Jemput Arfa pulang sekolah sudah kegiatan rutinnya setiap hari. Terik matahari menghanguskan kulit Narni yang kuning langsat itu. Ia menunggu di luar halaman sekolah taman kanak-kanak di desanya.
Riuh sorak anak-anak itu menghangatkan suasana indahnya mereka yang bermain di sekolah. Tepat pukul 10.00 anak-anak berhamburan keluar. Satu per satu mereka hampiri orang tuanya yang sudah menunggu.
Arfa pun terlihat keluar lalu mendekati Narni yang tengah menunggu. Senyum semringah hiasi bibir Narni. Ia begitu bahagianya seraya memeluk putranya. Ia mencium pipi putranya dan bertanya padanya.
"Wah putra Emak sudah pandai nih, belajar apa tadi sama Bu Guru?"
"Aku belajar menyanyi 'Bintang Kecil', aku suka lagu itu," ucap putranya.
"Terus, bisa nyanyi lagu apa lagi?" cecar Narni.
"Aku suka lagu 'Aku Anak Sehat', kan emang aku anak sehat," selorohnya sembari bergelayut di kaki Narni.
"Ya deh, putra Emak emang pintar."
Saat mereka berjalan meninggalkan area sekolah tiba-tiba seorang perempuan mendekat. Langkahnya sedikit tergopoh-gopoh berjalan menghampiri Narni dan putranya.
"Eh! Mbak ini ibunya Arfa? tanya perempuan itu.
"Ya aku ibunya Arfa," jawab Narni singkat.
"Oh ya, mau gak ikutan ngumpul? Nanti kita adakan arisan satu kelasnya anak-anak kita," ajaknya pada Narni.
Sejenak Narni berpikir, apakah suaminya bakal mengijinkan kalau ia bisa ikut arisan di sekolah anaknya itu. Ia tak mau kalau Sasongko mudah memprotesnya. Padahal kalaupun suaminya tak ijinkan, ia bisa diam-diam ikut arisan pakai uang simpanan hasil dari menjual tanaman bunganya itu.
Tapi Narni hanya sekadar mencoba ijin pada suaminya. Walau mungkin akhirnya tak ada restu, ujungnya ia pasti tetap ikut, dengan atau tanpa ijin suami Narni.
"Ehm, maaf. Aku harus tanya ke bapaknya Arfa, karena saya gak enak kalau belum bilang ke suami," ujar Narni.
"Oh ya, gak apa, besok semoga sudah ada jawaban dari mbak he... he," ucap perempuan itu berlalu pergi.
"Ayo Nak, kita pulang."
Mereka segera pergi menaiki becak yang ia panggil. Dan tetiba becak di depan rumahnya, Narni turun lalu membayar ke tukang becak itu.
"Ini Pak, terima kasih."
Narni masuk menggandeng anaknya ke dalam rumah. Setelah mengganti pakaian lalu menyuapinya setelah itu menidurkannya. Suaminya yang masih terlihat di rumah dan memang masuk kerja shift malam itu masih tertidur depan tv.
"Mas bangun. Ini sudah siang, kamu belum makan kan?" tanya Narni yang membangunkannya.
Dan suaminya hanya mendehem tapi tak membuka mata, ia masih memeluk bantal sambil meringkuk. Narni tak menyerah, tangannya menarik sarung yang ia kenakan.
"Mas! Banguuun!" ucapnya sedikit bersuara keras.
Lalu suaminya pun akhirnya terbangun dan meminta Narni membuatkan kopi untuknya. Sesudah itu ia langsung bicara pada suaminya saat santai menikmati kopi.
"Mas, aku boleh ikut arisan di sekolahnya Arfa gak? Aku cuma ingin kumpul silaturahmi kok."
"Kamu mau ikut arisan itu hanya untuk kumpul? Lalu apa untungnya?" cibir Sasongko.
Asap rokok yang mengepul membuat Narni sangat risih. Narni sejenak terdiam dan ia mulai memikirkan pilihan lain kalau suaminya terkesan tak mengizinkan jika dirinya mengikuti arisan.
Keesokan harinya di sekolah, ibu dari teman sekolah putranya mendekat dan tersenyum menyapa dirinya,"Mbak, apa kabar? Gimana kemarin sudah ijin sama suami?"
"Aku boleh kok," ujarnya sambil mengalihkan pandangan matanya.
"Wah, berita bagus mbak, ok besok kita mulai kumpulnya."
"Ya, aku ikut saja."
"Besok kita kumpul di sekolah dulu, selepas semua selesai kegiatan anak-anak," kata perempuan itu.
"Eh ya, mbak ini namanya siapa?" tanya Narni seraya mengulurkan tangannya untuk bersalaman.
"Cukup panggil aku, ibunya Daffa," ujar perempuan itu.
"Oh ibunya Daffa...."
Setelah itu jam masuk anak-anak sudah dimulai. Semua ibu-ibu yang mengantar anak mereka kembali pulang. Narni berpikir kalau suatu saat suaminya tahu kalau ia ikut arisan, ia sudah persiapkan apa yang akan ia katakan sebagai alasan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maid In Merlion
Chick-LitNarni adalah gadis desa yang mencoba mengadu nasib seperti teman-temannya yang sudah dulu berada di luar negeri. Konflik rumah tangganya yang tak kunjung mendapat solusi justru semakin membuatnya bingung. Dengan terpaksa ia tinggalkan anak dan suami...