15 • Semburat Jingga Bercampur Sedih dan Tawa

18 6 5
                                    

Nadia berjalan santai menuju tempat parkir sepeda. Bel berakhirnya jam pelajaran sudah berdering sekitar setengah jam yang lalu, tapi ia masih asik memikirkan soal-soal matematika sampai tak terasa sudah setengah jam lamanya.

Sekolah nampak sudah sepi, hanya ada beberapa guru, staf, dan murid-murid yang mengikuti ekstra kulikuler.

"Cumiiiiiii."
Nadia menoleh, ia mengenali suara itu.
Suara cowok menyebalkan yang selalu saja mengganggunya, Sagara.

Cowok itu sedang berdiri di lapangan basket
sembari melambaikan tangan kanannya pada Nadia.

Seragamnya sudah berganti dengan jersey basket berwarna hitam, tangan kirinya juga membawa sebuah bola basket.

Nadia memutar bola matanya malas.
"Nggak jelas banget."
Ujarnya,pelan.

Sebaliknya dengan Nadia, Sagara malah tersenyum lebar.
"Hati-hati ya bawa sepedanya!"

Nadia sama sekali tak menghiraukan teriakan cowok itu, ia mengubah langkahnya menjadi lebih lebar.

Kini, ia telah sampai di tempat parkir sepeda. Ia segera menghampiri dan menaiki sepedanya, mengayuh dengan santai sembari sesekali bersenandung kecil.

Hari ini langit begitu cerah, berbanding terbalik dengan hati Nadia yang sedang mendung.
"Santai, Nad. Kadang perkara cinta memang rumit."
Ia berusaha menguatkan diri sendiri, mencoba tak terlalu memikirkan semua masalah yang terjadi.

Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, sekarang ia telah sampai di pekarangan rumahnya.
Ia langsung memarkirkan sepeda, dan berjalan santai kedalam rumah.

"Assalamualaikum mama, Nadia pu ... Kak Garda?"
Gadis itu lmayan terkejut, melihat sosok tampan yang sedang duduk di sofa ruang tamunya sembari memainkan ponsel.

Garda, cowok itu menoleh.
Sudah hampir satu jam ia menunggu Nadia di sini. Entah apa yang membuatnya kemari, Nadia sama sekali tidak mengerti.

"Waalaikumsalam."
Jawab cowok itu.

"Kak Garda ngapain di sini?"
"Oh, jadi aku nggak boleh main kesini?"
"Ya nggak gitu."

Nadia berjalan kearah sofa yang berseberangan dengan Garda, ia mendudukan badannya di sana.

"Maksudnya, ada hal penting apa?"
Gadis itu kembali bersuara.

"Nggak ada, cuma mau ngajak kamu jalan-jalan sebentar."

"Ini nggak salah kan dia ngajak gue jalan-jalannn??????????? AAAAAAAAA."
Nadia sudah berteriak-teriak alay dalam hatinya, bahagianya bukan main. Di ajak jalan sama cowok yang di taksir. Mimpi apa dia semalam?

Mati-matian ia menyembunyikan senyuman, bisa hancur citranya di depan Garda kalau sampai histeris di sini.

"Yaudah, aku izin sama mama dulu ya."

Garda mengangguk.
Nadia segera bangkit dari sofa, berjalan kebelakang dengan senyum bahagia yang sudah tak tertahan.

Setelah mendapatkan izin dari sang mama, ia segera kembali menghampiri Garda di ruang tamu.
"Yuk, kak."

"Kamu nggak ganti baju dulu?"
"Nanti aja deh."
"Yaudah, yuk."

Sejuknya hembusan angin menerpa wajah cantik Nadia.
Kini ia sedang duduk manis di jok belakang motor vespa Garda.

"Gue harap, ini bukan kencan yang terakhir dan semoga juga kebahagiaan ini nggak akan pernah berakhir."
Ujarnya, dalam hati.

"Kita mau kemana kak?"
"Lihat senja."
"Dimana?"
"Nanti juga tahu."

Catatan NadiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang