Berbeda dengan saat masih menginjak umur enam belas tahun saat setelah lulus SMP hingga dua tahun kemudian dirinya sudah dilamar oleh seorang lelaki yang terpaut sepuluh tahun selisih umurnya.
Tak mengira, persis setelah kelulusan, Narni sudah diingatkan untuk menyanggupi perjodohan dirinya. Hanya diam yang bisa ia lakukan, bingung, gundah dan sedih tak tahu harus berbuat apa.
Inginnya berontak namun tak sanggup. Karena orang tuanya yang seolah memutuskan sepihak akan perjodohan ini.
Winarni, gadis cantik dan periang, namun kadang acuh. Ia adalah gadis yang hidup di sebuah desa yang terdapat dalam kota kecil.
Sekolah yang hanya ia selesaikan sebatas duduk di bangku SMP. Ia tak bisa meneruskan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi karena keberadaan orang tuanya yang kurang mampu.
Namun sahabatnya yang bernama Danang adalah sosok yang paling menaruh perhatian terhadap dirinya. Ketika Danang meneruskan pendidikan ke SMA, Narni hanya bisa bahagia pada sahabatnya itu. Dan persahabatan mereka pun tetap berjalan sampai dua tahun kemudian setelah lulus SMP.
"Selamat ya Nang, kamu sudah bisa melanjutkan SMA."
"Terima kasih, Nar."
"Oh ya, ini bunga dandelion yang kamu suka itu kan? Tapi ini warnanya ungu dan ukurannya kecil."
"Gak apa kok Nar, terima kasih."
"Oh ya, kamu petik di tepian lapangan itu ya? Waktu kita pulang sekolah seminggu yang lalu?"
"Hihi... ya benar."
"Wah, kamu tuh ya, ternyata sebenarnya memperhatikan bunga ini tapi kamu pura-pura cuek."
"Hee... ya gak gitu lah, aku kan waktu itu malas aja, orang lagi bete kamu terus aja mengeluarkan teori, bosan tau."
"Oh, kamu bosan sama teoriku, ya sudah jangan dengarkan kalau aku ngomong soal ilmu biologi."
"Alah udah deh Nang, iya aku minta maaf."
"Ya deh, gak usah minta maaf, toh aku tau kok biasanya kamu tuh kadang setia dengerin aku cuma mungkin kamu lagi gak enak hati waktu itu."
"Ehm... maaf, kamu jangan salah paham dengan pertanyaanku yang mungkin buatmu gak nyaman."
"Apa itu?"
"Kamu masih mau dijodohkan dengan lelaki itu? Apa kamu sudah pikirkan baik-baik?"
"Ah, sudahlah Nang, aku gak mau memikirkan hal itu saat ini, aku hanya ingin bicarakan hal menyenangkan denganmu."
Kedua sahabat ini akhirnya larut dalam suasana suka cita setelah acara kelulusan selesai. Mereka duduk berdua di bangku taman sekolah. Sekolah favorit tempat mereka belajar telah berikan kesan istimewa tak terkecuali bagi hubungan persahabatan mereka.
Narni tak lantas berkecil hati, meski orang tuanya tak mampu membiayai sekolahnya, ia tetap masih bisa membantu orang tuanya menggarap sawah milik tetangganya.
Konon jika seorang gadis di desa itu jika sudah berumur enam belas tahun atau setidaknya sudah lulus SMP, maka sangat besar kemungkinan untuk cepat segera menikah.
Dan bagi Narni, hal itu adalah suatu pemikiran yang terlalu mundur atau bisa dikatakan kolot. Jaman dulu mungkin boleh akan pertimbangan umur enam belas tahun menikah. Karena yang jelas orang tua dahulu kebanyakan memikirkan kalau mempunyai anak perempuan tidak perlu melanjutkan ke jenjang sekolah yang lebih tinggi karena ujung-ujungnya tetap masuk dapur dan menjadi istri seseorang serta cukup mengurus rumah tangganya dengan baik.
Namun apa mau dikata, orang tuanya tak menghiraukan akan kata-kata Narni yang dianggap sok tahu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maid In Merlion
ChickLitNarni adalah gadis desa yang mencoba mengadu nasib seperti teman-temannya yang sudah dulu berada di luar negeri. Konflik rumah tangganya yang tak kunjung mendapat solusi justru semakin membuatnya bingung. Dengan terpaksa ia tinggalkan anak dan suami...