Sahabat Dulu Empat

102 4 0
                                    

Hai hai hai!!!

Entah apa yang merasukikumuuu 🤭

Lanjooottt🏃‍♀️🏃‍♀️🏃‍♀️

Ya ampuuuun! Mengapa Narni seperti ada beri sedikit peluang pada Danang? Ehm jangan bilang kalau Narni merasa ada getar tersendiri ketika ia sangat merasa bahagia dengan sahabatnya, Danang.

Kalau sudah begini Narni harus mengatakan sesuatu pada Danang untuk setidaknya mencegah hal terburuk bisa terjadi. Karena bila ia dan Danang larut dalam pandangan mata itu, bisa jadi akan timbul getar hati yang tak mampu mereka deteksi.

"Nang, cukup!" elak Narni seraya wajahnya menjauhi wajah Danang.

"Eh, oh! Maaf," ucap Danang gugup ketika Narni mengucap itu.

Lantas mereka berdua mendadak seperti sama-sama salah tingkah. Narni yang merasa sangat tak nyaman karena terjadi peristiwa itu di halaman rumahnya. Beruntung rumah Narni letaknya lumayan berjauhan dengan tetangga.

Karena memang di desanya dan pas kebetulan di tempat tinggal lingkungannya adalah tak banyak penghuni dibanding lingkungan lainnya. Maka dari itu kalau seandainya berteriak pun tak akan terdengar jelas.

Sirna sudah keadaan mereka berdua yang sudah terlihat tak nyaman. Ternyata Arfa pulang diantar guru sekolahnya. Putranya mengatakan sakit sembari memegangi perutnya.

"Maaak, aduuh Arfa sakit perut," rintih Arfa.

"Iya Bu, itu tadi waktu di tengah jam pelajaran, mengeluh sakit perut jadi saya ajak pulang deh," jelas Guru sekolah Arfa.

"Oh begitu ya? Terima kasih sudah antar anak saya pulang," ucap Narni pada sang guru.

"Ya Bu, enggak apa. Oh ya saya mau terus ke sekolah lagi," pamit sang guru lalu berlalu pergi.

Melihat hal itu di depan Narni, Danang segera hampiri putra Narni dan mendekatinya seraya memegang tubuh Arfa. Ia sempat ikut khawatir akan keadaan anak sahabatnya.

"Memang kamu enggak makan tadi? Waktu mau berangkat sekolah?" tanya Danang.

"Ya Om, aku tadi enggak mau makan," jawab Arfa polos.

"Loh? Kan Mak kamu rajin buatin sarapan kan?"

"Ya sih, tapi aku enggak mau."

"Ya sudah, sekarang minum air hangat dulu terus dikasih minyak gosok ya? Biar bantu redakan sakitnya," anjur Danang dengan penuh perhatian.

"Yuk ke dalam minum air hangat dulu," ajak Narni menggandeng anaknya itu.

Melihat baru saja yang terjadi seperti itu, Narni lantas berpikir kalau ternyata Danang begitu perhatian dan sepertinya menyukai anak-anak.

Setelah selesai merawat anaknya lalu ia menidurkannya. Danang yang sudah menunggu cukup lama di teras rumah hanya duduk seraya tertegun melihat berjejeran bunga-bunga mawar. Decak kagum terhadap usaha sahabatnya itu.

"Ehm, rupanya sekarang Narni sudah bisa menyukai bunga. Buktinya dia mengurus juga merawatnya dengan baik, padahal dulu ia tak menyukai bunga.

Tak lama suara Narni mengejutkan dirinya yang masih terpana melihat bunga-bunga di depan halaman dan nampak terawat sekali.

"Nang, maaf sudah tunggu lama," ujarnya lalu duduk.

"Oh enggak apa kok, tapi kalau belum selesai silakan teruskan dulu," tukas Danang.

"Ehm, aku sudah selesai kok," ujarnya.

Lalu mereka pun terlibat perbincangan ringan. Tapi mata Narni bolak-balik melirik jam yang ada di tangannya. Melihat gelagat sahabatnya yang terus menatap jam tangan lalu Danang merasa enggak enak hati.

"Nar, sepertinya kita sambung lagi ya? Lain waktu mungkin aku bisa silaturahim lagi ke rumahmu."

"Ehm maaf, Nang," ragu Narni kian menggunung saja,"tapi tolong kamu enggak usah ke sini dulu karena kalau suamiku tahu, ia akan marah padaku.

Danang menarik napas panjang, ia berusaha memahami. Pandangannya tertuju ke arah langit, mencoba menahan segala rasa yang ada. Ia sementara harus endapkan semuanya.

Maid In MerlionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang