14 • Laksana Daun dan Rumput

21 7 1
                                    

Garda benar, langit tidak pernah konsisten dengan keadaannya.
Semalam hujan deras, dan Nadia mengira kalau hari ini akan hujan juga, atau paling tidak ya mendung.
Tapi perkiraannya salah, pagi ini sinar mentari bersinar terang benderang.

Butiran-butiran peluh sudah membasahi dahi Nadia.

"Gila. Muka gue udah kayak kebanjiran aja."

Nadia mengelap wajah cantiknya dengan telapak tangan, tapi kedua kaki jenjangnya sama sekali tidak berhenti bergerak.
Ia masih terus berlari mengitari lapangan bola BINUS INTERNATIONAL SCHOOL.

Ia tidak sendirian, semua teman satu kelasnya juga sedang berlari,kecuali yang sudah menyelesaikan 10x putaran.

Iya,hari ini adalah hari Senin.
Setelah Upacara Bendera, jadwal pelajaran Nadia adalah PENJASORKES.

"Ayo Nadia!! 1 putaran lagi udah 10."
Nadi bermonolog, menyemangati dirinya sendiri.

Nadia berlari dengan nafas yang tersenggal-senggal, ia menyelesaikan putaran terakhirnya.
"Huh. Akhirnya selesai juga."

Ia duduk di tepi lapangan.
Dibawah pohon mangga lebih tepatnya, dengan kedua kaki yang di luruskan. Ia masih ingat kata Pak Rio, guru olahraga ganteng yang selalu mengingatkan murid-muridnya untuk meluruskan kaki setelah lari-lari.

Ia meraih botol minumannya yang tergeletak di sana.
Meneguk air mineral yang sisa setengah itu sampai tandas.

"Yah,kok udah abis."
Nadia mengerucutkan bibirnya.
Seharusnya tadi ia beli 2 botol.

Nadia memandang kedepan dengan telapak tangan kanannya yang di kipas-kipaskan di depan wajah.
Tenggorokannya haus, badannya juga gerah.
Ia lelah, apalagi pagi ini tidak ada Adara, karena ia sedang ada kumpulan OSIS.
Membuat Nadia tidak bisa berbagi penderitaan dengannya.

Tiba-tiba.

"Nih!"

Suara laki-laki beserta sebotol air mineral yang disodorkan padanya mengejutkan Nadia.
Ia menoleh ke sumber suara, dan mendapati seorang cowok tersenyum manis di sebelahnya.

"Kak Garda?"
Iya,cowok itu ialah Garda Rafardhana.

Garda tersenyum, ia duduk disebelah Nadia.
Di bawah pohon mangga, dan beralaskan rumput-rumput hijau.

"Nih minum. Kamu pasti haus,kan?"
"Yaampun, kak. Nggak usah repot-repot, aku kan bisa beli sendiri di kantin."
"Nggak papa. Nggak ngrepotin juga kok."

Nadia tersenyum tulus, ia menerima air mineral itu dari tangan Garda.
"Makasih."
"Sama-sama."

Garda memandang kearah langit.
"Hari ini panas banget ya, Nad."
Ujarnya.

Ia menoleh sekilas kearah Nadia, sebelum akhirnya kembali menatap hamparan awan cirrus di atasnya.

"Iya."
Jawab Nadia singkat, sembari membuka bungkus air mineralnya.

Gadis itu minum dengan santai, rasanya ia sangat berterimakasih dengan Garda karena telah memberikan air mineral itu di saat yang tepat.

"Tapi lebih panas tadi malam."

Nadia menelan sisa air mineral di mulutnya, kemudian kembali bersuara.
"Tadi malam? Kan tadi malam hujan, kak."

Garda tersenyum, ia beralih menatap Nadia.
"Tadi malam waktu aku ketemu kamu di birthday partynya Guntur bareng Saga, rasanya panas banget."

Nadia tertegun. Beberapa pertanyaan melintas di kepalanya.

"Nad, Kok diem?"
"Eh ... iya kak."
"Jangan di masukin ke hati. Aku cuma bercanda."

Catatan NadiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang