Hatinya sungguh dilema, seperti yang sudah-sudah ia tak mau sebenarnya kalau Sasongko tak menyukainya lagi. Apalagi ini saat bertemu seorang lelaki, meski itu adalah sahabatnya dulu.
Narni : Duh! Gimana ini ya? Maaf Nang, bukan aku enggak mau tapi aku harus izin ke suamiku dulu.
Danang : Oh iya! Enggak apa kok, coba kamu hubungi suamimu kalau dia kasih izin, syukurlah.
Narni : Ya, terima kasih Nang, aku hubungi suamiku dulu ok?
Danang : Baiklah.
Narni memencet tombol gambar handphone warna hijau pada keypadnya. Lalu ia mencoba menghubungi Sasongko. Setelah ia terus mencoba menghubunginya namun nada yang tersambung itu tak kunjung diangkat.
Sepuluh menit sudah berlalu, ia tak bisa menghubungi Sasongko. Mungkin dia sibuk dengan pekerjaannya sehingga tak sempat mengangkat. Lantas ia hubungi Danang.
Narni : Halo.
Danang : Halo, iya Nar! Gimana? Kamu sudah hubungi suamimu?
Narni : Ya sudah tapi enggak nyambung tuh.
Danang : Ok, apa lebih baik kita ketemuan dulu yang penting 30 menit saja ya?
Sejenak Narni terdiam dan terbayang bagaimana jika Sasongko memarahinya dengan berbagai sangkaan negatif yang jatuh pada Narni. Tapi ia pun berpikir kalau pertemuannya hanya sebentar tak membutuhkan lama.
Narni : Baik, hanya 30 menit saja.
Danang : Ehm, terima kasih Nar.
Satu kafe terletak di sudut kota kecamatan tempat Narni tinggal. Kafe ala kota dengan konsep cukup sederhana. Decak kagum dirinya akan kafe itu.
"Semoga Gusti Allah beriku kesempatan untuk satu saat punyai bisnis ini."
Matanya masih asyik mengembara kesana kemari ketika masuk di area kafe. Kekagumannya tak lepas dari angannya miliki sebuah bisnis mendirikan kafe. Lalu ia pun menghampiri sosok Danang yang sudah menunggu dirinya.
"Maaf, Nang! Kamu sudah nungguin aku lama?" ucap Narni.
"Oh enggak kok, mungkin sepuluh menit aku sudah di sini," ujar Danang.
"Lama juga kita enggak ketemu, mungkin hampir sepuluh tahunan kan?" ucap Danang yang berusaha membuka pembicaraan.
"Ya juga sih, hampir segituan kita sama lama enggak ada kabar," tandas Narni.
"Hey! Anakmu sudah umur berapa sih saat ini?" seru Danang tersenyum lebar.
"Hampir menginjak delapan tahun," jawab Narni.
Mata juga mulut Danang membulat, ia tak menyangka kalau sahabatnya dulu itu sudah berumah tangga cukup lama. Ya memang, sejak lulus Narni terpaksa menjalani perjodohan yang dilakukan orang tuanya.
Lantas apakah Narni pun sama punya pemikiran terhadap sahabatnya dulu itu akan kehidupan lanjut setelah lulus SMP? Entahlah apa yang ada di pikirannya adalah masih bertumpu pada kekhawatiran tersendiri akan tanggapan suaminya kalau ia kali ini nekat bertemu seorang lelaki. Meskipun itu adalah sahabatnya.
"Nar!" seru Danang seraya kelima jarinya digoyangkan ke arah wajah Narni.
"Kok ngelamun?" ujarnya tersenyum.
"Eh oh maaf, aku cuma lagi mikir enggak nyangka aja kalau ketemu kamu lagi," ujarnya menutupi kegalauannya.
"Oh gitu, sama aku juga, enggak kebayang sebelumnya bisa ketemu lagi sama kamu Nar," kata Danang.
Setelah itu obrolan mereka lari jauh ke arah belakang kisah dulu. Narni dan Danang terlihat sama bahagia ketika saling cerita kenangan sewaktu mereka berdua di bangku SMP. Senyum yang tak pernah lepas dari bibir mereka hiasi suasana membiru di hati masing-masing.
"Ingat kan Nar? Kamu enggak suka bunga?" tanya Danang.
"Ya sih tapi gegara kamu itu justru sekarang aku penyuka bunga bahkan aku budidaya banyak loh," ungkap Narni sembari menutup mulutnya menahan tawa.
"Hah! Iyakah? Wah asyik tuh!" seru Danang.
"Ya! Benar!" tegas Narni.
"Dan aku jualin loh, hitung-hitung bisnis lah," ujar Narni tersenyum bangga.
Mata Danang membulat dan ia tertawa lebar seraya acungkan jempol pada Narni. Danang merasa bahagia ketika sahabatnya sudah menyukai tanaman bunga. Ia tak mengira kalau Narni akhirnya menyukainya.
Tiga puluh lima menit tak terasa mereka ngobrol. Narni sigap melihat di jam tangannya kalau waktu sudah menunjukkan menit lebihnya itu di angka lima.
"Maaf Nang, kita sudah dulu ya ngobrolnya? Mungkin satu saat kita bisa sambung lagi," pintanya.
"Oh ya ok, enggak apa, aku ngerti kok," ucap Danang.
"Aku pergi dulu ya! Terima kasih buat traktirnya," ucapnya.
"Ya sama-sama Nar. Eh! Kamu mau aku anterin pakai mobilku?" tawar Danang.
"Oh terima kasih, enggak usah repot-repot, aku naik becak saja," tolak Narni.
"Ya baiklah, hati-hati ya Nar," ucap Danang santun.
"Ya Nang, terima kasih," ucapnya tersenyum.
Narni menaiki becak yang ia panggil itu. Lalu becak pun mengantar Narni sampai ke tujuannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maid In Merlion
ChickLitNarni adalah gadis desa yang mencoba mengadu nasib seperti teman-temannya yang sudah dulu berada di luar negeri. Konflik rumah tangganya yang tak kunjung mendapat solusi justru semakin membuatnya bingung. Dengan terpaksa ia tinggalkan anak dan suami...