Nadia melangkahkan kakinya dengan santai ke depan komplek, guna membeli shiomay.
Arloji sudah menunjukan pukul 17.00, ia baru saja selesai mandi.
Namun, raut wajahnya yang berusaha ceria berubah masam.
Ketika mendapati gerobak shiomay Bang Ali tidak ada di sana, yang berarti ia tidak berjualan hari ini."Yahh. Bang Ali kok nggak jualan. Yaudah deh."
Nadia memutar balik langkahnya.Gadis itu akhirnya memutuskan untuk duduk di bangku taman yang tak jauh dari sana.
Ia duduk dengan santai, mencoba membuang jauh-jauh pikirannya tentang ke dua cowok yang membuat kepalanya mau pecah."Rumit banget. Gue suka sama dia yang nggak suka sama gue, dan gue nggak suka sama dia yang suka sama gue."
Ujarnya, dalam hati.Ia menarik nafas dalam dan menghembuskannya perlahan.
"Halo cantik"
Nadia terperanjat, mendengar suara berat yang tiba-tiba muncul di belakangnya.
Dengan ragu ia menoleh kebelakang, takut-takut kalau yang bersuara tadi adalah preman, begal, atau yang lebih menyeramkan, hantu penunggu taman.Dan ternyata, kenyataannya jauh lebih menyeramkan lagi.
Di belakangnya Sagara sedang berdiri dengan senyum merekah."Lo ngapain disini?
Tanya Nadia."Nyamperin lo."
Sagara beranjak dari tempatnya berdiri.
Cowok itu duduk di sebelah Nadia, dan kembali bersuara."Tadi gue ke rumah lo, terus katanya ibu mertua lo lagi beli shiomay. Gue susulin deh."
"Lo ngapain ngusulin gue?"
"Ya mau ikutan makan shiomay lah, eh taunya lo malah duduk-duduk nggak jelas di sini."
"Tukang shiomaynya hari ini nggak jualan."Sagara manggut-manggut.
Tak lama kemudian, tangan kanannya merogoh saku depan celana jeansnya, mengeluarkan dua permen rasa strawberry dari sana."Nih, gue bawain ini buat lo."
Sagara menyodorkan 1 buah permen pada gadis di sebelahnya.Nadia menatap ke arah permen dan wajah tampan Sagara secara bergantian.
Sekian detik kemudian tawanya meledak, menurutnya cowok itu nggak jelas banget.
Masa bawain sebungkus permen?"Lo kira gue anak TK?"
Sagara mengeluarkan cengiran khasnya.
"Emang yang makan permen tuh cuma anak TK aja?""Ya enggak sih"
"Nah, yaudah. Terima dong! Gue udah repot-repot bawain dari rumah loh."
"Yaudah sini."Nadia menerima sebungkus permen warna merah itu, membuka bungkusnya kemudian memasukkannya ke dalam mulut.
Begitupun dengan Sagara, ia juga melakukan hal yang sama."Manis kan?"
Tanya cowok itu."Kalau pahit, namanya obat Sagara."
"Ada kok obat yang nggak pahit, manis malahan."
"Obat apaan?"
"Obat rindu, alias kamu."Sagara mengakhiri ucapannya dengan kekehan kecil.
"Dih, bisa aja mulut buaya."
"Gue bukan buaya."
"Terus apaan namanya kalau bukan buaya?"
"Cinta."Keduanya tertawa, setidaknya luka mereka sedikit tersamarkan.
Ingat! Hanya tersamarkan! Bukan terobati!"Jangan keras-keras ketawanya, Nad! Entar permennya loncat."
"Lo sih, bikin gue ketawa mulu.""Lebih baik, dari pada dia yang bikin nangis."
Sagara berkata dengan suara pelan."Apa, Ga? Jangan bisik-bisik! Nggak dengar."
"Makanya, punya telinga tuh sering-sering di servis! Biar nggak budek!"
"Makanya, kalau punya mulut tuh sering-sering di servis! Biar volume bicaranya nggak kecil."
KAMU SEDANG MEMBACA
Catatan Nadia
JugendliteraturSagara terlalu sibuk mengejar senjanya yang terus berlari. Sampai rasa tau diri akhirnya menghampiri dan membuatnya mundur dengan hati-hati. Nadia terlalu sibuk berlari. Sampai lupa sang pemburu senja tak lagi mengejarnya. Sampai lupa kalau yang cob...