mengharuskan ia ke kota.
Sore itu, handphonenya berdering, tangannya yang tengah asyik mengurus tanaman-tanamannya itu dihentikan. Sarung tangan yang ia pakai dilepaskannya dan mengambil handphone dari saku celananya.
Teman : Halo Jeng? Apa kabarmu?
Narni : Halo? Maaf siapa ini ya?
Teman : Ya ampun... ini aku Nar, teman SMPmu dulu, Rina.
Rina? Sejenak memori otak Narni mencari-cari simpanan memori lama. Rina yang dulu wakil ketua OSIS ya? Eh benar gak?! tebak Narni membatin.
Teman : Ok, besok aku mampir ke rumahmu.
Narni : Baiklah, aku tunggu besok ya.
Esok hari matahari mengintip dari balik awan putih. Tebaran kabut menyebar di desa tempat tinggal Narni. Embun selimuti pemandangan hijau pesawahan desa itu. Penduduk desa memulai aktifitas kesehariannya dengan semangat. Tak terkecuali Narni, tanaman bunganya ia siram dan menyapu halaman yang penuh dengan dedaunan kering dari pohon mangga.
Waktu semakin menunjukkan laju aktifitas. Sinar mentari mulai berikan panasnya yang lumayan membuat pandangan mata menyurut. Mata Narni tertuju pada jam dinding yang jarum panjangnya mengarah jam 10. Ia bergegas membersihkan tubuh dan merapikan diri karena ia menunggu temannya datang.
Tak lama sebuah motor matic hitam datang. Sosok perempuan berpostur agak pendek turun dari sepeda motor itu. Kacamata hitam yang ia pakai kemudian dilepas, matanya tertuju pada pintu rumah yang tertutup. Kakinya melangkah menuju pintu rumah lalu tangannya mengetuk daun pintu.
Tok tok tok!
"Assalamualaikum, ada orang di rumah? Halo?"
"Ya! Tunggu sebentar."
Terdengar sahutan dari dalam rumah, tak lama pintu terbuka.
"Kreeekk!"
Berdiri sosok Narni dengan senyum lebar menyambut teman lamanya yang datang berkunjung. Lantas ia dan temannya berpelukan dan masing-masing mencium pipi kanan kiri.
Rina?!
"Ya! Ini aku Nar," sambut tawa dan senyum bahagia mereka berdua.
"Seperti mimpi aku Rin!" seru Narni yang terus memandang wajah Rina seraya memegang kedua pundak atasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maid In Merlion
ChickLitNarni adalah gadis desa yang mencoba mengadu nasib seperti teman-temannya yang sudah dulu berada di luar negeri. Konflik rumah tangganya yang tak kunjung mendapat solusi justru semakin membuatnya bingung. Dengan terpaksa ia tinggalkan anak dan suami...