Pagi yang tertutupi awan mendung, tak menyurutkan semangatnya untuk bisa mengantarkan Arfa pada kegiatan sekolahnya. Hari minggu memang ada acara karnaval untuk peringati hari anak nasional. Dan juga ada agenda untuk ibu-ibu satu kelas anaknya, kumpul arisan yang pertama. Alih-alih sebagai ajang silaturahmi tapi ini bukan hanya itu, ada acara makan di warung yang lumayan popular di desanya.
"Duh, kalau begini... aku bisa gak ya, bareng mereka mengikuti acara ini?" gumamnya dalam hati. Narni yang sebenarnya agak merasa ragu dengan keputusannya hari ini yang mana sebenarnya ia dan keluarga suaminya ada acara kondangan di luar kota.
"Hai mbak? Apa kabar? Nanti kita ngumpul di sekolah dulu lalu kita berangkat bersama menuju ke warung klangenan sama-sama ya?" tukas Ibunya Daffa.
"Oh iya, bisa," jawab Narni singkat.
"Baiklah kalau begitu, mbak nanti bonceng motor aku saja ya? Soalnya teman lainnya sudah punya pasangan boncengannya he... he," ujarnya terkekeh.
"Ya... aku ngikut saja," jawab Narni tenang.
Ibunya Daffa pergi meninggalkan Narni menuju halaman sekolah yang sudah banyak anak-anak berkumpul. Narni pun menggandeng Arfa putranya, untuk bergabung dengan mereka.
"Mak, Arfa nanti dijemput ya kalau sudah selesai karnavalnya?" ujarnya memegang tangan Narni dan menggoyang-goyangkannya.
"Ya Arfa cakep, nanti pasti Emak jemput, masa enggak," kedip matanya pada putranya itu.
"Arfa takut nanti Emak lupa, kan Emak ada mau kumpul sama ibunya teman-temanku kan?"
"Iya sih, tapi ya kalau selesainya pas bareng karnavalmu ya malah kebetulan kan?"
"Ya Maaaak. Cup," ucapnya seraya mencium pipi Narni.
Acara telah dimulai, semua anak diatur baris. Setelah itu baru mereka semua berjalan bersama-sama. Pandangan mata putra Narni yang tersenyum masih menoleh ke arah Emaknya, Narni. Kostum yang mereka pakai bertema baju adat dari setiap propinsi.
Para orang tuapun turut bersuka cita melihat anak mereka mengikuti kegiatan itu. Setelah berlalu barisan para siswa itu lalu ibu-ibu yang sudah berencana langsung berkumpul lalu pergi ke tempat yang disepakati.
"Yuk mbak, kita berangkat," ajak ibunya Daffa.
"Ayuk."
Senyum semringah juga semangat, mereka berdua melesat pergi dengan motor yang ditumpangi. Selang sepuluh menit, tibalah mereka di warung klangenan. Dan menuju tempat meja yang sudah tersedia untuk acara mereka.
"Mari ibu-ibu, kita kumpul bareng nanti acara dipandu oleh salah satu peserta yang sudah ditunjuk ya."
Suara lantang ibunya Daffa begitu menggema di ruangan itu. Warung yang berkonsep sedikit elegan layaknya untuk sekelas kafe. Arisan pun dimulai, tawa riuh mereka membawa suasana santai dan akrab.
"Selamat pagi ibu-ibu semua, apa kabar? Kita berkumpul ini bertujuan untuk ajang silaturahmi, tidak perlu uang arisan nominal besar tapi yang penting kebersamaan jalin persaudaraan di kelas anak kita."
Awal acara dibuka dengan sambutan dan mereka menyambut dengan tepuk tangan serta tersenyum semringah. Narni yang turut dalam acara itu, tak luput ikut bahagia.
"Tapi bukan untuk sekedar arisan saja, nanti kita memilih salah satu ibu-ibu disini yang mau dijadikan Ibu ketua lalu dilanjutkan memilih pengurus, setuju ibu?!"
"Ya setuju!" mereka pun kompak menjawab dari sang moderator acara.
Tak terasa acara sudah berlangsung lama, setelah pengocokan arisan lalu mereka segera pulang. Anak-anak yang mengikuti karnaval akhirnya selesai. Ibu mereka masing-masing terlihat bahagia akan anaknya yang sudah mengikuti acara tersebut.
Narni menghampiri putranya yang sedari tadi kepalanya menengok kesana kemari, mencari sosok Emaknya yang berada di sekitar area sekolah.
"Asyik Emak sudah jemput aku!" sorak gembira Arfa.
Dan Narni tersenyum lebar menyambut putranya yang ingin dipeluk, rentang tangannya lebar memeluk putranya yang berlari kecil mendekatinya. Waktu kebersamaan sudah ia dapatkan, putranya dan teman arisan sekolah. Sebuah senyuman menghiasi hari yang nampak mendung tapi cerah untuk Narni.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maid In Merlion
ChickLitNarni adalah gadis desa yang mencoba mengadu nasib seperti teman-temannya yang sudah dulu berada di luar negeri. Konflik rumah tangganya yang tak kunjung mendapat solusi justru semakin membuatnya bingung. Dengan terpaksa ia tinggalkan anak dan suami...