Sahabat Dulu

127 5 0
                                    

Narniiii!!
Hati-hati ya kamu!

Beeep beep beep!!
Alarm handphonenya mendadak berbunyi dan bergetar tepat di dekat telinganya. Sontak matanya yang masih terekat oleh kotoran mata, mendadak susah ia buka. Kedua jari tangannya memaksa kedua kelopak matanya untuk terbuka.

"Huffhh! Ini mata, kenapa susah amat kebuka," dengusnya seraya masih berusaha terus menahan kedua kelopak matanya itu.

Jarum panjang menunjuk waktu angka lima dan jarum pendek angka enam. Ia pun terkesiap melihat angka waktu yang terhitung untuk dirinya sangat terlambat.

"Waduh! Gawat! Alamak, aku terlambat bangun! Aku harus gerak cepat nih," ujarnya yang terus melompat dari ranjang tanpa pedulikan ia lewati di atas tubuh suaminya.

Dengan gerak secepat kilat, otaknya mengatur rapi setiap gerakan tangan dan kakinya. Lalu setelah ia mandi, salat dan menuju dapur menyiapkan masakan untuk sarapan. Namun rupanya Ibu sudah menyiapkan air panas untuk cucunya, Arfa.

"Bu! Ini air untuk mandi Arfa?" teriaknya dari dapur pada ibunya yang berada di halaman belakang rumah.

"Ya, Nak!" sahut Ibu.

"Terus Ibu mau masak enggak? Buat Bapak nanti ke sawah! serunya lagi.

"Nanti saja, kamu masak saja dulu buat suami dan anakmu."

"Ya Bu, baiklah."

Tangannya langsung bergerak ambil bahan sayuran dan lauk. Dengan cekatan memotong sayuran, mengupas, mengiris lalu menggoreng. Setelah semua selesai, ia segera menyiapkan dan menyajikan hasil masakannya di atas meja makan.

Sekali lagi, matanya melirik tajam ke arah jarum jam. Sudah masuki arah pukul 06.30 WIB. Ingatannya mendadak ingat ke putranya dan suaminya.

"Ya Allah! Duuuh ampun deh tuh mereka berdua! Kalau sudah tidur kaya orang mabuk! Bikin gemes banget."

Narni begitu gusar dalam hatinya sebab selama ini, ia harus sabar hadapi mereka berdua. Yang satu suaminya seolah masa bodoh sedangkan putranya malah justru terkadang sangat manja.

"Mas, bangun! Ini sudah siang loh, hari ini kamu shift pagi kan?" gusar Narni sembari menarik selimut suaminya.

"Huammm...."

Sasongko mulutnya menguap, matanya berusaha melirik jam dinding. Ia pun terkesiap saat tahu kalau memang istrinya benar membangunkan karena kesiangan.

"Waduh! Payah nih!" ujarnya terus bergegas bangun lalu menuju kamar mandi.

Narni membuka jendela kamar, ia sempat sejenak menoleh ke arah suaminya. Ia mencibir,"Tiap hari! Kok maunya dibangunin terus."

"Arfa, ayo bangun. Hari ini sekolahmu ada kegiatan jalan-jalan kan? Ayo! Semangat!"

Tubuh Arfa menggeliat, matanya membuka pelan. Narni mencoba menggendongnya, tangannya direntangkan mengarah depan tubuh anaknya yang masih terbaring. Ia tersenyum lebar melihat Arfa yang masih bermalas-malasan.

" Ayo Nak... jangan malas gitu dong."

"Lah... Mak! Arfa masih ngantuk," rajuknya.

"Eh, anak Emak harus selalu semangat ya? Biar sukses nanti kalau sudah gede," tandas Narni.

Narni mengangkat pelan tubuh anaknya dan menggendongnya. Ia segera memandikannya dan menyiapkan keperluan sekolah Arfa. Setelah semua siap dan makan sarapan bersama suami juga anaknya. Setelah itu semua berangkat dengan menaiki sepeda motor. Narni dan anaknya di antar suaminya menuju sekolah.

Tetiba di sekolah, suaminya berpamitan pergi bekerja. Narni mengantar Arfa sampai depan kelas lalu ia segera berpesan pada putranya itu.

"Makmu pulang dulu ya, baik-baik di sekolah," ucapnya.

"Ya Mak, dadah Mak!" jawabnya seraya tersenyum dan melambaikan tangan.

Narni pun pergi, namun handphonenya berdering. Nampak di layar sebuah nomer yang tak tersimpan di daftar nama handphonenya itu.

Narni : Assalamualaikum, halo? Siapa nih?

Teman  : Waalaikumsalam, halo. Ya ini aku Nar! Danang.

Narni : Hah! Danang? benar nih?

Danang: Ya! Ini aku! Apa kabarmu hari ini, Nar?

Narni : Oh! Kamu ya! Kok tahu nomerku? Kabarku alhamdulillah baik. Lalu kabarmu baikkah?

Danang : Kabarku baik. Aku minta nomermu ke Rina.

Narni : Oh begitu.

Danang: Nar, kamu ada waktu enggak hari ini?

Narni    : Sepertinya... Ehm enggak ada sih.

Danang: Aku mau traktir minum ya? Mau kan?

Narni sejenak terdiam, ia tak segera menjawab karena berpikir kalau ia meminta izin ke suaminya apakah dibolehkan atau tidak. Lantas apakah ia akan menyanggupinya? Meski tanpa izin Sasongko?

Maid In MerlionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang