Prahara rumah tangga Narni tak cukup sampai disini. Kali ini Sasongko sudah tak mampu lagi menahan kesabarannya. Dibantinglah handphone milik istrinya dengan dalih lebih baik barang rusak dari pada rumah tangga rusak.
Prakkk!
"Maaf Nar, kalau aku terpaksa lakukan ini karena jujur saja aku benci keadaan ini!" kemarahan Sasongko tak terbendung lagi.
Narni sedari tadi menggigit empat jarinya dan sedikit menyeringai melihat kejadian di depan matanya. Ia sangat ketakutan akan apa yang suaminya lakukan. Tapi ia tak berani melihat hal itu lalu ia merasakan kalau yang bisa dilakukan adalah diam.
Karena jika berusaha membela diri itu akan percuma. Yang ada juga perdebatan sengit bisa saja terjadi. Sulit untuk membuka kata, jikalau lawan bicara sedang dalam keadaan yang emosinya tak stabil. Sasongko terus menerus berkata-kata seolah tiada jeda untuk memberi titik ataupun koma.
Dan tanpa disangka Sasongko sudah tak mampu lagi menahan semuanya. Tangannya mendarat di pipi istrinya.
"Plak plak!"
Tamparan cukup keras hingga membuat Narni jatuh tersungkur. Tubuh Sasongko gemetaran, reaksi emosi yang berakumulasi dengan sebuah waktu. Yang setiap detik waktu ia hanya mampu menahan namun tak mampu menguak apa sebenarnya yang terjadi antara istrinya dengan sahabatnya itu.
"Kamu selingkuh Nar!"
Hanya ucapan itulah yang keluar dari mulut Sasongko. Ia berusaha lakukan penyudutan demi penyudutan terhadap Narni. Ya, Sasongko seolah bermodal dengan sederet rangkaian statusnya bermahkotakan seorang lelaki. Keegoan diri ia kedepankan karena merasa sebagai imam sebuah rumah tangga.
Narni menahan sesak di dada, ketika melihat putranya yang sudah menangis ketakutan karena melihat ia dipukul oleh suaminya. Dengan segala kekuatan yang ada, ia beringsut menyeret tubuhnya ke arah putranya yang duduk meringkuk di depan pintu kamar.
Ia langsung memeluk Arfa, berharap agar ia tak trauma dan merasa nyaman dalam pelukan seorang ibu. Isak tangis dan air mata yang berderai sejenak ia sapu dengan sebuah ketegaran hati. Anak adalah satu alasan kekuatan di dalam diri Narni.
"Ya Allah... Gusti... ini ujian hidupku, mungkin ini kesalahanku tapi apakah justru aku yang harus disalahkan karena keadaan ini semua? Tabah! Ya ketabahanlah yang harus kulakukan."
Hatinya merintih, memohon pada Sang Khalik agar ia tetap tegar dengan segala kekuatan yang dimilikinya. Meski seorang istri yang kodratnya harus mengabdi seutuhnya pada seorang suami namun apakah ketika melakukan sebuah kesalahan harus dijatuhkan? Entahlah, ia hanya berpikir sementara untuk itu.
"Mana lelaki itu? Kalau dia berani, tunjukkan diri di hadapanku!" suara lantang Sasongko memecah kesunyian malam hari itu.
Dan bukan hal beruntung atau tidak atas keadaan ini. Orang tua Narni kebetulan tak berada di rumah. Mereka tengah berada di desa tetangga, menjenguk paman Narni. Sudah dua hari mereka menginap di rumah pamannya itu. Mungkin inilah yang membuat posisi Sasongko mudah lakukan kekerasan.
Suami Narni sudah tak mampu mengendapkan barang sejenak emosi dan ego dirinya atas Narni. Ia menganggap kalau seorang suami jauh di atas segalanya dalam rumah tangga.
"Mas, kalau kamu sudah ndak mau sama aku, monggo kamu putuskan apa yang bisa kamu buat dalam memutuskan semua ini," Isak tangis Narni merasa pasrah.
Lalu Sasongko justru pergi meninggalkan Narni yang masih duduk bersimpuh memeluk putranya, Arfa.
"Brakk!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Maid In Merlion
Chick-LitNarni adalah gadis desa yang mencoba mengadu nasib seperti teman-temannya yang sudah dulu berada di luar negeri. Konflik rumah tangganya yang tak kunjung mendapat solusi justru semakin membuatnya bingung. Dengan terpaksa ia tinggalkan anak dan suami...