2 • Ruang UKS dan Kemenangan

69 31 1
                                    

Kring. Kringggggggggg.(suara bel sepeda)

Nadia mengayuh sepeda gunung miliknya penuh semangat.
Sepeda kesayangannya, hadiah ulang tahun dari sang ayah saat ia duduk di kelas 1 smp.

Ia tengah mengenakan seragam putih abu-abu lengkap dengan tas ransel hitam dipunggungnya.

Tujuannya pagi ini adalah BINA NUSANTARA INTERNASIONAL SCHOOL, tempatnya menimba ilmu yang sudah berjalan selama beberapa bulan ini.

Sebenarnya jarak dari rumah ke sekolahnya cukup jauh, tapi karena faktor keuangan yang sulit, ia lebih memilih untuk naik sepeda ketimbang naik angkot atau ojek yang tentunya butuh biaya.

Tangan kanan Nadia terulur untuk memasangkan earphone di kedua telinga, mendengarkan musik sambil naik sepeda memang sangat menyenangkan menurutnya.

Bibir mungil gadis manis itu bersenandung kecil mengikuti lantunan lagu yang ia dengarkan.

Tak lama kemudian.
Senyuman di bibir merah muda itu merekah, ketika netranya mendapati gerbang sekolah sudah tak jauh lagi.

"Pagi, Pak Jaelaniii. Duluan ya."
Ujarnya semangat, menyapa seorang satpam sekolahnya yang sedangberdiri di pos dekat pintu masuk.

"Pagi neng Nadia. Hati-hati neng."
Jawab satpam tersebut.
Nadia mengacungkan jari jempol kanannya sebagai balasan.

Nadia berhenti di tempat parkir sepeda,dan memarkirkan sepedanya ditempat yang tersisa.

Kedua kaki jenjangnya berjalan santai meninggalkan tempat parkir untuk menuju ke ruang kelasnya~X IPA 1.

Gadis itu menghentikan langkahnya secara tiba-tiba, saat ini ia berada di koridor ruang kelas XI.

Sepasang mata indah itu memicing, mencoba fokus pada satu titik yang terletak sekitar 5m depannya.

Seorang cowok berparas tampan dengan rambut pirang, yang duduk di sebuah bangku bersama 2 temannya.

Mereka terlihat sedang bermain gitar, sambil nyanyi dan sesekali tertawa ganteng, yang mungkin menurut cewek lain itu keren.

Tapi menurut Nadia, mereka nggak jelas banget, pagi-pagi teriak-teriak kayak tukang sayur yang biasa lewat depan rumahnya.

Ke dua teman cowok pirang itu juga memiliki paras nyaris sempurna.
Tapi tetap saja cowok berambut pirang itu yang paling mencolok ketimbang kedua temannya.

Nadia mengerutkan keningnya, ia tampak sedang mengingat-ingat sesuatu.
Beberapa detik kemudian matanya membulat sempurna.

"What? Dia kan yang waktu itu!"
Ujarnya reflek, dengan lantang.

Sedetik kemudian ia langsung membekap mulutnya.

Ia mengutuk dirinya sendiri.
Entahlah, kenapa ia bisa sebodoh ini.
Beberapa pasang mata disana menatap kearahnya.

Oke, nampaknya ia menjadi pusat perhatian semua orang saat ini.
Begitupun dengan cowok berambut pirang itu beserta teman-temannya.

Nadia berbalik arah, dan berjalan cepat meninggalkan tempat itu, berniat mencari jalan lain.
Mulutnya komat-kamit membaca doa-doa pengusir setan yang ia hafal.
Ia berharap agar setan itu tidak mengejarnya dan minta ganti rugi kaos kemarin.

Namun tiba-tiba langkahnya terpaksa berhenti, karena seseorang mencekal tangan kanannya.

Dengan gerakan ragu-ragu ia membalikkan tubuhnya kebelakang.
Harapannya untuk tidak dikejar setan pagi-pagi sudah musnah sekarang.

Pandangannya seketika terfokus pada sepasang mata elang yang sedang menatapnya tajam.

Nyali Nadia menciut seketika, ia melirik sekelilingnya berharap ada bantuan yang melintas.
Tapi nihil, tidak ada seorang pun yang berniat menolongnya saat ini.

Catatan NadiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang