Pernikahan tiga

328 23 2
                                    

Hamil? Hah?!
Matanya yang terbelalak adalah ekspresi terkejut dirinya. Seolah tak percaya dengan kertas hasil yang dipegangnya. Suasana ramai pasien di puskesmas itu tak membuat ia santai. Sedikit tegang namun ia usahakan duduk tenang.

Sekali lagi petugas apotik memanggilnya untuk memberikan obat dan vitamin untuk kehamilannya. Setelah selesai petugas itu berikan cara pemberian obatnya dalam sehari, Narni lantas pergi berlalu dan meninggalkan puskesmas, tempat ia memeriksakan diri.

Langkah kakinya yang pelan dan lemas karena sejak pagi, ia tak makan apapun. Semua isi perutnya terkuras habis karena kata bidan itu adalah proses alamiah ketika trimester pertama kehamilan.

Ia pun memanggil tukang becak tak jauh dari depan puskesmas.

"Pak, tolong cepat anterin aku ke rumah."

"Oh iya. Mbak."

Sambil menunjukkan arah menuju rumahnya, sang tukang becak mengayuh becak ya agak cepat karena melihat kondisi Narni yang terlihat berwajah pucat dan lemas.

Setelah lima belas menit perjalanan, ia pun sampai di rumah. Becak yang dinaikinya berlalu setelah Narni menyodorkan uang untuk membayar tukang becak itu. Lalu ia pun bergegas menuju pintu rumah dan membuka pintu. Semua penghuni rumah memang tengah beraktifitas. Bapak Narni yang seorang petani dan ibunya, keduanya berada di sawah. Adiknya Jalu, masih berada di sekolah.

Narni masuk ke kamar, tubuhnya langsung berbaring di tempat tidur. Perutnya yang masih terasa mual, kepala pusing dan tubuhnya serasa lemas. Lalu tak sadar matanya pelan tertutup, ia pun tertidur.

Beberapa jam akhirnya mata Narni terbuka dan suaminya ternyata tengah duduk di tempat tidurnya. Sasongko tersenyum pada Narni yang masih terbaring lemas. Lalu Sasongko menyodorkan segelas air putih hangat pada istrinya.

"Minumlah istriku."

Dan ia segera meminum air hangat itu yang suaminya beri. Setelah meneguk air sampai habis, Sasongko meletakkan gelasnya di meja dekat tempat tidur.

"Kamu tertidur lama Dik, ibu bilang kamu pergi ke puskesmas sendiri."

Sasongko mencondongkan tubuhnya tepat depan istrinya yang masih duduk. Lalu ia memeluk istrinya itu dengan penuh kasih.

"Terima kasih Dik Narni, kamu sudah memberi buah cinta kita berdua."

Tangannya sembari menunjukkan selembar kertas dari puskesmas yang Narni bawa siang tadi. Sementara justru Narni masih tetap terdiam tanpa sepatah katapun keluar dari mulutnya.

"Ya sudah, mungkin kamu masih terlalu lelah ya kan? Jangan lupa minum vitamin dan obatnya ya?"

Narni hanya membalas dengan senyum. Wajahnya yang masih nampak sedikit pucat karena efek muntah itu. Saran bidan memang Narni harus bedrest demi kesehatannya dan kehamilan dirinya.

Hari berlalu, tanpa terasa kehamilannya menginjak sembilan bulan. Narni yang sudah agak kesulitan dalam beraktifitas karena perutnya yang sudah membesar. Sasongko sebagai suaminya memang tak pernah begitu menunjukkan kemesraan bahkan perhatian lebih.

Narni yang sebenarnya inginkan suaminya berlaku lebih untuk menyayanginya selama dirinya hamil tapi semua itu tak ia dapatkan. Sasongko nampak biasa sikapnya. Ketika ngidam pun ia tak selalu memenuhi sepenuhnya akan keinginannya tersebut.

Memang sebenarnya ia merasakan kesedihan. Karena sesungguhnya seorang perempuan ketika mengandung, perasaannya sangat sensitif. Rasa ingin disayang lebih dari biasanya mungkin hampir sebagian besar perempuan hamil merasakannya. Namun Narni justru tak dapatkan itu semua setelah kehamilannya semakin membesar.

Sasongko hanya memperlakukan seperti biasa ketika sebelum istrinya hamil. Keseharian yang Narni jalani dengan menyibukkan mengurus rumah tangga juga ia tak pernah lewatkan untuk mengurus bunga-bunga di halaman rumahnya.

"Hai bungaku, apa kabarmu hari ini? Semoga jabang bayiku ini, menyukai kalian layaknya diriku ini."

Seulas senyum yang ia rasakan adalah bentuk dari kebahagiaan tersendirinya pada tanaman bunga-bunga itu.

Maid In MerlionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang