Sementara hati yang belajar menyesuaikan segala keadaan yang kadang menghimpit diri Narni. Siapa bilang perempuan tak butuh waktu sendirinya. Gak harus urusan dapur, kasur kan? Apalagi kalau sudah jatuh jenuh? Bisa saja kalau gak kesampaian menghibur diri lalu piring di dapur bisa jadi taruhan, pecah! Sabar Narni... sabar.
Suara bisikan batinnya yang terkadang menelisik di setiap sudut hatinya. Dan membuatnya terus berpikir, apakah dirinya ingin seolah terbebas dari rasa sesak dalam dada.Bahkan bunga-bunga di halaman rumahnya adalah teman di saat ia selalu merasa kesepian. Rasa hampa yang kadang menghampirinya itulah membuatnya jadi tak menentu. Tangannya asyik menata setiap pot bunganya itu. Tanaman mawar merah yang jumlahnya lebih banyak dari mawar warna lainnya, ia letakkan terpisah.
Para pelanggannya lebih banyak memilih bunga yang satu ini. Itulah sebab Narni selalu menambah bibit mawar merahnya. Uang hasil jualan tanaman bunganya itu, ia sisihkan untuk beberapa kebutuhan termasuk untuk orang tuanya.
Suaminya memang anak orang yang cukup berada. Tapi itulah sebenarnya yang menjadi momok bagi dirinya dan Sasongko. Ketika membicarakan keuangan rumah tangganya seolah hal itu sangatlah sensitif. Apalagi jika Narni berusaha pelan membujuk suaminya agar tidak selalu meminta uang jika kekurangan.
Tapi itulah tantangan bagi seorang istri seperti Narni. Ia yang mempunyai prinsip hidup mandiri tapi justru suaminya tak begitu mengarah pikirannya sama seperti istrinya. Suatu hari pernah diskusi ia dan suaminya.
"Mas, cobalah kalau kamu gak ada uang pas tanggal tua jangan minta ke Ibu untuk beli rokokmu," bujuk Narni.
"Nar, maumu apa sih? Toh aku minta pada orang tuaku, bukan ke kamu apalagi orang tuamu," ujarnya setengah menggerutu.
"Ya aku tahu tapi...." suara Narni terhenti saat suaminya pergi seraya mengomel.
"Nar! Sudah kamu gak usah banyak bicara, aku tuh sudah tahu apa maksudmu bicarakan ini? Kamu mau aku gak manja, gak tergantung, gak mandiri begitu?! sergah Sasongko lalu berlalu dari hadapan istrinya. Duh gusti... tangannya mengusap dada dan tetes air matanya menitik satu demi satu di pipi putihnya.
Narni sebenarnya termasuk berparas cantik untuk padanan gadis yang ada di desanya. Beberapa pemuda di desa itu pernah menaruh hati padanya. Namun sifat Narni yang agak acuh dan sedikit tomboy membuat pemuda-pemuda itu agak lumayan susah untuk mencoba mendekatinya.
Zaman saat Narni yang masih duduk di bangku SMP semakin hari makin nampak perubahannya. Desanya pun tampak berubah dari gaya dan cara hidup warganya. Mungkin seiring kemajuan teknologi makin kesini makin memengaruhi kehidupan di desa.
Narni sempat diajak temannya ke komunitas ibu-ibu muda di desanya. Bermula saat arisan sekolah anaknya Arfa. Dari situlah ia mulai bergabung dengan komunitas ibu-ibu yang ada di desanya. Tapi kalau yang formal seperti PKK itupun ia cukup aktif mengikutinya.
Maka itulah ia jadi makin dikenal oleh warga desa karena aktif dirinya di kegiatan yang ada di desa. Baik kegiatan program PKK, arisan, senam, dan kegiatan yang berhubungan dengan hari-hari nasional. Dan dengan disibukkannya akan kegiatan itu, ia jadi tambah semangat.
Ia cukup bisa lakukan semuanya itu walau kadang suaminya protes karena ia khawatir anaknya tidak terurus. Karena alasan terlalu sibuknya Narni ikuti semua aktifitas yang dilakukan oleh sebagian ibu-ibu di desanya.
"Nar, kalau bisa kamu kurangi kegiatannya lah, masa kamu gak bisa? Memangnya orang yang bisa atasi itu semua, cuma kamu?" ungkap Sasongko pada istrinya.
"Tapi Mas, kan sejak awal kamu sudah memberi izin apapun jika ada kegiatan ibu-ibu desa, lah kenapa sekarang seolah masih protes?" ucap Narni terheran.

KAMU SEDANG MEMBACA
Maid In Merlion
ChickLitNarni adalah gadis desa yang mencoba mengadu nasib seperti teman-temannya yang sudah dulu berada di luar negeri. Konflik rumah tangganya yang tak kunjung mendapat solusi justru semakin membuatnya bingung. Dengan terpaksa ia tinggalkan anak dan suami...